Pernah ditanya pertanyaan ini ? “ kapan nikah.” , “ mana pacarnya?” , “kok masih jomblo aja sih.”, “ mau nunggu apa lagi, pacaran udah lama, buruan nikah.” , dan masih banyak pertanyaan senada lainnya yang
seolah menjadi hantu bagi seorang single. Mungkin juga berlaku untuk para
couple dalam kehidupan relationship. Bagaimana para single, apakah risih,
dongkol, biasa aja, atau sudah depresi. Janganlah sampai depresi buang-buang
waktu. Lalu bagi para couple bagaimana, Merasa
dikejar ‘setoran’ ? Siapkah? Jika merasa mantap ya monggo. Jangan sampai
terpaksa J
Seorang teman pernah mengeluh tentang
statusnya sebagai seorang single. Dia
seorang perempuan dan usia produktif. Dia seperti kebakaran jenggot saat
teman-teman sebaya satu persatu melangkah ke jenjang pernikahan. dia merasa
khawatir padahal pasangan saja belum ada.
Dia merasa dunia akan runtuh jika tidak segera menikah. Gue hanya bisa
menghela nafas.
Ada pula teman lain, usianya hampir menginjak
usia ‘puber kedua’ (sebetulnya puber kedua itu tidak aja, tetapi masa dimana
seseorang merasa melewati masa tertentu sehingga baru merasakan masa itu saat
sudah menginjak usia yang tidak semestinya, ini kata seorang psikolog di
program acara tivi J ) dia merasa khawatir karena tak kunjung menikah. Dia
sempat menjalin hubngan dengan seseorang namun batal menikah. Kemudian dia menjalin
hubungan kembali cukup lama namun lagi-lagi batal menikah. Merasa bahwa dengan
usianya yang sedemikan mapan, sudah tepat untuk menikah seakan dikejar bom waktu.. Tapi apa mau dikata jika beelum
ada pasangan.
Dua sejoli, lagi-lagi ini teman gue, Mereka
pacaran cukup lama. Mereka sudah di ‘gong’ untuk segera menikah. Dalam
curhatnya, menyiratkan bhawa dia belum terlalu siap untuk menikah, tapi karena
tuntutan dari keluarga ya apa mau dikata.
Seakan menikah itu adalah tuntutan
sosial, kalau tidak memenuhi tuntutan itu, seseorang dianggap BURUK. (gue ingin
menghela nafas yang amat panjang)
Kenapa sih gue repot membahas ini?
Hal ini kadang mengganggu pikiran gue, selain pernah dilempar
pertanyaan-pertanyaan ‘bising’ itu dan mendengar keluhan para jomblo, gue juga
mau berusaha berpikir maju bahwa yang namanya menikah itu bukan hal sepele, tapi
memuat banyak aspek yang perlu disiapkan secara matang. TIDAK BISA ASAL. Gue
memandang bahwa menikah atau tidak menikah adalah pilihan PERSONAL seseorang,
ibaratnya itu ‘daleman’ , yang berhak mengatur individu itu sendiri bukan orang
lain.
Gue ingin mempertanyakan, kenapa sih
orang begitu cemas dengan status. Katanya jodoh sudah ada yang ngatur. Ya
memang tetap ada usaha. Tapi seberapa keras lu berusaha kalau memang belum
waktunya apakah lu akan bernegosiasi hebat sama Tuhan, “Tuhan minggu depan aku
mau nikah, tunjukkan jodohku” kan tidak
mungkin juga. Gue pun pernah mengalami rasa khawatir itu, tapi entah kenapa untuk urusan yang satu
itu, gue lebih memilih untuk berserah pada Sang Pencipta dan fokus pada hal-hal
yang asik gue jalani. So masih merasa aman meskipun suara-suara bising itu
datang. J
Menjalin hubungan serius (menikah)
bukan hal mengejar deadline atau target. Entah kenapa gue merasa konyol
terhadap orang-orang yang sedemikian mudahnya menargetkan hal itu. Bahkan
menjadi sangat ‘murah’ atau asal memilih pasangan bahkan
asal menikah yang penting aman dari gunjingan orang. Ya, terkadang
seorang single dianggap aneh bahkan buruk jika tak kunjung menikah. Terutama
single ladies, dicap perawan tua lah, nggak laku lah, dan cap lainnya.
