Saturday, December 6, 2014

Ceritaku Bersama Teman Spesial: #7 Bermain Musik Bermain Dio

Ceritaku Bersama Teman Spesial
#7 Bermain Musik Bersama Dio
Dalam rangka merayakan hari anak nasional Sekolah Ceria mengadakan lomba antar kelas. Salah satu lomba adalah lomba gerak dan lagu. Semua kelas wajib memberikan pertunjukan terbaik. Kelas Matahari yang dipimpin oleh Pak Nana, tidak mau kalah mengikuti lomba ini. Pak Nana bersama murid-murid merundingkan pertunjukan yang akan ditampilkan. Mereka akan membuat drama musikal mini. Sebagian murid bermaian peran dan lainnya bermain  alat musik.
Pak Nana dan murid-muridnya membuat cerita dan memilih lagu menarik.  Namun Pak Nana bingung, kalau semua murid bermain peran dan bernyanyi siapa yang akan bermain alat musik ya? Pak Nana mahir bermain gitar namun kurang lengkap jika hanya diiringi gitar. Pak Nana bertanya kepada muridnya yang bisa bermian musik. Murid-murid pun bingung. Siapa ya yang bisa membantu Pak Nana?
“ Rika, kamu saja yang bantu Pak Nana, kamu kan les biola.”, ujar Leo.
“Kamu bisa main biola, Rika?”, tanya Pak Nanan.
“Saya baru belajar, Pak. Belum lancar.”, jawab Rika malu.
“ Wah siapa lagi yang bisa bermain alat musik?”, tanya Pak Nana.
Semua murid saling memandang bingung. Kira-kira siapa yang bisa bermain musik ya? Pak Nana ingin satu anak bermain piano. Tiba-tiba saat mereka sedang berunding,
‘JDUUK!’
Semua menoleh kearah pintu.
“Aduuh!”, terdengar suara dari balik pintu.
Pak Nana segera melihat yang terjadi. Ternyata Dio datang. Melihat Dio terbentur pintu beberapa temannya malah tertawa. Hari ini Dio tidak memakai kacamata sehingga pandangannya semakin tidak jelas.
“ Kacamata Dio mana?”, tanya Pak Nana.
“ Ketinggalan di rumah nenek, Pak. Nanti sore baru diambil.”, jawab Dio.
“Pakai kacamata saja masih suka nabrak, sekarang malah nggak dipakai.”, ujar Nino.
“Temennya sakit kok malah ditertawakan, sudah..sudah.. “, Pak Nana menennagkan suasan kelas yang ramai sambil membantu Dio.  
Doni teman sebangku Dio, membantunya ke tempat duduk.  Pak Nana kembali berdiskusi tentang pemain msuik untuk drama musikal. Semua murid masih tampak bingung menentukan siapa yang akan membantu Pak Nana untuk bermain msik.
“ Pak, Dio kan bisa main piano, Dio saja.”, ujar Doni.
“ ahahahahaha….”, semua murid serempak tertawa. Namun Pak Nana malah bingung karenanya.  Pak Nana memastikan kepada Dio apakah Dio bisa bermian piano seperti yang dikatakan Doni.  Dio hanya mengangguk pelan.
“mata empat emang bisa main piano, nanti kalau salah lagunya gimana?”, bisik Rara pada Sisi.
“ Iya, ya. Dia kan suka nabrak-nabrak, nanti kalau main piano salah pencet tutsnya gimana?’, ujar Sisi.
“ Dio kan pernah mengiringi upacara 17 agustus di kecamatan. ”, ujar Doni. Pak Nana ingat saat Dio mengiringi upacara bendera di kecamatan. Ibu Kepala sekolah memilih Dio karena Dio memang mahir bermain piano. Sejak kecil Dio diperkenalkan piano oleh orang tuanya. Dio memang tidak bisa melihat dengan baik karena terdapat gangguan pada matanya, namun Dio cepat sekali belajar musik. Dio pun bisa memainkan lagu apapun dengan piano.  
