Saturday, December 6, 2014

Kacamata Miss Picky : Dikejar 'Deadline' vs Menjaga Esensi

            Pernah ditanya pertanyaan ini ? “ kapan nikah.” , “ mana pacarnya?” , “kok masih jomblo aja sih.”, “ mau nunggu apa lagi, pacaran udah lama,  buruan nikah.” , dan  masih banyak pertanyaan senada lainnya yang seolah menjadi hantu bagi seorang single. Mungkin juga berlaku untuk para couple dalam kehidupan relationship. Bagaimana para single, apakah risih, dongkol, biasa aja, atau sudah depresi. Janganlah sampai depresi buang-buang waktu. Lalu bagi para couple bagaimana,  Merasa dikejar ‘setoran’ ? Siapkah? Jika merasa mantap ya monggo. Jangan sampai terpaksa J
Seorang teman pernah mengeluh tentang statusnya sebagai seorang single.  Dia seorang perempuan dan usia produktif. Dia seperti kebakaran jenggot saat teman-teman sebaya satu persatu melangkah ke jenjang pernikahan. dia merasa khawatir padahal pasangan saja belum ada.  Dia merasa dunia akan runtuh jika tidak segera menikah. Gue hanya bisa menghela nafas.  
Ada pula teman lain, usianya hampir menginjak usia ‘puber kedua’ (sebetulnya puber kedua itu tidak aja, tetapi masa dimana seseorang merasa melewati masa tertentu sehingga baru merasakan masa itu saat sudah menginjak usia yang tidak semestinya, ini kata seorang psikolog di program acara tivi J ) dia merasa khawatir karena tak kunjung menikah. Dia sempat menjalin hubngan dengan seseorang namun batal menikah. Kemudian dia menjalin hubungan kembali cukup lama namun lagi-lagi batal menikah. Merasa bahwa dengan usianya yang sedemikan mapan, sudah tepat untuk menikah seakan dikejar  bom waktu.. Tapi apa mau dikata jika beelum ada pasangan.
Dua sejoli, lagi-lagi ini teman gue, Mereka pacaran cukup lama. Mereka sudah di ‘gong’ untuk segera menikah. Dalam curhatnya, menyiratkan bhawa dia belum terlalu siap untuk menikah, tapi karena tuntutan dari keluarga ya apa mau dikata.
Seakan menikah itu adalah tuntutan sosial, kalau tidak memenuhi tuntutan itu, seseorang dianggap BURUK. (gue ingin menghela nafas yang amat panjang)
Kenapa sih gue repot membahas ini? Hal ini kadang mengganggu pikiran gue, selain pernah dilempar pertanyaan-pertanyaan ‘bising’ itu dan mendengar keluhan para jomblo, gue juga mau berusaha berpikir maju bahwa yang namanya menikah itu bukan hal sepele, tapi memuat banyak aspek yang perlu disiapkan secara matang. TIDAK BISA ASAL. Gue memandang bahwa menikah atau tidak menikah adalah pilihan PERSONAL seseorang, ibaratnya itu ‘daleman’ , yang berhak mengatur individu itu sendiri bukan orang lain.
Gue ingin mempertanyakan, kenapa sih orang begitu cemas dengan status. Katanya jodoh sudah ada yang ngatur. Ya memang tetap ada usaha. Tapi seberapa keras lu berusaha kalau memang belum waktunya apakah lu akan bernegosiasi hebat sama Tuhan, “Tuhan minggu depan aku mau nikah, tunjukkan jodohku”  kan tidak mungkin juga. Gue pun pernah mengalami rasa khawatir  itu, tapi entah kenapa untuk urusan yang satu itu, gue lebih memilih untuk berserah pada Sang Pencipta dan fokus pada hal-hal yang asik gue jalani. So masih merasa aman meskipun suara-suara bising itu datang.  J
Menjalin hubungan serius (menikah) bukan hal mengejar deadline atau target. Entah kenapa gue merasa konyol terhadap orang-orang yang sedemikian mudahnya menargetkan hal itu. Bahkan menjadi sangat ‘murah’ atau asal memilih pasangan  bahkan  asal menikah yang penting aman dari gunjingan orang. Ya, terkadang seorang single dianggap aneh bahkan buruk jika tak kunjung menikah. Terutama single ladies, dicap perawan tua lah, nggak laku lah, dan cap lainnya.  
