Saturday, December 6, 2014

Ceritaku Bersama Teman Spesial: #7 Bermain Musik Bermain Dio

Ceritaku Bersama Teman Spesial
#7 Bermain Musik Bersama Dio
Dalam rangka merayakan hari anak nasional Sekolah Ceria mengadakan lomba antar kelas. Salah satu lomba adalah lomba gerak dan lagu. Semua kelas wajib memberikan pertunjukan terbaik. Kelas Matahari yang dipimpin oleh Pak Nana, tidak mau kalah mengikuti lomba ini. Pak Nana bersama murid-murid merundingkan pertunjukan yang akan ditampilkan. Mereka akan membuat drama musikal mini. Sebagian murid bermaian peran dan lainnya bermain  alat musik.
Pak Nana dan murid-muridnya membuat cerita dan memilih lagu menarik.  Namun Pak Nana bingung, kalau semua murid bermain peran dan bernyanyi siapa yang akan bermain alat musik ya? Pak Nana mahir bermain gitar namun kurang lengkap jika hanya diiringi gitar. Pak Nana bertanya kepada muridnya yang bisa bermian musik. Murid-murid pun bingung. Siapa ya yang bisa membantu Pak Nana?
“ Rika, kamu saja yang bantu Pak Nana, kamu kan les biola.”, ujar Leo.
“Kamu bisa main biola, Rika?”, tanya Pak Nanan.
“Saya baru belajar, Pak. Belum lancar.”, jawab Rika malu.
“ Wah siapa lagi yang bisa bermain alat musik?”, tanya Pak Nana.
Semua murid saling memandang bingung. Kira-kira siapa yang bisa bermain musik ya? Pak Nana ingin satu anak bermain piano. Tiba-tiba saat mereka sedang berunding,
‘JDUUK!’
Semua menoleh kearah pintu.
“Aduuh!”, terdengar suara dari balik pintu.
Pak Nana segera melihat yang terjadi. Ternyata Dio datang. Melihat Dio terbentur pintu beberapa temannya malah tertawa. Hari ini Dio tidak memakai kacamata sehingga pandangannya semakin tidak jelas.
“ Kacamata Dio mana?”, tanya Pak Nana.
“ Ketinggalan di rumah nenek, Pak. Nanti sore baru diambil.”, jawab Dio.
“Pakai kacamata saja masih suka nabrak, sekarang malah nggak dipakai.”, ujar Nino.
“Temennya sakit kok malah ditertawakan, sudah..sudah.. “, Pak Nana menennagkan suasan kelas yang ramai sambil membantu Dio.  
Doni teman sebangku Dio, membantunya ke tempat duduk.  Pak Nana kembali berdiskusi tentang pemain msuik untuk drama musikal. Semua murid masih tampak bingung menentukan siapa yang akan membantu Pak Nana untuk bermain msik.
“ Pak, Dio kan bisa main piano, Dio saja.”, ujar Doni.
“ ahahahahaha….”, semua murid serempak tertawa. Namun Pak Nana malah bingung karenanya.  Pak Nana memastikan kepada Dio apakah Dio bisa bermian piano seperti yang dikatakan Doni.  Dio hanya mengangguk pelan.
“mata empat emang bisa main piano, nanti kalau salah lagunya gimana?”, bisik Rara pada Sisi.
“ Iya, ya. Dia kan suka nabrak-nabrak, nanti kalau main piano salah pencet tutsnya gimana?’, ujar Sisi.
“ Dio kan pernah mengiringi upacara 17 agustus di kecamatan. ”, ujar Doni. Pak Nana ingat saat Dio mengiringi upacara bendera di kecamatan. Ibu Kepala sekolah memilih Dio karena Dio memang mahir bermain piano. Sejak kecil Dio diperkenalkan piano oleh orang tuanya. Dio memang tidak bisa melihat dengan baik karena terdapat gangguan pada matanya, namun Dio cepat sekali belajar musik. Dio pun bisa memainkan lagu apapun dengan piano.  