Orang-orang yang khawatir dengan
status, menjadi asal dalam berhubungan bahkan asal menikah demi status tanpa peduli apakah sudah
mengenali dengan baik bibit, bebet, bobot pasangannya. Sebenarnya esensi
menikah itu bagi mereka itu apa sih? Apakah menikah merupakan ajang mendapat
award dari lingkungan sosial karena telah sukses dalam hidup? Mungkin lebih tidak
mengerti dengan pemikiran orang-orang
yang memberi cap BURUK untuk seorang single (terutama single ladies). Sesempit
itu kah seseorang memandang bahwa semua orang harus menikah. Jika tidak menikah
berarti dia itu ‘tidak normal’ ?
Menikah bukan nilai akademik yang
harus diraih supaya bisa naik kelas atau masuk perguruan tinggi terbaik.
Menikah bukan untuk menyelematkan seorang jomblo dari rasa khawatir terhadap
status. Menikah itu hubungan dua
individu bersatu atas nama cinta yang memuat kepercayaan (trust), komitmen,
komunikasi , personality, partnership, materi, dan tentu cinta. Mungkin ada
aspek lain yang mendukung tapi menurut gue tujuh aspek itu penting.
Bayangkan jika lu menikah dengan
orang yang tidak lu kenal, apkah lu akan nyaman dengan orang itu, tentu tidak.
Lu menikah dengan orang tidak bisa lu percaya atau tidak bisa memberi
kepercayaan lu, bakal tidak sehat. Namanya menikah, dua individu membangun
keluarga baru dan siap menjadi orang tua. So kenapa gue memandang menikah itu
tidak bisa dianggap sepele atau dianggap target yang asal harus dicapai jika tidak
dicapai lu jadi buruk, karena lu akan membangun
keluarga baru, ada inidvidu baru. Untuk membangun itu semua butuh tujuh aspek
tadi. Persiapannya juga tidak bisa sembarangan. Asal memilih pasangan supaya mencapai target
MENIKAH menurut gue bukan hal yang bijak. Terlalu terburu-buru tanpa berpikir
panjang pun juga tidak bijak.
So, memilih dan memilah hidup untuk
menikah itu memang bukan perkara membalikkan telapak tangan. Merasa ada
pasangan, “yuk nikah”, nggak se-sepele itu. Buat orang yang menikah atau ingin menikah mestinya bisa mengerti tujuan
menikah untuk apa dan tetap menjaga esesni dari sebuah pernikahan itu penting. Menjadi
single pun juga bukan pilihan hidup yang buruk. Jika seseorang menunda menikah atau tidak siap
menikah dan memutuskan hidup untuk sendiri ya itu pilihan bukan sesuatu yang
harus dipaksa.
Menikah bukan target hidup yang harus kudu
diraih secepat lu meraih gelar sarjana atau kedudukan bonafit di perusahaan,
karena itu urusannya soal hidup lu selanjutnya. Kesiapan mental penting
didukung materi. Bukan bicara matre tetapi realistis. Membangun keluarga dan
kehidupan baru butuh itu semua. Bagi yang memilih tidak menikah pun juga tidak
salah. Berbagi hidup dengan orang lain selain berkeluarga bisa dengan hal lain,
mislanya untuk kehidupan banyak orang, mengabdi pada masyarakat. Menjadi single
pun tidak selamanya akan merasa sepi jika punya cara jitu menyikapi
kesendirian.
Bijak dalam melangkah dan berusaha
memandang kehidupan dari sisi yang luas juga
perlu untuk mengurangi rasa cemas terhadap status. Mantap dalam
melangkah untuk jenjang serius dari hubungan yang telah dibina dengan
mengedepankan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk membangun hidup bersama dalam
keluarga baru, juga penting bari para couple yang ingin menikah.
(28 Agustus 2014)
No comments:
Post a Comment