Saturday, November 6, 2010

Kupersembahkan Hidupku By Maria Shandi.wmv

Download:

lord i offer my life to You
FLVMP43GP

Lord I Offer You My Life

Download:
FLVMP43GP

sherina - simphony hitam

Download:
FLVMP43GP

Simfoni Hitam

Malam sunyi ku impikanmu

Ku lukisakan Kita Bersama

Namun slalu aku bertanya adakah aku di mimpimu


Di hatiku terukir namamu

Cinta rindu beradu satu

Namun selalu aku bertanya

Adakah aku di hatimu


Tlah ku nyanyikan alunan-alunan senduku

Tlah ku bisikan cerita cerita gelapku

Tlah ku abaikan mimpi-mimpi dan ambisiku

Tapi mengapa ku takkan bisa sentuh hatimu


Bila saja kau disisiku kan kuberikan segalanya

Namun tak henti aku bertanya

Adakah aku di rindumu


Tak bisakah kau sededkit saja dengar aku

Dengar simfoniku

Simfoni hanya untukmu


Sebuah lirik yang sesuai dengan gambaran rasa si pendengarnya

Thursday, October 28, 2010

Kecil

Seperti semut,

Seperti kutu,

Seperti butiran gula,

Seperti mikroba,

Hanya bisa dilihat dengan mata yang super jeli, kaca pembesar bahkan, mikroskop

yang besar mungkin sampai tidak bisa melihat atau bahkan tak mau melihat karena terlalu kecil untuk dilihat.

Kecil

Aku memang kecil

Membuat mata harus memicing jika ingin melihat


Tetapi salah seorang Yang besar mampu melihatku tanpa alat-alat itu

Dia mamapu melihatku yang kecil bahkan super kecil dengan Mata telanjangNya

Mengalahkan mata dari mereka yang besar lainnya

Mereka harus melihat dengan kaca pembesar bahkan mikroskop jika ingin melihatku dengan sangat jelas


Kecil

Aku memang kecil

Hanya bisa kau lihat dengan bantuan mata-mata buatan yang hebat

tetapi tak bisa kamu lihat dengan kasat mata telanjang


Kecil

Aku kecil

Tidak hanya sulit terlihat tapi kadang enggan untuk kau lihat


Kecil

Aku kecil

Walaupun aku kecil aku punya kekutan besar

Aku mampu berjalan-jalan riang di dongeng mimpi yang besar dan luas

Aku bisa melihat kalian yang besar tidak hanya dengan mataku yang kecil tetapi dengan kekuatan mata hebat yang diberikan oleh Yang Maha Besar


Kamu,

Besar

Tetapi kamu tidak dapat melihatku yang kecil ini

Aku

Kecil

Aku bisa melihatmu dengan sangat seksama


Siuuuuhhh....ssshhhh..... ”

Tiba-tiba tertiup harapan

Aku kecil bisa menggendong harapan besar seperti kamu yang besar


Aku

Kecil pasti akan bisa kamu lihat tanpa kau picingkan lagi matamu

Tanpa kaca pembesar

Tanpa Mikroskop

Tanpa mata-mata hebat yang membantumu melihat

Di suatu hari nanti


Terima Kasih kepada Yang Paling Besar diantara yang besar

Telah menjadikanku

Kecil

Karena dengan

Kecil aku mampu melihat yang besar


By : angelina.r.d

October 17th 2010

Inspiredby : Dia Yang Paling Besar dan makluk yang paling kecil (si aku)

Si Penyihir Nada

dia,

Berkostum hitam

Wajahnya agak tertutup anak rambut yang terurai tajam

Matanya menajam seperti elang mau menyambar anak ayam

tulang pipinya pun seperti ingin keluar dari persembunyiannya.

Sosoknya begitu dingin dan misterius bak penyihir dalam dongeng tidur masa kanaku dulu


dia,

masuk ke dalam sebuah tempat redup sambil membawa benda kesayangannya

Jika dilihat dari kejauhan benda itu seperti sebuah tongkat tapi bukan tongkat

Benang-benang tajam tersangkut di sana

Dan jari-jari tajamnya siap melentik


Sosok berkostum hitam itu terduduk di atas sebuah kursi besi usang

Jarinya tampak mengelus-elus mesra benda yang ada digenggamnnya dan siap beradu dengan benang-benang tajam

dari jarak beberapa langkah kaki mata-mata polos membidiknya


triink ...!”

wajah dinginnya kembali tertutup rambut

mata elangnya menatap tajam pada benda yang ada di genggamannya

mata-mata polos terus menatapnya dengan terkesima

mantra-mantra suara dingin terloncat, beterbangan, dan menyebar memenuhi tempat redup itu

tik..tok..tik..tok.., !”

waktu pun berdennyut bersamaan dengan si sosok hitam itu menarikan jarinya diatas benang tajam

mata-mata polos semakin membidiknya

dan akhirnya mereka tersihir oleh mantra suara dinginya


dia,

sosok hitam

berwajah dingin

bermata tajam,

dia,

si penyihir nada

menebarkan mantra-mantra suara dengan jarinya

membuat para pemilik mata polos terkesima


tetapi kini,

sebuah penawar rasa membuka sebuah mata polos

mata itu tidak lagi polos untuk membidiknya hingga terkesima

mata itu kini mampu menangkal mantra suara dingin dan aura misteriusnya

dan mata polos itu kini tersadar dari sebuah sihir yang ditebar oleh si penyihir nada

by: angelina ratih devamti

October 15th 2010

Tuesday, September 28, 2010

Sunday, August 8, 2010

Pemazmur

Dengan celana Capri ¾ dan polo shirt merah, Ima memasuki ruangan ber-AC yang berisikan sebuah organ dan beberapa stand partitur. Beberapa orang pun tampak mengerumuni Bu Wid yang telah terduduk di depan organ itu. Seseorang yang bersuara sopran tengah mencoba sebuah bait dari sebuah lagu diiringi suara. Ima langsung menuju kerumunan orang-orang itu. Setumpuk map berisi ‘kertas-kertas bernyanyi ‘ siap dibagikan kepada semua orang yang memenuhi ruangan itu.

Mari..mari mulai..”, ajak Bu Wid untuk berlatih.

Bu, ordinarium kita pakai misa kita 4 ya?”, Tanya Milly.

Iya, ati-ati sopran dipakai suara kepalanya jangan cempreng. “, ujar Bu Wid.

Baru sebagian besar yang memenuhi ruagan musik itu adalah para wanita maka suara paduan pun dimulai dengan bagian suara wanitanya, sopran dan alto. Ima, sang dirigen melambailambaikan tangannya untuk mengarahkan tempo dan ketukan lagu. Para lelakinya pun tampak asik berlatih sendiri menunggu yang lainnya datang. Paduan sopran-alto terdengar memenuhi ruangan ber AC itu.tiba-tiba Bu Wid menghentikan sejenak iringan organnya dan mengarahkan kembali lagu yang dinyanyikan oleh para sopranos dan altois. Sesekali Bu Wid menegur kelompok lelaki yang terdengar bising ketika mereka mencoba latihan sendiri.

Yang cowok-cowok coba geser kesana dikit, suaranya dikecilin dulu, sopran alto biar latihan dulu “, ujar Bu Wid.

Sopran tolong ya, jangan cempreng nyanyinya, dipake suara kepalanya, jangan asal teriak”, Bu Wid semakin bawel ketika para penyanyi muda itu itu tidak menggunakan teknik dengan benar dalam melantunkan nyanyian-nyanyian pujian itu. Dan kalau Bu Wid sudah mulai cerewet tidak ada lagi yang berani berkutik, mungkin sudah kebiasaannya melatih murid-murid binavokalianya dengan teknik yang tepat sehingga beliau begitu cerewet jika mendengar ada salah satu anggota koor asuhannya itu bernyanyi dengan tidak baik. Telinganya sangat peka terhadap suara-suara yang meleot dari nadanya.

mbak imaa… mbak ima…”, teriak Rika dari jarak beberapa meter yang terengah-engah dan setengah berlari.

Heyy.. aku takut..”, ujar Ima meledek Rika yang seakan akan mengejarnya.

hah.. hah.. hah..”, terdengar nafas Rika yang terengah-engah seperti habis dikejar maro, anjing Labrador yang setia menjaga gereja dan pastoran.

opo ndhuk ?”, Tanya Ima dengan logat jawanya.

