Friday, May 21, 2010

Hanya dalam Dongengku

Aku tidak sadar dan akhirnya tercengang karena adanya kamu

Entah waktunya siang, malam, pagi atau petang yang pasti dalam sebuah bingkai bergerak aku dan kamu sedang berjalan beriringan. Terdengar tuturmu yang sangat tak lazim kudengar, kau bertutur manja padaku. Kau menuturkan permintaan sederhananmu untukku. Kau memintaku berjalan beriringan bersamamu untuk mencari mediamu. Aku tak bisa menolak itu. Si kembar kaki ini setia beriringan dengan si kembar kakimu. Tak lama kau telah meraihnya, kau tersenyum sumringah layaknya seorang bocah mendapatkan lollipop dalan ukuran “extra big, wooow !”. kau terlihat begitu jatuh hati padanya melebihi aku, tetapi aku pun tak bisa dan tak punya rasa untuk cemburu padanya. Kau kembali menuturkan permintaan sederhana dengan tuturmu yang tak lazim itu, kau meminta aku pun menjaganya dan mencintainya seperti kau mencintanya layaknya itu adalah aku dalam wujud berbeda.

Aku, Kamu, dan Dia

‘Aku, Kamu, dan Dia’ bukanlah sebuah lirik dari sebuah tembang namun ya begitulah, ada aku, kamu dan dia. Saat itu Dia terdampar dan menguasai rasaku. Dia yang membuatku jatuh terkapar dalam sebuah cinta. Dia yang membuatku lelah karena mengalah, namun dia yang saat itu membuatku mampu membentuk bibir ini menjadi bentuk mangkok yang siap diisi permen-permen manis. Tapi dia pun yang membuatku gerah karena sikapnya padamu. Dia tidak mau kau mengambil alih rasaku. Saat aku dan kamu tengah bergulat dengan tuntutan tugas, dia menusuk tajam padamu dengan pandangannya, aku pun menjadi bungkam. Dia bak elang yang akan menerkammu jika kau benar-benar membuatku luluh lantak dan lari darinya. Dia Nampak sedang diliputi awan mendung yang sangat tebal sehingga tak mampu lagi melihat pelangi, tak mampu lagi memahami sebuah tuntutan yang harus aku dan kamu selesaikan. Tapi sesaat aku pun mampu mengalihkannya karena tuntutan yang sedang aku dan kamu hadapi. Saat dia tiba-tiba ingin beralih dariku karena muramnya, kau seperti tersadar bahwa dia menaruh rasa tak sedap sehingga rasa bersalah pun mencuat dari benakmu.

Kita Berada di bawah Sebuah Payung

Aku terlonjak heran lagi karena ini… aku dan kamu berjalan beriringan dan kita berada dibawah sebuah payung kehidupan yang tak terpisahkan dan hanya maut yang memisahkan. Aku dan kamu tampak sedang menikmati kehidupan baru. Di sana hanya ada aku dan kamu dan sebuah payung kehidupan kita yang selalu menutupi kepala kita dari hujan dan panas. Aku dan kamu telah terikat dalam sebuah ikatan batin seumur hidup untuk saling mengisi dan melengkapi yang disahkan oleh Sang Bapa.

Aku, Kamu, dan Si kembar

Hmm.. kali ini kamu lagi yang hadir… Kamu semakin tampak bersamaku dalam sebuah payung kehidupan. Tapi kali ini tidak hanya ada aku dan kamu. Di sana ada aku, kamu, dan si kembar. Terdengar tawa ceria dan rengekkan manis dari si kembar. Si kembar membuat payung ini menjadi lebih berwarna. Kamu tampak berbeda dibandingkan sebelum-sebelumnya dan aku pun demikian. Salah satu dari si kembar kita menunjukkan gelak tawa riangnya dan itu yang membuat keceriaan.

Kita saling memapah pada tempat yang salah

Rasa yang sama hadir dalam aku dan kamu. Tapi semua tak bisa tersalurkan karena batasan lain pun terpasang di hadapanku. Aku telah bersama dia yang lain. namun rasa yang jauh-jauh sebelumnya masih sedikit ada dalam aku. Di kala itu aku tengah mengkhawatirkan dia. Dia dalam kerentaan dan keringkihan raga. Dia membutuhkaku. Dalam keramaian dan keceriaan bersama dia dan mereka, kau hadir. Dikala aku sedang menikmati keceriaan itu entah bagaimana aku dan kamu saling melemparkan tatapan, senyuman, dan dorongan ingin bertutur. Dengan sebuah media ditanganmu, kamu membuat kami semua semakin ceria. Kamu menuntut kami untuk sejenak menjadi patung-patung ekspresif. Tapi karena ada suatu yang tak sedap terjadi di keramainan itu, membuat ragaku tumbang dan kau memapahku untuk kembali bersama dia dan mereka. Dan aku pun memapahmu agar kau pun tidak turut tumbang. Aku dan kamu saling memapah dan entah aku merasakan apa pada saat itu aku hnaya bisa tersenyum.