Orang-orang yang khawatir dengan status, menjadi asal dalam berhubungan bahkan asal menikah  demi status tanpa peduli apakah sudah mengenali dengan baik bibit, bebet, bobot pasangannya. Sebenarnya esensi menikah itu bagi mereka itu apa sih? Apakah menikah merupakan ajang mendapat award dari lingkungan sosial karena telah sukses dalam hidup? Mungkin lebih tidak mengerti  dengan pemikiran orang-orang yang memberi cap BURUK untuk seorang single (terutama single ladies). Sesempit itu kah seseorang memandang bahwa semua orang harus menikah. Jika tidak menikah berarti dia itu ‘tidak normal’ ?
Menikah bukan nilai akademik yang harus diraih supaya bisa naik kelas atau masuk perguruan tinggi terbaik. Menikah bukan untuk menyelematkan seorang jomblo dari rasa khawatir terhadap status.  Menikah itu hubungan dua individu bersatu atas nama cinta yang memuat kepercayaan (trust), komitmen, komunikasi , personality, partnership, materi, dan tentu cinta. Mungkin ada aspek lain yang mendukung tapi menurut gue tujuh aspek itu penting.
Bayangkan jika lu menikah dengan orang yang tidak lu kenal, apkah lu akan nyaman dengan orang itu, tentu tidak. Lu menikah dengan orang tidak bisa lu percaya atau tidak bisa memberi kepercayaan lu, bakal tidak sehat. Namanya menikah, dua individu membangun keluarga baru dan siap menjadi orang tua. So kenapa gue memandang menikah itu tidak bisa dianggap sepele atau dianggap target yang asal harus dicapai jika tidak dicapai lu jadi buruk,  karena lu akan membangun keluarga baru, ada inidvidu baru. Untuk membangun itu semua butuh tujuh aspek tadi. Persiapannya juga tidak bisa sembarangan.  Asal memilih pasangan supaya mencapai target MENIKAH menurut gue bukan hal yang bijak. Terlalu terburu-buru tanpa berpikir panjang pun juga tidak bijak.  
So, memilih dan memilah hidup untuk menikah itu memang bukan perkara membalikkan telapak tangan. Merasa ada pasangan, “yuk nikah”, nggak se-sepele itu. Buat orang yang menikah atau  ingin menikah mestinya bisa mengerti tujuan menikah untuk apa dan tetap menjaga esesni dari sebuah pernikahan itu penting. Menjadi single pun juga bukan pilihan hidup yang buruk.  Jika seseorang menunda menikah atau tidak siap menikah dan memutuskan hidup untuk sendiri ya itu pilihan bukan sesuatu yang harus dipaksa.
 Menikah bukan target hidup yang harus kudu diraih secepat lu meraih gelar sarjana atau kedudukan bonafit di perusahaan, karena itu urusannya soal hidup lu selanjutnya. Kesiapan mental penting didukung materi. Bukan bicara matre tetapi realistis. Membangun keluarga dan kehidupan baru butuh itu semua. Bagi yang memilih tidak menikah pun juga tidak salah. Berbagi hidup dengan orang lain selain berkeluarga bisa dengan hal lain, mislanya untuk kehidupan banyak orang, mengabdi pada masyarakat. Menjadi single pun tidak selamanya akan merasa sepi jika punya cara jitu menyikapi kesendirian.
Bijak dalam melangkah dan berusaha memandang kehidupan dari sisi yang luas juga  perlu untuk mengurangi rasa cemas terhadap status. Mantap dalam melangkah untuk jenjang serius dari hubungan yang telah dibina dengan mengedepankan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk membangun hidup bersama dalam keluarga baru, juga penting bari para couple yang ingin menikah.

(28 Agustus 2014)


No comments:

Post a Comment