Akhirnya Pak Nana mengajak semua muridnya ke aula besar untuk latihan pertama. Di sana ada piano besar.  Pak Nana telah menyiapkan cerita dan lagu. Semua murid giat berlatih untuk menampilkan pertunjukan terbaik. Dio dibantu Pak Nana dan Doni menyusuri piano besar itu.  Beberapa teman Dio masih ada yang belum percaya bahwa Dio bisa bermain piano.  
“ Emang si mata empat bisa main piano?”, bisisk Joni.
“ Pintu saja dia tabarak, nanti pianonya rusak lagi karena salah pencet”, bisik Andi.
“ Rika, kamu saja yang main biola daripada Dio.”, ujar Sisi.
“ Aduh, aku belum mahir, takut salah nanti”, jawab Rika ragu.  
Pak Nana telah memberikan aba-aba bahwa latihan akan segera dimulai. Latihan diawali dengan latihan bernyanyi. Pak Nana meminta Dio memainkan lagu  Cublak-cublak Suweng. Lagu ini akan digunakan dalam pertunjukan.  Dio dapat memainkan lagu Cublak-cublak Suweng dengan baik. Ia sama sekali tidak merasa kesulitan unttuk memainkan. Sebelumnya Pak Nana meminta Dio untuk mendengarkan lagu itu dari rekaman. Dio bisa memainkan lagu itu lebih baik dari rekaman. Alunan yang dimaninkannya terdengar riang. Pak Nana bangga Dio memainkannya lebih baik.
“ Wah, Bagus ya,ini lagu apa sih, Pak?”, tanya Santi.
“ Ini kan lagu cublak-cublak suweng.”, bisik Sisi.
“ Bagus Dio!”, puji Pak Nana.  
“ hebat juga si mata empat, tapi lagu lainnya emang bisa?”, ujar Andi.
Mereka pun berlatih lagu-lagu yang disiapkan Pak Nana. Dio dapat mengirirngi teman-temannya bernyanyi. Pak nana pun ikut mengiringi dengan gitarnya.  Latihan hari ini sangat menggembirakan. Walaupun masih ada beberapa teman yang meragukan, Dio tetap mengirirngi dengan  gembira.  Latihan berikutnya semua murid dapat menampilan perkembangan yang baik agar dapat memeberikan yang terbaik pada perlombaan nanti.
Saat perlombaan pun tiba. Semua murid kelas matahari terlihat semangat menampilkan pertunjukan. Dio dan  Pak Nana mengiringi teman-teman bermian peran dan bernyanyi.  Satupun lagu yang dibawakan oleh Dio tidak ada yang salah dan semuanya terdengar indah. Pak Nana bangga padanya.  Teman-teman Dio yang selalu mengejeknya ‘si mata empat’ menjadi sadar bahwa Dio walalupun pandangannya terbatas tetapi bisa membuat mereka belajar dan Kelas Matahari menjadi pemenang lomba gerak dan lagu. Waah pasti mereka gembira ya.  