Udah tau belum , mas Sugeng kecelakaan, sekarang di bawa ke rumah sakti Sumber Kasih, “, ujar Rika dengan nafas yang masih terengah-engah.

Yang bener, kecelakaan dimana, ntar sore mau latihan buat lomba loh “,Ima tidak percaya atas kabar buruk itu.

Waktu mau nganterin partitur ke tempatnya Bu Wid dia bawa motor trus nggak ngerti deh gimana lagi, sekarang anak-anak mau pada ke sana. “, ujar Rika.

Aduh, kepiye, habis ini mau technical meeting buat fesparawi bulan depan sama Bu Wid, nanti aku nyusul deh, oiya latihan buat nanti sore di batalin aja kalo gitu, kasih tahu temen-temen ya”, ujar Ima yang juga tampak terburu-buru untuk pergi. Sementara Rika sejenak terdiam untuk mengatur nafasnya kembali normal setelah berlari dari depan gerbang gereja menuju tempatnya berpijak itu.

Ima tampak kerepotan membawa beberapa tas: tas tangnnya telah tergantung di bahu kirinya, sementara tangan kirinya harus membawa beberapa berkas dan tangan kanannya membawa hp kunci mobil dan stik dirigennya yang belum sempat dimasukkan kedalam tasnya. Segera dia menuju parkiran mobil dan meluncur untuk bertemu sang pelatih paduan suaranya, Bu Wid untuk meluncur pada pertemuan para pelatih dan panitia lomba fesparawi yang setiap 2 tahun sekali di laksanakan. Tampaknya wanita dewasa muda akhir ini tampak sibuk dalam paduan suaranya. Di mobilnya pun dipenuhi beberapa buku mazmur, beberapa map partitur miliknya dan segala tetek bengeknya.




Tuhan sudi dengarkan rintihan umatMu“,

Terdengar lantunan mazmur dari Ima yang sedang terduduk di barisan depan kursi umat di dalam gereja yang tertata apik. Sembari menunggu teman-teman koornya untuk latihan terakhir, Ima sesekali ber-huming ria dengan lagu-lagu yang akan di bawakan esok, terutama mazmur yang baru saja ia pelajari, karena dia harus menggantikan Sugeng sang pemazmur aslinya, karena masih tergolek lemah di rumah sakit.

hmm..hm..hm..”, Ima ber-huming kembali dari lagunya.

Moriss mendekati sang pemazmur muda itu, ya walaupun usianya sudah memasuki masa dewasa muda akhir. Moriss terdiam sejenak untuk mendengarkan lantunan mazmur dari Ima walaupun hanya terdengar pelan. Ima masih ber-huming dengan mazmur yang ada dihadapannya. Sembari menunggu Ima menyelesaikan lantunannya, Moriss pun ikut membaca partitur yang tergeletak di samping nya. Lantunan Ima terhenti saat dia menyadari Moriss sudah berada di sebelah kirinya.

Kenapa sayang?”, Tanya Ima dengan penuh keakraban. Itulah Ima, wanita muda mapan, single, supel alias bisa bergaul dengan banyak generasi, dari mulai bayi berumur beberapa minggu sampai oma-opa berusia senja.

Mbak, masih bisa gabung buat festival nggak, aku pengen banget ikutan festival ? “, ujar Moriss.

Ya kenapa baru mau ikut sekarang ?”, Tanya Ima.

Iya, telat gini taunya, masih boleh nggak , mbak ?”, Tanya Moriss.

nanti Tanya Bu Wid deh, dia yang ngelatih soalnya “, jawab Ima yang tida mau mengumbar janji.

Yaudah nanti aku Tanya, eh Mas Sugeng mana “, Tanya Moriss sumringah.

di rumah sakit. “,, jawab Ima.

Hah, dia sakit apa, berarti nggk dateng dong, trus besok ikut tugas nggak, dari kapan dia di rumah sakitnya ?”, Tanya Moriss seperti para penyidik yang ada di kepolisian.

nanya satu satu to . “, ujar Ima.

iya mas sugeng sakit apa kok di rumah sakit ?”, Tanya Moriss yang tampak khawatir. .

kecelakaan, kemaren. Jadi besok dia nggak bisa tugas koor. “, jelas Ima.

Yah aku nggak bisa denger dia jadi solisnya dong, kok bisa sih kecelakaan?”, Moriss menyayangkan.

hmm..”, jawabnya singkat dan tangannya langsung menyambar buku mazmur yang sejak tadi sudah terbuka dan siap dilantunkan.

Satu demi satu para penyanyi-penyanyi muda berdatangan untuk latihan untuk misa esok pagi. Sepertinya kali ini bukan saja para penyanyinya yang telat datang justru sang pelatih, Bu Wid belum kunjung datang padahal semua personil sopran, alto, bas, tenor telah siap berkumandang madah pujian.

kok kita nggak mulai-mulai sih,udah jam segini loh “, ujar Rika sambil melihat jam yang tergantung di tangan kirinya.

Bu Wid, ndi mbak ?”, Tanya Soni.

sik tak telepon sik, atau kita latihan duluan aja yuk dari pada nggak mulai-mulai”, ajak Ima sambil mengutak-atik hp putihnya untuk mencari keberadaan Sang Ibu Pelatih.

kalau nggak bisa kita bubar aja yuk hahahaha”, ujar Dian iseng.

Ngawur, ayo mulai-mulai, pernafasan dulu yo ! “, ajak Ima, selaku yang paling tua ditempat itu meskipun masih ada yang jauh lebih tua darinya, seerti Sugeng, yang sudah siap untuk dinikahkan dan Sang Pelatih, yang sudah punya 2 cucu.

Sembari menuggu kedatangan sang pelatih mereka semua mencoba melantunkan lagu-lagu yang akan di bawakan untuk misa minggu pagi esok. Dimulai dengan lagu pemmbukaan untuk menyambut Romo dan para pelayan liturgi menghadap altar, kemudian disusul dengan mazmur antar bacaan, bait penginjil, dan lagu-lagu yang mengirinagi misa kudus esok. Empat kelompok suara berpadu, meskipun beberapa kali nada-nada ada yang meleot dari partiturnya sehingga harus dilatih kembali. Namun semuanya tampak bisa berpadu dengan apik. Suasana latihan pada malam itu teralau santai dari pada biasanya karena Bu Wid, tidak bisa menggembleng mereka untuk memadukan suara. Tetapi bukan berarti ketika dilatih Bu Wid mereka seperti para polisi, tentara, atau pamong praja yang sedang berlatih fisik nan serius, mereka tetap santai tetapi tidak bisa sembarangan santai, maklum saja Bu Wid terbiasa melatih para pemusik professional jadi terbawa keprofesionalannya saat melatih para mudika, ibu-ibu, bapak-bapak, atau oma-oma ketika koor di gereja.

Lagu pembukaan untuk emnyambut Romo dan para pelayan liturgi untuk misa minggu pagi itu telah berkumandang. Rangkaian Perayaan Ekaristi mengalun seperti sebuah nada yang mengalun seakan tiba pada mazmur antar bacaan. Ima yang duduk terpisah dari para anggota koor lainnya telah siap mengkumandangkan sebuah mazmur yang baru semalam dipelajari dengan suara fibratonya. Dengan pakaian putih seperti yang dikenakan oleh para misdinar, lektor, dan para pelayan sabda lainnya, Ima siap melantunkan mazmur. Kali ini bukanlah senandung mazmur lagi yang terdengar namun suara apik yang dimilki oleh seorang Cecilia Rmalla yang sering di sapa Ima atau Mbak ima, mungkin lebih banyak yang menyapanya dengan embel-embel ‘ Mbak” karena logat jawanya yang medhok. .

Tuhan sudi dengarkan rintihan umatMu”

Ima melantunkan sebuah bait refren mazmur untuk mengiring umat bernyanyi, kemudian sebayank 4 bait dilantunkannya dengan sentuhan suara messosopran dibalut fibrato dan falsetto ketika nada tinggi ditemuinya.

Tiba pada lagu persembahan, koor yang berisikan sebagian besar anak muda yang beranjak tua melantunkan sebuah pujian dan Ima pun berduet bersama seorang yang bersuara tenor pada bagian awal lagu. Terdengar merdu duet anatar Ima dan lelaki bersuara tenor itu, kemudian para anggota koor lainnya melantunkan lagu sesuai dengan jenis kelompok suaranya dan terdengar merdu pula paduan dari mereka.