Bermian dengan si galau dan si mimpi

Sepert malam-malam sebelumnya, aku tidak bisa tertidur jika sebuah guratan tak tergores dalam mediaku. Dengan seluruh daya khayal, mimpi, dan harapan sedikit demi sedikit tergoreslah guratan-guratan itu. Ternyata si kembar mata sudah tak memilki daya untuk bekerja. Masuklah aku dalam dunia dongengku. Apa yang tertuliskan seperti nyata terjadi dalam dongeng mimpiku. Disana ada aku dan kamu ( lagi). Berselang beberapa jam sang mentari menyadarkanku kembali untuk kembali berkreasi pada dunia nyataku. Rasa taksedap menghampiriku karena kisah yang ku mainkan sendiri di dongeng mimpiku. Ingin rasanya ku menyelinap pergi meninggalkan jejak tetang kamu tapi entah kenapa hanya ada kamu di dalam folder pemikiranku. Bahkan aku berusaha untuk mengelaknya dan menolaknya dnegan segala teori, alasanku mengelak bahakan menolak itu semua karena sebenarnya aku dan kamu sama. Secara tidak sadar ada kesamaan yang justru munkin tidak akan menyatukan kita. Lagi-lagi aku harus merasakan rasa tak sedap ini, rasa galau yang kembali mencubit pusat rasa.

Kolaborasi yang apik sebagai pengiring tidurnya

Si cantik yang manja dan pintar harus terlelap sesuai waktunya. Aku tengah menemaninya dengan sebuah dongeng tidur. Aku dan si cantik berkelana dalam dongeng yang kubawakan ini. Tiba-tiba kamu menyusul kami, tak lupa kamu membawa media kesayanganmu. Secara perlahan dan lembut kamu gunkaan mediamu. Aku, kamu, dan si cantik pun berkelana dalam dongeng tidur. Si cantik begitu riang mendengar kolaborasi aku dan kamu yang memadukan media kita. Dan si cantik pun terlelap atas paduan yang kita persembahakan untuknya. Sesaat kulihat wajah polosnya sudah berkelana dalam dongeng mimpinya. Alunan nada kehidupan telah membawanya dalam tidurnya yang penuh dengan keceriaan. Dan akhirnya aku dan kamu pun menyusul si cantik kedalam dongeng mimpinya.


Ada dongeng di dalam dongeng, ada khayalan dalam khayalan, ada mimpi dalam mimpi, dan ada harapan dalam harapan

Khayaan, impian, harapan yang mencuat dalam dongeng-dongeng kehidupan mampu memberikan warna-warni dalam kanvas hidup meskipun warna itu terkadang biru bahkan hitam.

Sangat bersyukur masih dapat menciptakan guratan-guratan khayalan, mimpi, dan harapan dalam sebuah guratan tulisan pengiring tidur dan dalam tidur itu sendiri


By : me May 13th 2010, 23:32

Wednesday, May 12, 2010

Resital Bayangan

Sayup sayup aku mendengar petikan itu…

Sayup-sayup aku mendengar dentingan itu…

Sayup-sayup aku mendengar gesekkan itu…

Sayup-sayup aku mendengar tiupan itu…

Ya…

Aku mendengarnya sayup-sayup yang berarti tidak sepenuhnya ku bisa mendengarkan semua itu dengan jernih.

Aku bisa melihatnya pula satu demi satu para musisi mengeluarkan suara-suara itu memainkan gubahan-gubahan nada Namun lagi-lagi sayup-sayup

Tapi aku merasakannya dengar jernih semua yang terdengar, dan terlihat sayup-sayup itu

Tapi kali ini bisa kudengar, kulihat, dan ku rasa suara yang sanagt jernih bahkan nyaring,

dek ayo berangkat !”, teriak kakaku tersayang.

berangkat, mau kemana kita ?”

jangan bawel, temenin kakak ambil tiket buat resital mendatang “

Waahh..

Si kembar kaki tampak mantap berdiri dan segera melangkah menemani langkah kakaku tersayang bahkan si kembar tangan pun tampak menari girang mendengar teriakan kakakku tersayang.

Ohh tidak ??

maaf ternyata tinggal satu tiket, bagaimana ya ??