Jika teman-teman mempunyai teman seperti Dio, mengalami gangguan penglihatan, yuk kita bantu. Mereka juga punya kelebihan, jadi jangan pernah meragukan mereka meskipun mereka terbatas, ya. Cara membantunya bagaimana? Jika mereka merasa kesulitan melihat atau membaca teman-teman bisa membantu membacakan tulisan yang tidak jelas. Mereka teman yang baik juga. Melalui kelebihan mereka kita bisa belajar. J


(Angelina Ratih Devanti, 25 Agustus 2014, terinspirasi dari: Adik-adik musisi hebat yang telah membantuku saat menyusun tulisan ilmiah) 

Kacamata Miss Picky : Dikejar 'Deadline' vs Menjaga Esensi

            Pernah ditanya pertanyaan ini ? “ kapan nikah.” , “ mana pacarnya?” , “kok masih jomblo aja sih.”, “ mau nunggu apa lagi, pacaran udah lama,  buruan nikah.” , dan  masih banyak pertanyaan senada lainnya yang seolah menjadi hantu bagi seorang single. Mungkin juga berlaku untuk para couple dalam kehidupan relationship. Bagaimana para single, apakah risih, dongkol, biasa aja, atau sudah depresi. Janganlah sampai depresi buang-buang waktu. Lalu bagi para couple bagaimana,  Merasa dikejar ‘setoran’ ? Siapkah? Jika merasa mantap ya monggo. Jangan sampai terpaksa J
Seorang teman pernah mengeluh tentang statusnya sebagai seorang single.  Dia seorang perempuan dan usia produktif. Dia seperti kebakaran jenggot saat teman-teman sebaya satu persatu melangkah ke jenjang pernikahan. dia merasa khawatir padahal pasangan saja belum ada.  Dia merasa dunia akan runtuh jika tidak segera menikah. Gue hanya bisa menghela nafas.  
Ada pula teman lain, usianya hampir menginjak usia ‘puber kedua’ (sebetulnya puber kedua itu tidak aja, tetapi masa dimana seseorang merasa melewati masa tertentu sehingga baru merasakan masa itu saat sudah menginjak usia yang tidak semestinya, ini kata seorang psikolog di program acara tivi J ) dia merasa khawatir karena tak kunjung menikah. Dia sempat menjalin hubngan dengan seseorang namun batal menikah. Kemudian dia menjalin hubungan kembali cukup lama namun lagi-lagi batal menikah. Merasa bahwa dengan usianya yang sedemikan mapan, sudah tepat untuk menikah seakan dikejar  bom waktu.. Tapi apa mau dikata jika beelum ada pasangan.
Dua sejoli, lagi-lagi ini teman gue, Mereka pacaran cukup lama. Mereka sudah di ‘gong’ untuk segera menikah. Dalam curhatnya, menyiratkan bhawa dia belum terlalu siap untuk menikah, tapi karena tuntutan dari keluarga ya apa mau dikata.
Seakan menikah itu adalah tuntutan sosial, kalau tidak memenuhi tuntutan itu, seseorang dianggap BURUK. (gue ingin menghela nafas yang amat panjang)
Kenapa sih gue repot membahas ini? Hal ini kadang mengganggu pikiran gue, selain pernah dilempar pertanyaan-pertanyaan ‘bising’ itu dan mendengar keluhan para jomblo, gue juga mau berusaha berpikir maju bahwa yang namanya menikah itu bukan hal sepele, tapi memuat banyak aspek yang perlu disiapkan secara matang. TIDAK BISA ASAL. Gue memandang bahwa menikah atau tidak menikah adalah pilihan PERSONAL seseorang, ibaratnya itu ‘daleman’ , yang berhak mengatur individu itu sendiri bukan orang lain.
Gue ingin mempertanyakan, kenapa sih orang begitu cemas dengan status. Katanya jodoh sudah ada yang ngatur. Ya memang tetap ada usaha. Tapi seberapa keras lu berusaha kalau memang belum waktunya apakah lu akan bernegosiasi hebat sama Tuhan, “Tuhan minggu depan aku mau nikah, tunjukkan jodohku”  kan tidak mungkin juga. Gue pun pernah mengalami rasa khawatir  itu, tapi entah kenapa untuk urusan yang satu itu, gue lebih memilih untuk berserah pada Sang Pencipta dan fokus pada hal-hal yang asik gue jalani. So masih merasa aman meskipun suara-suara bising itu datang.  J
Menjalin hubungan serius (menikah) bukan hal mengejar deadline atau target. Entah kenapa gue merasa konyol terhadap orang-orang yang sedemikian mudahnya menargetkan hal itu. Bahkan menjadi sangat ‘murah’ atau asal memilih pasangan  bahkan  asal menikah yang penting aman dari gunjingan orang. Ya, terkadang seorang single dianggap aneh bahkan buruk jika tak kunjung menikah. Terutama single ladies, dicap perawan tua lah, nggak laku lah, dan cap lainnya.  