Masih saja bisa bergosip meskipun masih berada dalam suasan hening misa kudus, itulah sebagian dari muda-mudi katolik yang belum bisa mengerem mulutnya sejenak. Dua orang muda mengkomentari koor yang bertugas pada hari itu.

eh yang tugas bukannya dari Seraphine Voice ya “, Tanya seorang perempuan muda pada temanya.

iya, itu kan mbak Ima yang solis eh Mas sugeng mana kok nggak ada sih kalo mas sugeng duet smaa mbak Ima pasti keren banget tuh “, jawab temannya.

Lagu demi lagu telah dilantunkan oleh Seraphine Voice dalam tugas misa kudus minggu pagi itu. Hari itu membuat para umat yang biasanya masih sayup-sayup nyaris melek semua karena begitu apiknya Seraphine Voice mengiringi misa terutama saat spontan Ima diminta jadi solis dadakan karena Onya yang harusnya duet dengan si lelaki bersuara tenor jatuh pingsang karena sakit.

Ma, besok singer-singer juga dateng lebih awal loh, pengentennya minta gladi resik dulu “, uajr orang diseberang sana.

gladi resik, emang mau konser, jam piro ?”, Tanya Ima.

jam 11 lah sampe, habis itu kan sekalaian maksi enak to eh bojomu di jak wae yo “.

Bojone sopo, bojone bapakku, hahaha”, itulah guyonan Mbak Ima dengan logat medhok nya.

Lah aku kan juga tau, ma Cuma ngegong kamu aja, kapan nyusul nih, “, ujar orang diseberang sana.

Halah..halah, calon bojone lagi minggat neng suroboyo “, ujar Ima.

Sopo, mas kui ?”,

yo wis sesuk yo aku sik ning dalan “,Ima segera mengakhiri pembicaraannya dan seera meletakkan hpnya di laci dashboard mobilnya.

Pemilik suara yang kata orang mirip dengan suara Ruth Saharnaya akan menjadi wedding singer di resepsi Penikahan Teman Kuliahnya sewaktu di Malang. Dengan suaranya yang memukau, Ima pun sering diminta menjadi singer di berbagai acara, mulai dari acara pernikahan, wisudaan, samapai pernah dia diminta untuk mengisis di acara syukuran seorang pejabat ketika masih di malang. Meskipun sering diminta menyanyi di banyak even penting mbak Ima masih aktif menyumbangkan suara memukaunya untuk berkecimpung bersama koor di gerejanya, terutama bersama kelompok paduan suara mudika, Seraphine Voice.

 


Yan, partitur yang lu pinjem dari Bu wid udah lu fotocopy belum?”, Tanya Evan.

belum nih masih ada di tas gue, emang kenapa?”, Tanya Vian.

Gue mau copy juga, punya gue ilang, mending sekarang copy, sebelum mulai latihan “, ajak Evan.

jangan gila lu panasnya kayak apa tuh diluar udah ntar join bareng gue aja pas latihan. “, jawab Vian.

gigi lu join, lu kira gue nyanyi bass hah ,udah sini gue copyiin, lagian nggak canggih lu ngapain fotocopy diluar di tempatya Mbak Dira di Pastoran payah lu . “, ujar Evan yang segera melengos pergi. .

emang ada fotocopy ya ?”, tanya Vian yang masih berdiri melihat Evan yang melenggang pergi.

Jangan bawel buruan ikut aja “, ujar Evan sambil terus melenggang menuju Pastoran dan barulah Vian setengah berlari menyusulnya.

Dua mudika itu segera melesat menuju kantor pastoran untuk mengcopy beberapa partitur yang kurang untuk berlatih koor.

lain kali jangan sampai ilang lagi ya cah ayu “, tutur Bu Wid yang sudah siap memainkan jemarinya diatas organ yang sudah siap dimainkan.

keselip bu, trus ilang “, jawab Evan.

Eh ini sapa namanya aku lupa terus namanya ?”, Tanya Bu Wid sambil menunjuk kearah Vian.

Vian, Bu “, beberapa orang menyahut, hmm.. padahal yang ditanya siapa yang jawab siapa

Vian, bu “, barulah sang empunya nama menjawab.

Anggota baru”, jawab Rika.

Suaranya apik loh, Bu “, sahut Rafa.

Apaan sih lu “, bisik Vian.

Vian..Vian ??“, Bu Wid berusaha mengingat namanya, biar tidak lupa katanay ya maklum usia beliau kan sudah tidak muda apalagi paruh baya, ya sudah hampir senja tapi tetap senang bersama anak muda.

Yo wis aku sudah ingat ayo ayo mulai latihannya, kita ada PR nih dari panitia lomba”, ujar Bu Wid.

Beberapa anak koor asuhan Bu Wid itu heran mendengar pake ada PR segala buat lomba. .

Panitia ngasih lagu wajib lagi “, ujar Bu Wid sambil memencet tombol-tombol yang ada di organ, untuk mengatur suara organ.

Kok nambah lagi, Bu ?”, keluh seorang anggota koor.

Panitia nambah satu lagu lagi, Bapa Kami nya Putut”, ujar Bu Wid.

Itu kan yang biasa dinyanyiin kita di gereja kan, pasti bisa lah “, ujar seorang yang lain.

Tapi kita diminta membawakannya 4 suara dan harus diperhatiin dinamikanya sama kreatifitas kita bawain lagunya. “, ujar Bu wid.

Bu Wid memberikan pengarahan-pengarahan terlebih dahulu sebelum dimulainya latihan dan tak lupa untuk menjaga kestabilan suara para penyanyi-penyanyinya. Latihan pernafasan tak lupa di berikan oleh sang Ibu Pelatih. Di awali dengan sebuah lagu pujian berbahasa latin, “Regina Caeli” dilantunkan oleh kelompok penyanyi-penyanyi muda itu. Bu Wid terus memberikan arahan, tempo dan lainnya. Ima pun terus melambaikan tangannya untuk menjadi penuntun ketukan dan dinamika saat mereka bernyanyi atau bahasa kerennya ima yang menjadi sang konduktor.

Beberapa lembar partitur telah di dapat, saatnya untuk menyiapkan lagu-lagu supaya apik terdengar. Sebagai anggota yang baru beberapa minggu bergabung, Vian tampak getol berlatih lagu pujian berbahasa latin, “ Ave Verum ” . Sejak lama dia ingin bergabung dengan kelompok paduan suara yang beranggotakan orang-orang muda itu dan akhirnya Vian dapat bergabung bahkan berkesempatan untuk mengikuti Festival Paduan Suara Gerejawi yang dilaksanakan oleh KAJ. Sembari santai sore di depan balkon rumahnya, Vian berhuming mencoba nada-nada dari sebuah lagu untuk festival paduan suara. Sejenak Vian mencoret-coret partiturnya untuk memberikan tanda pada bagian tertentu, sesuai dengan bagian suaranya.

Yan, ngapain lu komat-kamit di situ, kesambet lu ?”, Jona heran melihat tingkah Vian kemudian mendekati sang adik.

Heh ngapain lu komat kamit diatas balkon, nyari wangsit lu ?”, ledeknya.

Ah berisik lu, nggak liat, gue lagi latihan “, jawab Vian sambil terus berhumming ria.

Gaya banget mentang-mentang udah jadi anggota Seraphine Voice, blagu lu “, ujar Jona

Berisik aja lu, sirik kan lu gue bisa masuk Seraphine Voice juga,, gue mau ikut fesparawi nih “, ujar Vian bangga.

Fesparawi ??”, Jona tampak heran mendnegar kata-kata yang disampaikan Vian itu.

Tau nggak ?”, ledek Vian.

Tau lah ! dulu waktu gue masih gabung di Servoce gue udah 4 kali ikut festival”, jawab Jona tidak mau kalah.

Servoce ?”, giliran Vian yang heran dengan istilah baru yang dia dengar itu.

payah masa nggak tau itu sebutannya dodol, gimana sih katanya udah jadi anggota masa nyebutnya aja nggak tau sih”, jawab Jona yang tampak puas dengan ke’dodolan’ adiknya itu kemudian Jona pun melenggang pergi. Vian tidak ambil pusing dari apa yang dikatakan sang kakak, dia melanjutkan kembali kegiatannya yang terhenti oleh ledekan sang kakak. Vian mulaii berhumming dengan lagu yang tengah dia pelajari, ya maklum masih anggota baru yang sudah mendapat kesempatan mengikuti festival, harus banyak berlatih biar nggak malu-maluin.