Akhirnya Pak Nana mengajak semua muridnya ke aula besar untuk latihan pertama. Di sana ada piano besar.  Pak Nana telah menyiapkan cerita dan lagu. Semua murid giat berlatih untuk menampilkan pertunjukan terbaik. Dio dibantu Pak Nana dan Doni menyusuri piano besar itu.  Beberapa teman Dio masih ada yang belum percaya bahwa Dio bisa bermain piano.  
“ Emang si mata empat bisa main piano?”, bisisk Joni.
“ Pintu saja dia tabarak, nanti pianonya rusak lagi karena salah pencet”, bisik Andi.
“ Rika, kamu saja yang main biola daripada Dio.”, ujar Sisi.
“ Aduh, aku belum mahir, takut salah nanti”, jawab Rika ragu.  
Pak Nana telah memberikan aba-aba bahwa latihan akan segera dimulai. Latihan diawali dengan latihan bernyanyi. Pak Nana meminta Dio memainkan lagu  Cublak-cublak Suweng. Lagu ini akan digunakan dalam pertunjukan.  Dio dapat memainkan lagu Cublak-cublak Suweng dengan baik. Ia sama sekali tidak merasa kesulitan unttuk memainkan. Sebelumnya Pak Nana meminta Dio untuk mendengarkan lagu itu dari rekaman. Dio bisa memainkan lagu itu lebih baik dari rekaman. Alunan yang dimaninkannya terdengar riang. Pak Nana bangga Dio memainkannya lebih baik.
“ Wah, Bagus ya,ini lagu apa sih, Pak?”, tanya Santi.
“ Ini kan lagu cublak-cublak suweng.”, bisik Sisi.
“ Bagus Dio!”, puji Pak Nana.  
“ hebat juga si mata empat, tapi lagu lainnya emang bisa?”, ujar Andi.
Mereka pun berlatih lagu-lagu yang disiapkan Pak Nana. Dio dapat mengirirngi teman-temannya bernyanyi. Pak nana pun ikut mengiringi dengan gitarnya.  Latihan hari ini sangat menggembirakan. Walaupun masih ada beberapa teman yang meragukan, Dio tetap mengirirngi dengan  gembira.  Latihan berikutnya semua murid dapat menampilan perkembangan yang baik agar dapat memeberikan yang terbaik pada perlombaan nanti.
Saat perlombaan pun tiba. Semua murid kelas matahari terlihat semangat menampilkan pertunjukan. Dio dan  Pak Nana mengiringi teman-teman bermian peran dan bernyanyi.  Satupun lagu yang dibawakan oleh Dio tidak ada yang salah dan semuanya terdengar indah. Pak Nana bangga padanya.  Teman-teman Dio yang selalu mengejeknya ‘si mata empat’ menjadi sadar bahwa Dio walalupun pandangannya terbatas tetapi bisa membuat mereka belajar dan Kelas Matahari menjadi pemenang lomba gerak dan lagu. Waah pasti mereka gembira ya.  
Jika teman-teman mempunyai teman seperti Dio, mengalami gangguan penglihatan, yuk kita bantu. Mereka juga punya kelebihan, jadi jangan pernah meragukan mereka meskipun mereka terbatas, ya. Cara membantunya bagaimana? Jika mereka merasa kesulitan melihat atau membaca teman-teman bisa membantu membacakan tulisan yang tidak jelas. Mereka teman yang baik juga. Melalui kelebihan mereka kita bisa belajar. J