Orang-orang yang khawatir dengan status, menjadi asal dalam berhubungan bahkan asal menikah  demi status tanpa peduli apakah sudah mengenali dengan baik bibit, bebet, bobot pasangannya. Sebenarnya esensi menikah itu bagi mereka itu apa sih? Apakah menikah merupakan ajang mendapat award dari lingkungan sosial karena telah sukses dalam hidup? Mungkin lebih tidak mengerti  dengan pemikiran orang-orang yang memberi cap BURUK untuk seorang single (terutama single ladies). Sesempit itu kah seseorang memandang bahwa semua orang harus menikah. Jika tidak menikah berarti dia itu ‘tidak normal’ ?
Menikah bukan nilai akademik yang harus diraih supaya bisa naik kelas atau masuk perguruan tinggi terbaik. Menikah bukan untuk menyelematkan seorang jomblo dari rasa khawatir terhadap status.  Menikah itu hubungan dua individu bersatu atas nama cinta yang memuat kepercayaan (trust), komitmen, komunikasi , personality, partnership, materi, dan tentu cinta. Mungkin ada aspek lain yang mendukung tapi menurut gue tujuh aspek itu penting.
Bayangkan jika lu menikah dengan orang yang tidak lu kenal, apkah lu akan nyaman dengan orang itu, tentu tidak. Lu menikah dengan orang tidak bisa lu percaya atau tidak bisa memberi kepercayaan lu, bakal tidak sehat. Namanya menikah, dua individu membangun keluarga baru dan siap menjadi orang tua. So kenapa gue memandang menikah itu tidak bisa dianggap sepele atau dianggap target yang asal harus dicapai jika tidak dicapai lu jadi buruk,  karena lu akan membangun keluarga baru, ada inidvidu baru. Untuk membangun itu semua butuh tujuh aspek tadi. Persiapannya juga tidak bisa sembarangan.  Asal memilih pasangan supaya mencapai target MENIKAH menurut gue bukan hal yang bijak. Terlalu terburu-buru tanpa berpikir panjang pun juga tidak bijak.  
So, memilih dan memilah hidup untuk menikah itu memang bukan perkara membalikkan telapak tangan. Merasa ada pasangan, “yuk nikah”, nggak se-sepele itu. Buat orang yang menikah atau  ingin menikah mestinya bisa mengerti tujuan menikah untuk apa dan tetap menjaga esesni dari sebuah pernikahan itu penting. Menjadi single pun juga bukan pilihan hidup yang buruk.  Jika seseorang menunda menikah atau tidak siap menikah dan memutuskan hidup untuk sendiri ya itu pilihan bukan sesuatu yang harus dipaksa.
 Menikah bukan target hidup yang harus kudu diraih secepat lu meraih gelar sarjana atau kedudukan bonafit di perusahaan, karena itu urusannya soal hidup lu selanjutnya. Kesiapan mental penting didukung materi. Bukan bicara matre tetapi realistis. Membangun keluarga dan kehidupan baru butuh itu semua. Bagi yang memilih tidak menikah pun juga tidak salah. Berbagi hidup dengan orang lain selain berkeluarga bisa dengan hal lain, mislanya untuk kehidupan banyak orang, mengabdi pada masyarakat. Menjadi single pun tidak selamanya akan merasa sepi jika punya cara jitu menyikapi kesendirian.
Bijak dalam melangkah dan berusaha memandang kehidupan dari sisi yang luas juga  perlu untuk mengurangi rasa cemas terhadap status. Mantap dalam melangkah untuk jenjang serius dari hubungan yang telah dibina dengan mengedepankan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk membangun hidup bersama dalam keluarga baru, juga penting bari para couple yang ingin menikah.

(28 Agustus 2014)