Jon, Yan, Si, bururn aturun bantuin mama dong “, terdengar teriakan sang mama dari lantai bawah memanggil ketiga anaknya yang sedang sibuk dengan dunianya masing-masing. Vian tetap berkutik pada partiturnya semenatar Jona emtah menghilang kemana setelah berdebat soal paduan suara, festival, dan dunia tarik suara.sedangkan Sisy masih bercuap-cuap dengan hpnya di teras rumah.

Ini anak-anak pada kemana sih, Jon, Yan, Si bantuin mama angkat organ “, teriak sang mama.

Vian heran mendengar teriakan mama soal organ yang mau diangkat. Dia heran untuk apa organ itu dipindahkan. Vian kemudian bergerak meninggalkan partitur-partitur lagunya dan melongo dari pagar pembatas yang ada di lantai atas dan melongo ke lantai bawah.

Mau ngapain sih ma”, seru Vian.

Organnya mau di kemanain, mau dijual ?’, teriaknya lagi.

buruan turun bantuin angkat organnya”, suruh sang Mama.

Satu rumah disibukkan untuk memindahkan alat musik yang masih satu spesies dengan paino itu ke ruang tamu dan menyiapkan beberapa tempat duduk di sekitarnya.

buat apaan sih ma?”, Tanya Jona.

mau ada acara ya, Ma”, duga Sisy.

Akhirnya Jona mau dilamar juga, gue pikir bakal jadi jomblowati sampai mati”, ledek Vian

Heehh !!”, Jona tampak melotot kearah adik cowoknya itu.

Heh pada ngaco, nanti ada latihan koor disini, pada ikut nyanyi ya bantuin buat tugas minggu sore “, ujar Mama sembari mengambil kain penutup organ dan beberapa hiasan yang diletakkan diatasnya.

Vian tuh ma, dia baru jadi anggota baru Seraphine Voice, di pergunakanan aja tuh anak mama “, ujar Jona.

Weei apaan lu kak, lu juga anak sevroce, ikutan juga lu “, ujar Vian nggak mau kalah sehingga lidahnya keserimpet menyebut SERVOCE.

udah pada bantuin deh, ini koor gabungan 2 lingkungan nih, paling nanti ada mudikanya juga “, ujar Mma.

Beberapa orang yang mayoritas bapak-bapak dan ibu-ibu sudah berdatangan ke rumah Vian. Seperti dugaan Viand an sang kakak orang-orang yang hadir untuk latihan koor bersama mayoritas para bapak dan ibu sehingga mereka berdua terutama Vian agak enggan untuk bergabung bersama para orang tua itu.

Hmm.. mana mudikanya ini mah mudika tahun 45 semua “, gumam Vian.

Kak mana mudikanya, katanya mudikanya ada yang ikut ?”, bisik Vian sambil mengintip dari ruang makan.

Udahlah bantuin sana, kan lu jadi yang termuda diantara yang tua-tua “, jawab Jona.

pengen aja sih, tapi masa gue doang anak mudanya nggak ada yang bisa diajak ngobrol “, ujar Vian.

Lu mau nyanyi atau mau ngobrol, udah bantuin tugas lah, tuh liat suara bassnya aja meleot gitu, paling nggak kalo lu ikut rada bener gitu. “, suruh Jona.

Akhirnya Vian unjuk gigi alias dia ikut bergabung bersama para bapak dan ibu dalam koor gabungan itu.Vian membantu suara bapak-bapak yag bersuara bass, meskipun Vian bisa juga masuk kedalam kelompok suara tenor. Vian salah satu anak muda yang nyasar dikalanga para tua-tua itu dan sebuah ide cemerlang tiba-tiba keluar dari pikiran seorang bapak yang menjadi paltih koor.

Nah ada anak mudanya jadi untuk mazmur dan solis dari lagu pesembahan diserahka kepada yang muda saja ya, gimana?”, Tanya si bapak itu kepada semua anggota koor. Dan seprtinya smeua anggota menyetujuinya. Vian sepertinya belum ‘ngeh ‘ dengan maksud si bapak peatih dia tampak bengong. Dia baru menyadari ketika si bapak itu mengajak latihan untuk mazmur.

Ayo Mas Vian, mulai refren-nya duluan nanti baru koor-nya”, minta si Bapak.

haah??”, Vian pun bingung.

Gantian yang muda nih “, seru seorang ibu. Barulah Vian mengerti bahwa dia yang diminta untuk membawakan mazmur dan beberapa lagu yang diawali dengan solis.

tapi kan belum latihan nih om, masa saya sih ?”, Via ragu.

Kita coba dulu bareng-bareng deh, habis ini kamu mulai duluan ya”, ujar si bapak.

Buset jadi tumbal gini, gue belum pernah jadi mazmur juga, hmm..”, gumam Vian.

Ketika jeda istirahat Vian dibimbing oleh si bapak pelatih untuk membawakan mazmur dan beberapa lagu yang bersolis. Tidak butuh waktu lama-lama untuk mengajarinya, cukup dua kali bait refren dan bait-bait mazmurnya Vian dapat melantunkan dengan baik. Sepanjang latihan koor pun sang Mama samapai terheran mendnegar anak lelakinya bisa membawakan lagu-lagu pujian itu dnegan apik. Meskipun dengan wajah yang tidak percaya diri Vian mencoba membawakan lagu-lagu pujian dan mazmur itu dengan baik. Jona pun tiba-tiba teralih mendengar suara Vian yang sedang mencoba membawakan mazmur bersama para orang tua itu.

boleh juga nih Vian, nggak salah bisa masuk Servoce “, gumamnya.

Kak, Om siapa yang nyanyi ?”, sisy sang adik pun juga ikutan heran mendengar suara Vian yang sedang berlatih mazmur.Jona tampak geli mendengar pertanyaan sang adik bungsunya itu yang menyangka suara seorang bapak-bapak atau om-om, mungkin karena tipikal suara Vian sangat nge bass saat melantunkan lagu itu sehingga terdengar seperti suara om-om. “ Om ? suaranya kayak om-om dong vian hahahah ”, gumamnya.

tebak aja “, ujar Jona sambil menonton tayangn kesayangannya namun telinganya masih terfokus pada paduan dari suara orang tua itu.

Suasana latihan untuk festival paduan suara sudah membuat para anggotanya kelelahan. Sudah 3 jam mereka berlatih di ruang latihan koor yang tepat berada di lantai bawah Gereja. Wajah-wajak lelah dari sang pelatih pun juga terlukis disana, terlihat lah sedemikan tuanya seorang Bu Wid. Ima sudah lelah melambai-lambaikan tangannya untuk menuntun para penyanyi. Laras, Sonya,, Dian, Lugas, dan beberapa anggota sudah mulai mengatupkan biirnya ketika bernaynayi.

wah, mukanya capek semua nih, “, ujar Bu Wid memelas.

iya Bu “, ujar mereka serentak memelas.

Ya udah, habis misa besok kita latihan lagi sekarang sampai disini dulu”, ujar Bu Wid.

nanti kalo pada KO bisa gawat kita, jaga kesehatan jangan makan goreng-gorengan. “, ujar Sugeng sambil memegang tongkat pemapah badannya.

Latihan hari itu akhirnya berakhir, terdengar nafas-nafas lega dari para penyanyi-penyanyi itu dan mereka berhamuran keluar dari ruangan ber AC. Namun di dalam ruangan itu ternyata masih menyisakan beberapa orang yang masih ingin berlatih ataupun hanya sekedar berbincang. Salah satunya Vian, ada apakaah sang anggota baru itu masih betah di ruangan ber AC itu ? Dia tampak berbicang dengan sang pelatih dan senior-seniornya. Vian ternyata sedang berguru sebuah mazmur dengan Bu Wid, Ima, dan Sugeng.

Ajarin sebentar dong, mbak, besok saya yang diamanahin jadi pemazmurnya nih “, pinta Vian yang masih menyimpan keraguan untuk membawakan mazmur esok hari.

Cieee.. kakakmu kok nggak ikutan ?”, Tanya Ima.

udah sibuk dia, sering keluar Kota, jadi nggak sempet “, jawab Vian.

wah sibuk keluar kota terus nih, Jona”, ujar Sugeng.

iya mas”, jawab Vian.

oalah adik’e Jona to ?”, Bu Wid heran dan Vian hanya menjawab dengan senyuman.

piye..piye.. mana yang bingung coba nyanyiin dulu nanti kalo ada yang meleot dibenerin”, ujar Bu Wid.