Hah tinggal satu ??! raut riang seperti tersembur debu seketika lukisan ekspresi wajah riang di sulap menjadi si manyun baik itu lukisan wajah ku dan kakaku tersayang

mau diambil atau.. ??’

tangan yang lembut seakan menjadi garang dan langsung menyambar selembar kertas tiket lunglai itu. Dan langkah mantab kami segera menghilang dari hadapan seorang pemberi undangan pertunjukan.

Tapi aku masih mampu untuk,

melihat resital musik itu secara sayup-sayup

mendengarnya secara sayup-sayup

bahkan merasakannya dengan bayangan, khayalan, dan harapan

aku bisa merasakan bagaimana petikan gitar yang menawan, dentingan piano yang riang, gesekkan biola yang terisak, dan tiupan flute yang teduh mengalun dan tampak apik terlihat.

Bagiku inilah resital bayangan dengan harapan dapat menikmati sebuah resital dengan telinga, mata, dan rasa yang dulu sejenak hilang

dek, kayaknya kita batal nonton kalau tiket Cuma 1”

loh kenapa kakak aja kalo gitu yang dateng”

salah satu dari kita nggak dateng berarti nggak dateng semua, itulah namanya adil “

tenang kita pasti akan melihat, mendengar, dan merasakan kembali

Petikan gitar yang menawan

Dentingan piano yang membuat hati riang

Gesekan biola yang sejenak membuat kita tersendu

Flute yang akan kembali meneduhkan kita saat kesenduan hadir”

Lukisan wajah yang sempat tersembur debu ‘ manyun’ kembali tertoreh keceriaan dan mampu membuat lukisan wajah lain pun dipenuhi keceriaan.

Aku dan kakakku tersayang sejenak mampu melihat, mendengar, dan merasakan sayup-sayup resital bayangan ini. Samapai pada akhirnya kami melihat, mendengar, dan mersakannya secara nyata.


By. Me May 2nd 2010, 23: 37

Thx to Music(ian)s

to : semua yang mencintai musik, yang menginspirasikan lewat musik, dan menjadikan musik sebagai bagian dalam hidup

Johann Pachelbel - Canon D flute and piano

Saturday, May 1, 2010

Lara Fabian - Broken Vow @ Concert "Un Regard 9" 2006

Guratan Sederhana Pengiring tidur

Mata yang perlahan-lahan terbuka, disaat ia sudah sayup-sayup untuk menutup dan mengakhiri waktu serta siap menyongsong waktu baru esok…

Otak yang seharian bekerja sudah mulai lelah dan ingin bersandar pula dalam bantal empuk, namun seakan ia ingin menemani sang mata yang tiba-tiba terbuka oleh sentuhan kasihNya…

Tangan yang sudah tergolek lemas ingin merebahkan diri bersama raga dalam pembaringan, namun ia seakan ingin membuat guratan sederhana sebagai guratan pengiring tidur…

Telinga yang sudah tidak lagi mendengar bisingan-bisingan dunia, hanya bisa mendnegar suara-suara sayup teduh dari dinginnya malam…

Pemilki raga yang kadang renta pun ingin mengistirahatkan semua anggoa raganya untuk menyongsong esok yang diharapkannya ceria…

Namun,

Ternyata mereka semua masih terjaga…

Ingin bertemu pada Sang Pencipta…

Aku ingin bertuur…

Aku ingin mengadu..

Aku ingin menangis..

Aku ingin tersenyum..

Aku ingin tetawa…

dalam doa yang selama ini tak tersentuh

Sungguh tak layak wajah ini menatap wajahNya bahkan menatap jauh ke dalam mata teduhNya

dan wajahku hanya bisa tertunduk..

Namun,

tanganku disentuh oleh tanganNya bahkan tidak hanya tanganku, hatiku, jiwaku, segala tutur yang belum terucapkan pun disnetuh olehNya

Sebuah harapan meloncat dari benak sebuah raga yang renta dan ringkih,

Ingin kembali pulang kedalam hatiNya

Ingin kembali pulang kedalam KasihNya

Ingin kembali pulang kedalam pelukanNya..

Ingin kembali pulang kedalam rumahNya yang meneduhkan…

Untuk mengiringi terlelapnya semua raga sebuah guratan pengiring tidur ini tercipta

Guratan doa yang sederhana diperuntukkan pada seorang Bapa yang Besar dan Bunda yang Bijaksana

dan,

Sang suara pemilik raga ini mulai bertutur padaNya….



By. Me April 29th 2010 , 23:37

Dedicate to : Jesus “My Saviour’ and ‘My Great Mother’, Mother Mary


Pachelbel's Canon in D - piano version

Victorian Romance Emma - This Way

Broken Vow - Piano