(Angelina Ratih Devanti, 25 Agustus 2014, terinspirasi dari: Adik-adik musisi hebat yang telah membantuku saat menyusun tulisan ilmiah) 

Kacamata Miss Picky : Dikejar 'Deadline' vs Menjaga Esensi

            Pernah ditanya pertanyaan ini ? “ kapan nikah.” , “ mana pacarnya?” , “kok masih jomblo aja sih.”, “ mau nunggu apa lagi, pacaran udah lama,  buruan nikah.” , dan  masih banyak pertanyaan senada lainnya yang seolah menjadi hantu bagi seorang single. Mungkin juga berlaku untuk para couple dalam kehidupan relationship. Bagaimana para single, apakah risih, dongkol, biasa aja, atau sudah depresi. Janganlah sampai depresi buang-buang waktu. Lalu bagi para couple bagaimana,  Merasa dikejar ‘setoran’ ? Siapkah? Jika merasa mantap ya monggo. Jangan sampai terpaksa J
Seorang teman pernah mengeluh tentang statusnya sebagai seorang single.  Dia seorang perempuan dan usia produktif. Dia seperti kebakaran jenggot saat teman-teman sebaya satu persatu melangkah ke jenjang pernikahan. dia merasa khawatir padahal pasangan saja belum ada.  Dia merasa dunia akan runtuh jika tidak segera menikah. Gue hanya bisa menghela nafas.  
Ada pula teman lain, usianya hampir menginjak usia ‘puber kedua’ (sebetulnya puber kedua itu tidak aja, tetapi masa dimana seseorang merasa melewati masa tertentu sehingga baru merasakan masa itu saat sudah menginjak usia yang tidak semestinya, ini kata seorang psikolog di program acara tivi J ) dia merasa khawatir karena tak kunjung menikah. Dia sempat menjalin hubngan dengan seseorang namun batal menikah. Kemudian dia menjalin hubungan kembali cukup lama namun lagi-lagi batal menikah. Merasa bahwa dengan usianya yang sedemikan mapan, sudah tepat untuk menikah seakan dikejar  bom waktu.. Tapi apa mau dikata jika beelum ada pasangan.
Dua sejoli, lagi-lagi ini teman gue, Mereka pacaran cukup lama. Mereka sudah di ‘gong’ untuk segera menikah. Dalam curhatnya, menyiratkan bhawa dia belum terlalu siap untuk menikah, tapi karena tuntutan dari keluarga ya apa mau dikata.
Seakan menikah itu adalah tuntutan sosial, kalau tidak memenuhi tuntutan itu, seseorang dianggap BURUK. (gue ingin menghela nafas yang amat panjang)
Kenapa sih gue repot membahas ini? Hal ini kadang mengganggu pikiran gue, selain pernah dilempar pertanyaan-pertanyaan ‘bising’ itu dan mendengar keluhan para jomblo, gue juga mau berusaha berpikir maju bahwa yang namanya menikah itu bukan hal sepele, tapi memuat banyak aspek yang perlu disiapkan secara matang. TIDAK BISA ASAL. Gue memandang bahwa menikah atau tidak menikah adalah pilihan PERSONAL seseorang, ibaratnya itu ‘daleman’ , yang berhak mengatur individu itu sendiri bukan orang lain.
Gue ingin mempertanyakan, kenapa sih orang begitu cemas dengan status. Katanya jodoh sudah ada yang ngatur. Ya memang tetap ada usaha. Tapi seberapa keras lu berusaha kalau memang belum waktunya apakah lu akan bernegosiasi hebat sama Tuhan, “Tuhan minggu depan aku mau nikah, tunjukkan jodohku”  kan tidak mungkin juga. Gue pun pernah mengalami rasa khawatir  itu, tapi entah kenapa untuk urusan yang satu itu, gue lebih memilih untuk berserah pada Sang Pencipta dan fokus pada hal-hal yang asik gue jalani. So masih merasa aman meskipun suara-suara bising itu datang.  J
Menjalin hubungan serius (menikah) bukan hal mengejar deadline atau target. Entah kenapa gue merasa konyol terhadap orang-orang yang sedemikian mudahnya menargetkan hal itu. Bahkan menjadi sangat ‘murah’ atau asal memilih pasangan  bahkan  asal menikah yang penting aman dari gunjingan orang. Ya, terkadang seorang single dianggap aneh bahkan buruk jika tak kunjung menikah. Terutama single ladies, dicap perawan tua lah, nggak laku lah, dan cap lainnya.  