Tuhan mendengarkan Doa orang beriman”,

Vian menyanyikan bagian refren mazmur dan beberapa baitnya. Sesat Sugeng menghentikan nyanyian Vian dan membetulkan nada yang seharusnya. Hari itu Vian benar-benar ekstensi untuk mempersiapkan penampilannya diatas mimbar esok hari. Sebuah lagu yang harus dinayainkan solis pun tak lupa dilatih agar besok walaupun nervous masih tetap nggak meleset nadanya, itulah anggapan Vian.

udah sip kok, yan,”, ujar Ima.

Besok tugas yang jam berapa?”, Tanya Bu Wid.

minggu sore jam 6 “, jawab Vian.

Setelah merasa puas dengan latihan eksklusifnya, dengan 3 pelatih sekaligus, Vian pun meninggalkan mereka dan segera melesat pulang ke rumahnya. Sementara Ima, Bu Wid, dan Sugeng masih bersua tentang Seraphine Voice yang mewakili Paroki dalam ajang Festival Paduan Suara Gerejawi padahal wajah lelah mereka semakin jelas terlukis.




Pemazmur Dadakan

Berbalut baju terusan putih dan bertelanjang kaki, 2 misdinar meninggalkan Sangkristi. Mereka berjalan lalu berlutut di depan altar dan menyalakan lilin di kanan dan kiri altar, sebagi tanda bahwa perayaan ekaristi akan segera dimulai. Kaki-kaki mungil yang beranjak remaja ini tampak luwes nan hati-hati ketika berada di tempat yang kan di persembahkannya MIsa Kudus. Siena yang pecicilan tampak berhati-hati menyulutkan api pada lilin, kemudian mereka kembali ke sangkristi untuk bersama-sama dengan pelayan Sabda lainnya memasuki Gereja menuju Altar. Sesaat Sebuah lagu pembuka mengiringi barisan Pelayan Sabda dalam Perayaan Ekaristi minggu pagii itu. Pelayan sabda yang membentuk 2 berbanjar kebelakang, Siena dan Dilla menempati barisan paling depan karena badan mereka yang paling mungil di antara para Pelayan sabda lainnya disusul teman-teman misdinarnya, 2 orang lektor, para prodiakon, biarawan, dan pada barisan akhir seorang Romo ‘ londo’ alias berwajah indo. Mereka berjlan menuju altar. Dan Perayaan Ekaristi pun dimulai.

Setelah di awal pembukaan dengan doa pembukaan dan pengakuan tobat,sampailah pada bacaan-bacaan kitab suci, Lauren membawakan bacaan kitab suci pada bagian pertama dengan suara serak-seraknya maklum karena musim flu, demam, dan radang tenggorokan sedang mewabah. Meskipun serak-serak, namunLauren dapat mewartakan bacaan kitab suci itu dan dapat terdengar dengan baik.

Demikianlah Sabda Tuhan”, seru Lauren yang menutup bacaan kitab suci bagian pertama

Syukur kepada Allah”, dan umat menjawab.

Setelah bacaan pertama selesai di bacakan oleh sang lektris suasna terdiam dan terhenti karena seharusnya ada seorang pemazmur yang bergantian berdiri diatas podium untuk melantunkan sebuah mazmur tanggapan. Beberapa menit suasana misa terdiam sejenak karena tidak ada pemazmur atau siapapaun yang membawakan mazmur. Tiba-tiba dari barisan berbaju putih dan bertelanjang kaki, seorang misdinar kecil memberanikan diri melangkah menuju mimbar dan membawakan mazmur tanggapan,

Hendaklah Langit Bersuka cita dan Bumi bersorak sorai, dihadapan wajah Tuhan Karena Dia sudah datang “

terdengar refren di bawakan oleh seorang Misdinar yang telah menyalakan lilin tadi. Kemudian umat mengikuti untuk menyanyikan refren mazmur itu. Siena sang misdinar cilik yang akan beranjak remaja itu melantunkan mazmur tanggapan. Siena tampak hafal dengan mazmur itu sehingga meskipun nada-nadanya sedikit meleset dia tetap saja tenang membawaknnya. Senyum lebar terlukis dari wajah Romo Yos yang memimpin Perayaan Ekaristi itu dan sesekali Romo Yos membantu Siena melantunkan bagian tiap bait mzmur itu. Terdengar seperti sedang berdue mazmur antar Siena dan Romo Yos.

MIsa Selesai, Ruang Sangkristi

Wah Siena, Good !”, puji Romo Yos.

hafal ya kamu?”, Tanya Romo Yos.

waktu itu pernah nyanyiiin buat lomba mazmur “,ujarnya polos dan Romo Yos hanya menacungkan 2 jempolnya pada Siena sebagai bentuk kekagumannya atas keberanian Siena tadi.

tadi kok misdinarnya yang jadi mazmur, emang yang mazmur nggak ada ya ?”, ungkap seorang umat.

Gara-gara koornya nggak ada tuh, tapi anak kecil tadi bagus juga lo suaranya, beani lagi “, jawab temannya.

Dek, kok tiba-tiba maju?”, Tanya Pury.

Habis jadi diem gitu, aku baca, lagunya pernah aku nyanyiin ya udah maju aja deh “, jawab Siena.

Sang mama yang berada bersamanya hanya tersenyum.

Misdinar cilik yang beranjak remaja itu mendadak menjadi pemazmur ketika mamzur itu tidak di lantunkan oleh sang pemazmur. Meskipun hanya hafal refrennya dan sedikit- melset nada pada bagian baitnya Siena membawakannya dengan baik. Gadis cilik yang baru duduk di kelas 1 SMP ini menjadi tidak asing saat membawakan mazmur tersebut, karena dia pernah mengikuti lomba mazmur yang diadakan di gereja dan pada saat itu Siena membawakan mazmur yang sama. Hal itu membuat mata yang melihat dan telinga yang mendnegarnya kaget dan kagum. Ternyata mazmur itu masih terngiang di kepala sang misdinar cilik sehingga dia dapat melantunkannya saat dibutuhkan.

Suara paduan 4 suara terdengar memenuhi ruangan ber AC yang dipenuhi pula oleh alat-alat musik dan tentunya para pelaku musiknya. Suara sopran yang memulai untuk melambungkan sebuah pujian disusul oleh suara berat dari para wanita alto dan kedua kelompok suara lelaki tenor dan bass. Tangan gemulai dari mbak Ima, sang dirigen meliuk mengarahkan dinamika, ketukan dan harmonisasi nada. Sementara Bu Wid pun tidak kalah gemulainya memainkan jemari di atas tuts organ sambil terus memfokuskan pendneganrannya paada suara-suara kaum muda asuhannya. Suanana latihan paduan suara untuk persiapan Fesparawi semakin lebih mantab.

Ok break dulu 15 menit, habis ini kita lanjut ke lagu pilihannya “, ujar Bu Wid saat bait terakhir terhenti.

Moriss katanya nggak boleh ikut ya, mbak ?”, Tanya Rika.

bukan nggak boleh dia telat juga sih tau infonya, jarang latihan juga “, ujar Ima.

???”, Rika tampak heran.

kita latihan udah banyak dia baru mau ikut nanti kan malah ngacau lagi itu alasannya bukan nggak mau ikut, lagian nggak enak sama yang lain. “, ujar Ima.

Van, Moriss juga anak Servoce ?, Tanya Vian.

iya, lu kenal ?’, Tanya Evan.

Vian terdiam sejenak namun kemudian kepalanya menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Evan.

iya dia anak service tapi lathannya suka menclak menclok jadi nggak diijinin tugas buat lomba “, sahut Dian yang tiba-tiba sudah nimbrung disebelah Vian.

Ooo..”, jawaban singkat dari Vian.

Eh, gue mau ijin pulang duluan, boleh nggak ya ?”, Tanya Vian.

emang kenapa, mau malem mingguan ya?”, ledek Dian.

ada latihan koor di lingkungan buat tugas besok”, ujar Vian.

bilang Bu Wid aja, lagian boleh lah kita latihan udah hampir 2 jam gue juga pengen balik nih “, ujar Evan.

halah lu kan emang mau siap-siap melem mingguan kan “, ledek Dian.

yee..”, balas Evan.

Bilang aja sana “, suruh Dian.

Vian pun beranjak ke tempat Bu Wid yang sedang berbincang dengan Ima dan seorang anggota koor. Sementara Evan, Dian , dan bertambah satu lagi personil bercuap-cuap, Letha semakin asik memanfatkan waktu istirahat untuk bericara hal-hal seru seputar anak muda dan dunianya.

Dia tuh temen lu ya, Van?”, Tanya Dian.

hey hey siapa dia ?”, Tanya Letha.

tuh “, ujar Dian sambil menunjukkan siapa yang dimaksud dengan menggunakan mulutnya yang di’monyong’ kan.

iye kenapa ?’, Tanya Evan.

naksir ya ??”, Letha langsung to the point dan sontak wajah Dian memerah sehingga membuat kedua temannya itu semkain seru meledek dan bergosip ria dan suara tawa jail keluar dari mulut-mulut riang para penyanyi koor yang kelelhan bernyanyi.

iya ya suka ya”, duga Evan.

nggak..nggak.. “, sangkal Dian.

hayo iya kan hayo “, desak Letha.

gue nayan aja kali, kok dia baru ikutan sekarang gitu yee”, jelas Dian.

nah yaa kenapa baru ikut dari sekarang berarti ngarep kenaa nggak dari dulu kan maksud lu “, duga Letha yang semakin jail untuk meledek dian yang wajahnya semkain memerah. Suara berisik-berisik ceria dari 3 dara itu menyambar kepada personil yang lain hingga sampai pada telinga Ima. Kehebohan semakin menjadi ketika Vian meninggalkan ruangan ber AC itu untuk pulang duluan hari itu suasana latihan yang tampak melleahkan seakan sejenak menghilang terganti dengan gossip ceria dari para anggota Seraphine Voice.

ciee Dian…”, lledekan demi ledekan terlempar pada Dian.

Oh.. aku tahu mbak pantesan tadi pas aku lagi ngomong sama Vian tiba-tiba ikut nimbrung “, Evan semakin jail meledeknya.

Ah apaan sih emang pengen ikutan ngobrol, nggak boleh apa ?”, ujar Dian memelas.

oalah, pantesan barisnya di belakang deket bass “, Bu Wid pun ikut melemparkan ledekan ceria pada Dian. Vian si anak baru mendadak menjadi bahan guyonan para teman-temannya untuk menghilangkan kelelahan.

 


Mazmur Pertama (Perdana)

Ayo Mas Vian, jangan salah nadanya “, ledek Jona dengan mengikuti logat si bapak pelatih koor lingkungan.

berisik lu, kak, gue nervous nih, lu yang bawa mobil ya gue mau latihan lagi nih “, ujar Vian sambil menyiapkan partitur-partitur untuk tugas koor nanti.

Weeh kenapa gue yang jadi supirnya ?”, protes Jona.

Gue mau latihan lagi nih, nervous gue atau lu mau gantiin gue jadi pemazmurnya ?”, Vian cari aman.

Sori masa gue jadi pemazmur udah lewat gentian gentian, udahlah mantep aje lagian salah dikit umat juga nggak tahu “, ujar Jona.

ah ngaco lu ah, nih pokoknya lu yang bawa mobil”, Vian segera menyerahkan kunci mobilnya kepada sang kakak.

Bersama kedua orang tuanya, sang kakak dan sang adik, Vian melesat menuju gereja. Misa minggu sore ini Vian akan membawakan mazmurnya yang pertaama. Sepanjang perjalanan, Vian ber-huming dan sesekali melantunkan bait-bait mazmur antar bacaan yang akan dia bawakan.

Vian harus terpisah dari kelompok bapak-bapak dan ibu-ibu yang akan memeprsembahkan suaranya pada misa kudus sore itu. Badannya yang berisi dan sedikit tembem, berbalut pakaian putih dan dia bersejajar memasuki gereja bersama pelayan sabda lainnya. Inilah pertama kalinya Vian berada di depan altar untuk membawakan sebuah mazmur tanggapan dan bait penginjil. Terdengar suara lektris yang begitu jernih mewartakan bacaan kitab suci.

Demikianlah sabda Tuhan “, kalimat penutup ayat-ayat kitab suci dibacakan oleh sang lektris dan umat pun menjawab,

Syukur kepada Allah”.

Beberapa detik setelah Lektris mengucapkan kalimat penutup, Vian semakin mendekati waktunya untuk melantunkan mazmur yang sudah beberapa kali dia latih bersama koornya bahkan sampai detik-detik terakhir pun Vian mencoba berhuming pelan. Wajah groginya masih terlukis disana. Beberapa kali Vian menarik nafas agar ketika dia melantukan mazmur itu grogi-nya tidak mengganggu suaranya.

fiuuuhhh…”, Vian mencoba mengeluarkan nafas groginya, dan..

Tuhan Mendengarkan Doa Orang Beriman. “

Dengan rasa groginya Vian pun melantunkan refren dari mazmur itu kemudian semua umat pun melantunkan seperti yang dia lantunkan. Vian kembali melantunkan tiap-tiap bait dari mazmur tanggapan itu. 4 bait berhasil dia lantunkan dengan suara basnya dibalut alunan fibrasi dan falsetto. Meskipun rasa groginya yang tidak sepenuhnya hilang namun Vian dapat melantunkan mazmurnya. Kelegaan terpancar dari wajah campuran jawa orientalnya, sehingga bait penginjil dapat dia lantunkan dengan lebih baik. Hari itu Vian merasakan untuk yang pertama kalinya menjadi seorang pemazmur, menjadi pelayan sabada lewat lantunan mamzur. Dan dari deretan umat Jona, sang kakak tampak kagum dengan lantunan mamzur yang dibawakan oleh Vian. Tidak lepas dari sebuah mazmur. Bapak Pelatih koornya pun sangat kagum atas apa yang telah Vian lantunkan.





Berpadu dalam Pujian

Jari lentik Siena tampak bermain diatas tuts piano hitam yang berdiri kokoh di ruang keluarga. Sebuah lagu klasik sedang dia dentingkan. Sudah hampir 1 jam Siena terduduk di depan piano hitamnya itu. Barisan tangga nada sudah dijelajahinya. Raut bosan pun terluap keluar, Siena mengganti lantunan nada dari pianonya. Lagu-lagu klasik yang sebelumnya terdengar berganti dengan lagu-lagu pop dan sesekali Siena mencoba melantunkan lagu-lagu pujian.

Suara langkah kaki lembut terdengar menghampiri Siena. Namun Siena tetap pada permainan jemarinya diatas tuts. Setelah dentingan terakhir terdengar, barulah sosok yang menghampirinya bersuara,

Dek, koor misdinar siapa yang ngiringin ? “, Tanya Mama.

nggak tau belum latihan, nanti sore baru ada pertemuannya”, jawab Siena.

nanti sore pertemuannya ?”, Tanya Mama.

Iya, katanya mau sekalian latihan misdinar buat Perayaan Ulang Tahun Paroki”, jawab Siena.

pas misa besar itu kan justru misdinar tugas koor, Dek emang kamu tugas misdinar juga ?”, tiba-tiba Pury menyahut dari tempatnya berada, didepan tv 29 inchi, sedang menikmati sebuah reality show luar ngeri.

Kakak sok tahu”, ujar Siena.

misa besar kan yang tugas koor gabungan misdinar, SBI, mudika, latihannya nanti “, ujar Pury.

terus yang tugas misdinar siapa dong kalo semua misdinarnya ikut koor “, terloncat pertanyaan polosnya. Pury terdiam dan tak mampu membalas ucapan sang adik.

hmm..”, ucap Siena yang kemudian kembali mendentigkan tuts-tuts pianonya.

nanti coba Tanya ada sama Kak Marcel, misdinarnya gimana?”, ucap Mama yang tengah membereskan meja makan.

Pertemuan Misdinar

Seluruh anggota misdinar mulai dari yang paling muda sampai yang sudah ‘sepuh’ alias sudah berusia kepala 2 duduk melingkar untuk membicarakan rencana tugas pelayananya mendatang. Marcel selaku koordinator terlihat banyak berucap untuk tugas pelayanan mendatang.

teman-teman karena kita akan mengadakan misa syukur ulang tahun Paroki jadi kita akan membelah diri”, ujarnya.

membelah diri? Maksudnya, cel ?”, Yoyo bingung

Misdinar ternyata juga dapet tugas koor , jadi nggak mungkin kan kalo semua misdinar koor, ntar nggak ada yang tugas lagi, nah, jadi kita membelah diri sebagian yang nggak tugas misa beralih untuk tugas koor”, ujar Marcel.

Lagian tugas koornya juga gabungan kok jadi nggak mungkin semua bisa ikut koornya kan”, ujar Icha.

gue udah bikin nih siapa-siapa yang tugas misa, jadi yang nggak tugas ikut koor ya, atau kalo yang udah ditugasin misa mau tugas koor, tukeran aja gimana, nih dibagiin dulu biar bisa liat jadwalnya latihan “, ujar Marcel sambil menyerahkan berlembar-lembar informasi tentang tugas misa mendatang.

Kak marcel kak marcel, ini yang tugas kayaknya tua-tua semua nih “, ujar Benni yang meledek Marcel.

Lu yang paling tua kakayaknya Ben, hahahaa”, ujar Marcel.

ada yang mau tukeran nggak?”, Tanya Marcel.

Para misdinar masih tampak membaca edaran yang diberikan Marcel. Beberapa menit berlallu tidak tampak ada yang mau tukar posisi.

nggak ada niihh yang mau tukeran?”, Marcel memastikan kembali dan mereka tampak setuju dengan tugas nya.

nah yang nggak tugas misa ikut tugas koor gabuangan ya, karena pas misa besar koornya gabuangan anak-anak misdinar, SBI, sama mudika”, ujar Marcel.

Cel, Mbak Dira Mintanya misdinar 15 orang buat koor “, bisik Icha dengan menunjukkan isi sms dari seseorang.

Perwakilan dari misdinar ternyata diminta 15 orang nah, siapa aja nih yang bisa?”

Mereka tampak celingak-celinguk.

Sie, ikut yuk, kita kan nggak ikut tugas misa”, ajak Dilla.

Latihannya kapan kak?”, Tanya seorang misdinar.

kapan sih cha, latihannya?’ Tanya Marcel pada Icha yang duduk di samping kanannya.

jam 6 sore nanti “, jawab icha.

nanti jam 6 ayo siapa aja nih yang bisa ?”, Tanya Marcel lagi.

Sie, kamu ikut aja kemarin kan suara kamu bagus tuh “, ujar Icha.

Sie, ikut yuk “, ajak Dilla lagi.

Iya ih kalo kamu ikut aku ikut deh Sie “, ujar joan.

yaudah, aku ikut “, jawab Siena.

Marcel tampak mencatat siapa saja yang akan tugas koor gabungan itu. Sebanyak 15 anggota misdinar bergabung dengan SBI, dan kelompok paduan Suara Gereja “Seraphien Voice” untuk tugas koor dalam rangka mengiringi misa syukur Ulang Tahun Paroki.

Dira dan Ima tampak berseliweran kesana kemari untuk mengurus latihan koor gabungan untuk mengisi misa ulang tahun Paroki. Berlembar-lembar partitur tertumpuk di meja sekretariat Pastoran. Tupukan puji syukur dan 3 buah buku mazmur juga tergeletak disana. Romo Yos, romo londo-jowo alias romo bule yang medhok logat semarangnya, memperhatikan suasananpastoran yang sedikit ramai.

Wah, kertasnya banyak banget kanggo opo ?”, Tanya Romo Yos pada beberapa orang yang ada disekitarnya.

Ibu-ibu cantik mau ngelatih koor, romo, ayo ikut sekalian “, ajak Sugeng.

Ibu-ibu ? “,Dira heran.

lha wong sing sibuk koyo ibu-ibu kabeh to “ ujar Sugeng.

Nyindir critane ?”, ujar Dira.

Aku nggak loh mbak “, sahut Ima. Meringis.

Romo, ikut nyanyi yo . “, ajak Ima.

latihan dimana, kok partiturne banyak men ?”, Romo Yos tampak heran melihat tumpukan partitur, buku puji syukur, dan beberapa map hitam.

di Kapel Bawah, habis ruang musiknya nggak muat, mo “, jawab Ima.

oo.. koor gabungaan, yo wis tak kesana deh. “, ujar Romo Yos yang kemudian mleangkah menuju Kapel tempat latihan koor.

Suasana Kapel St Antonius Padua masih tampak lengah belum banyak anggota koor yang datang, namun peralatan dan perlengkapan untuk memadukan suara telah tergeletak disana. Sebuah Organ yang akan mengiringi para penyanyi telah berdidi tegak dan sedang dilantunkan oleh seorang wanita berusia senja. Jemarinya menari diatas tuts organ sembari menunggu para penyanyi-penyanyi yang akan memadukan suaranya.

Halo tante “, sapa Siena yang baru saja memasuki ruangan besar itu bersama teman-temannya pada wanita yang sedang duduk di depan organ.

yang lain mana ?”, tanyanya.

Wah aku nggak tahu, ini misdinar semua”, jawab Susan

katanya gabungan kan ?”, Tanya Dilla.

Ima dan Dira memasuki ruangan itu. Mereka tampak repot membawa partitur-partitur dan buku lainnya yang akan digunakan untuk latihan koor. Berlembar-lembar partitur disusunnya berdasarkan urutan lagu-lagu yang akan dinyanyikan.

Bu Wid, kita jadi pake pemazmur 3 orang diambil dari tiap bagian aja apa gimana ?”, ujar Mbak Dira sang guru sekolah minggu itu kepada wanita yang terduduk didepan organ itu.

Piye..piye..??”, Bu Wid tampak bingung dengan perkataan Dira.

jadi make 3 pemazmur untuk bawain mazmur, kayak yang kemarin itu “, ujar Dira memperjelas.

Oalah… boleh juga tapi sopo yo ?”, ujar Bu Wid.

Di liat sik . “, ujarnya lagi.

dari SBI 1 dari mizmdinar 1 dari mudika 1, piye, Bu ?”, Tanya Dira.

nanti pas latihan dilihat dulu “, ujar Bu Wid.

Suasanan kapel St Antonius semakin ramai. Anak-anak, para reama, dan mudika yang telah hadir siap untuk berlatih melantunkan lagu-lagu pujian. Bu Wid dan Dira yang melatih mereka untuk memadukan suara-suara riang nan merdu untuk dipersembahkan pada Misa Perayaan Ulang Tahun Paroki ke 17. Denis melambaikan tangannya untuk mengarahkan para penyanyi pada dinamika lagu yang benar. Sementara Tarra, anggota kelompok Seraphine Voice Choir yang mengiringi para penyanyi dengan dentingan organnya. 3 lagu pujian telah dilantunkan oleh koor gabungan itu. Ternyata tidak mudah untuk menyatukan suara dari kalangan anak-anak yang beranjak remaja, remaja yang beranjak dewasa, sampai pada dewasa yang beranjak tua. Bu Wid, sang pelatih cukup mahir untuk menggembleng sehingga mampu menyatukan suara dari berbagai generasi itu. Sesekali Ima, pemilik suara merdu itu pun membantu dalam mengarahkan ketepatan nada-nada yang dilantunkan.

sabtu sama minggu depan kita latihan lagi ya “, ujar Dira kepada anggota koor.

Dir, pemazmure sopo wae dadine?”, Tanya Sugeng.

Sesuk waelah, mas, anak-anak’e wis bubuar “, jawab Dira.

Bu, kita jadi pake konsep 3 pemazmur to ?”, Tanya Dira.

iya to, katanya mau beda dari biasanya,, nggak papa to ?”, ujar Bu Wid.

Aku udah bilang sih sama Romo , nggak apa-apa sing penting kan bisa meriahke suasana “, ujar Dira.

Aku pulang duluan ya, badanku nggak enak nih “, pamit Ima.

Ma, sesuk piye dadi to ?”, Tanya Sugeng.

Nggak tau, Mas, nanti aku hubungin deh, Bu, aku kayaknya ndak bisa ikut ke KAJ “, ujar Ima.

Yo wis nggak pa-pa, besok koyone batal”, ujar Bu Wid. Dan Ima pun berpisah dari mereka yang masih membicarakan tentang tugas koor misa Ulang Tahun Paroki.

Pemazmurnya siapa ya ?”, ujar Sugeng.

Geng, anak Servoce yang baru itu siapa namanya?”, Tanya Bu Wid.

Anak baru sing pundi to, Bu ?”, Tanya Mas Sugeng.

Adine Jona, yang kemarin minta dilatih mazmur?”, ternyata ingatan Bu Wid seminggu yang lalu masih ampuh juga. Ya meskipun Bu Wid sudah berusia berkepala 6 tetapi masih kuat untuk mengingat dan menggembleng siapa saja yang mau bernyanyi.

Oo.. Vian “, jawab Sugeng.

Vian sopo, Mas ?”, tanya Dira.

dia bisa tuh jadi pemazmur “, ujar Sugeng.

Anak’e mau ndak?”, tanya Dira.

diminta waelah, wong suarane apik yo pasti ra ngisin-ngisini, nggih to bu ?”, ujar Sugeng pede.

pas latihan di coba aja, eh ya ampun, aku duluan yo, “, ujar Bu Wid yang tampak terburu-buru setelah dia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya.

Aku juga mau pulang, Mas Aku nebeng ya heheh”, pinta Dira sambil meringis.

Yo wis, Bu Wid sama siapa, mau bareng juga?”, ujar Sugeng.

Aku dijemput anakku, lah ini udah di telepon, ya Mama udah selelsai kok tunggu ya “, jawabnya sambil menerima telepon dari anaknya.dan kemudian Bu Wid menghilang dari 2 muda-mudi yang beranjak tua itu. Dira dan Sugeng masih membereskan peralatan dan beberapa barang untuk keperluan tugas koor




Sang Tiga Pemazmur

Latihan Koor menjelang hari H

Seluruh anggota koor yang akan bertugas untuk hari minggu besok berkumpul di dalam Gereja St. Barnabas, gereja dengan arsitektur dengan nuansa etnis ini tampak apik dan megah. Dekorasi altar yang sederhana namun tampak elegan terlukis disana. Lampu-lampu yang menyala dengan redup dan suara-suara paduan dari para penyanyi itu menggema. Beberapa orang tengah mempersiapkan sounsystem, dan lighting agar esok hari tampak menarik. Dari luar gereja tampak beberapa orang membawa berapa alat musik untuk ditempatnya dekat dengan tempat duduk koor.

Koor gabungan yang akan bertugas esok hari tampak telah siap untuk mempersembahkan lantunan-lantuanan pujian. Dengan tangan dingin Bu Wid, suara anak-anak SBI, remaja, dan remaja yang beranjak dewasa pun bisa dipadu dengan baik sehingga terdengar menjadi perpaduan suara yang menyatu dan terdengar apik. 3 orang pemazmur pun tengah berlatih melantunkan mazmur tanggapan dan bait penginjil yang akan dibawakan secara bergantian. Bu Wid dan teman-teman koor gabungan itu mempercayakan mazmur-mazmur yang dilantunkan kepada Ima, Siena, dan Vian.

Pagi-pagi Buta panitia perayaan Ulang tahun Paroki ke 17 tengah sibuk mempersiapakan misa yang akan dilangsungkan beberapa jam kemudian. Sugeng yang membantu Bu Wid untuk urusan koor tengah memeriksa kelengkapan atribut yang akan digunakan para panyanyi nanti. Map hitam dengan berbagai partitur telah siap untuk dinyanyikan. Mikrofon-mikrofon telah berdiri anggun untuk menyuarakan suara dari para penyanyi. Sugeng pun sesekali mendentingkan organ sembari mengecek kejernihan suara.

Di Kapel St Antonius, yang mampu memuat 200 orang itu, para pengisi koor di gembleng lagi untuk latihan pernafasan dan menyuarakan beberapa lagu yang masih dirasa kurang oleh Bu Wid. 3 pemazmur pun tampak berlatih terpisah dari koor. Dengan suara mudanya yang merdu Siena memulai mazmur pada bagian refren yang kemudian akan diiukti oleh umat. Kemudian secara bergantian Siena, Ima, dan Vian melantunkan tiap baitnya.

Detik-detik mnejelang misa, seluruh petugas liturgi dan pelayan sabda berkumpul di dalam sangkristi untuk bersama mempersiapkan batin dalam Perayaan Ekaristi. Lonceng Gereja pun berbunyi, Petugas Liturgi sebagai pelayan Sabda pun telah berjejer membentuk 2 barisan panjang, diawali dengan 10 penari cilik yang berbalut kostum nan cantik bak malaikat kecil yang lincah, membawakan tarian riangnya kemudian disusul 4 penari belia yang membawakan tarian kontemporernya, dan disusul barisan para misdinar yang berada di belakang mereka bersama 2 lektris, 3 pemazmur, para prodiakon dan Para Romo yang akan memimpin Perayaan Ekaristi. Mereka semua berjalan memasuki gereja untuk menuju altar.

Tiga pemazmur; Siena, Vian, dan Ima yang berbalut pakain putih, duduk terpisah dari koor. Mereka siap untuk melantunkan mazmur tanggapan setelah bacaan kitab suci di wartakan oleh lektris. Lauren salah satu lektris, tengah mewartakan bacaan kitab suci dengan intonasi yang terdengar renyah dan apik sehingga membuat umat pun terenyuh di dalamnya. Mendekati kalimat terakhir ketiga pemazmur telah siap untuk mengkumandangkan mazmurnya.

Demikianlah Sabda Tuhan. “, terdengar Lauren menyuarakan kalimat penutup dan umat pun menjawab,

Syukur Kepada Allah “.

Bacaan kitab Suci pun telah di wartakan oleh sang lektris dan 3 pemazmur akhirnya melantunkan sebuah Mazmur, sebagai tanda pujian dan syukur atas pewartaan. Siena, sang misdinar muda, melantunkan bait refren untuk mengiringi umat agar bisa ikut bernyanyi. Dengan suara messosopranonya, terdengarlah,

Utuslah RohMu Ya Tuhan dan Jadi Baru Seluruh Muda Bumi”

Umat pun ikut melantunkan madah mazmur itu bersama dengan Siena dan tibalah Ima membawakan bait yang pertaama. Dengan suara messosopran juga tetapi lebih mengacu pada suara sopran, terdegarlah, lantunan merdu berbalut fibratto sebuah bait mazmur,

Allahku NamaMu Hendak ku Puji Engkau Amat Agung Berdandan Sinar Kebesaran.

Kemudian umat pun melantunkan kembali bagaian refrennya. Selanjutnya Vian melanjutkan pada bait yang kedua dengan suara bassnya,

Ya Tuhan Berselubungkan Cahaya Bagai Jubah Raja Langit Kau Pasang Bagai Kemah. “

Dan setelah umat melantunkan refrnnya, bait ketiga dari mazmur tersebut 3 pemazmur bersatu melantunkan baitnya dengan paduan yang sangat apik,

Firmanmu Disampaikan oleh Angin, Api yang Berkobar Tunduk PadaMu bagai Hamba”

Ketiga pemazmur membawakan bait-baitnya dengan sangat apik dan merdu, meskipun menyuarakan dengan suara yang berbeda tetapi suara mereka tetap menyatu indah. Pada bait penginjil pun Siena sang pemazmur cilik, mampu membawakannya dengan merdu tanpa 1 kata atau nada pun yang salah. Dan kini mereka kembali berpadu bersama para penyanyi lainnya melantunkan lagu-lagu pujian yang telah menjadi pilihan untuk mempersembahkan syukur atas segala berkat terutama untuk perayaan Ulang Paroki. Ima yang membawakan lagu “Panis Angelicus” berduet dengan Sugeng membuat umat jatuh terkagum. Bagaimana tidak suara soprano yang berbalut fibratto berpadu dengan suara tenor yang juga menggema di dalam gereja, pasti membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi merinding dan takjup, serasa menonton konser seriosa. Ketika Vian bersama Siena, sang misdinar cilik berduet membawakan Lagu “Kasih” dibagian awal, membuat seluruh umat pun ikut melantunkan pujian itu.

Para pemazmur yang mempersembahkan suara merdunya untuk mengiringi pewartaan Karya keselamatan Tuhan dengan mazmur-mazmur merdu nan apik menjadikan keteduhan bagi setiap telinga yang mendengarnya.


NNN



By : me, August 2010 (Edited : August, 7th 2010)

Inspired by : My Lord Jesus, Mother Mary, My Church-St Barnabas, & Para Pemazmur

Dedicate to : My Lord Jesus, Mother Mary, My Church St. Barnabas, Para Pelatih Vokal dan Paduan Suara (Mami Ima, Bu Widyastuti, Pak Sugeng), Kakak-kakaku di Vox Unita Choir, sobat-sobat di Vox Alberty Choir, dan semua para pemazmur yang dengan merdu melantunkan mazmur pujian.