Orang-orang yang khawatir dengan status, menjadi asal dalam berhubungan bahkan asal menikah  demi status tanpa peduli apakah sudah mengenali dengan baik bibit, bebet, bobot pasangannya. Sebenarnya esensi menikah itu bagi mereka itu apa sih? Apakah menikah merupakan ajang mendapat award dari lingkungan sosial karena telah sukses dalam hidup? Mungkin lebih tidak mengerti  dengan pemikiran orang-orang yang memberi cap BURUK untuk seorang single (terutama single ladies). Sesempit itu kah seseorang memandang bahwa semua orang harus menikah. Jika tidak menikah berarti dia itu ‘tidak normal’ ?
Menikah bukan nilai akademik yang harus diraih supaya bisa naik kelas atau masuk perguruan tinggi terbaik. Menikah bukan untuk menyelematkan seorang jomblo dari rasa khawatir terhadap status.  Menikah itu hubungan dua individu bersatu atas nama cinta yang memuat kepercayaan (trust), komitmen, komunikasi , personality, partnership, materi, dan tentu cinta. Mungkin ada aspek lain yang mendukung tapi menurut gue tujuh aspek itu penting.
Bayangkan jika lu menikah dengan orang yang tidak lu kenal, apkah lu akan nyaman dengan orang itu, tentu tidak. Lu menikah dengan orang tidak bisa lu percaya atau tidak bisa memberi kepercayaan lu, bakal tidak sehat. Namanya menikah, dua individu membangun keluarga baru dan siap menjadi orang tua. So kenapa gue memandang menikah itu tidak bisa dianggap sepele atau dianggap target yang asal harus dicapai jika tidak dicapai lu jadi buruk,  karena lu akan membangun keluarga baru, ada inidvidu baru. Untuk membangun itu semua butuh tujuh aspek tadi. Persiapannya juga tidak bisa sembarangan.  Asal memilih pasangan supaya mencapai target MENIKAH menurut gue bukan hal yang bijak. Terlalu terburu-buru tanpa berpikir panjang pun juga tidak bijak.  
So, memilih dan memilah hidup untuk menikah itu memang bukan perkara membalikkan telapak tangan. Merasa ada pasangan, “yuk nikah”, nggak se-sepele itu. Buat orang yang menikah atau  ingin menikah mestinya bisa mengerti tujuan menikah untuk apa dan tetap menjaga esesni dari sebuah pernikahan itu penting. Menjadi single pun juga bukan pilihan hidup yang buruk.  Jika seseorang menunda menikah atau tidak siap menikah dan memutuskan hidup untuk sendiri ya itu pilihan bukan sesuatu yang harus dipaksa.
 Menikah bukan target hidup yang harus kudu diraih secepat lu meraih gelar sarjana atau kedudukan bonafit di perusahaan, karena itu urusannya soal hidup lu selanjutnya. Kesiapan mental penting didukung materi. Bukan bicara matre tetapi realistis. Membangun keluarga dan kehidupan baru butuh itu semua. Bagi yang memilih tidak menikah pun juga tidak salah. Berbagi hidup dengan orang lain selain berkeluarga bisa dengan hal lain, mislanya untuk kehidupan banyak orang, mengabdi pada masyarakat. Menjadi single pun tidak selamanya akan merasa sepi jika punya cara jitu menyikapi kesendirian.
Bijak dalam melangkah dan berusaha memandang kehidupan dari sisi yang luas juga  perlu untuk mengurangi rasa cemas terhadap status. Mantap dalam melangkah untuk jenjang serius dari hubungan yang telah dibina dengan mengedepankan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk membangun hidup bersama dalam keluarga baru, juga penting bari para couple yang ingin menikah.

(28 Agustus 2014)


Thursday, November 27, 2014

Kacamata Miss Picky: Hidup itu Pilihan


Pernah makan di restoran cepat saji? Pasti pernah. Restoran cepat saji baik dari luar negri maupun  restoran cepat saji ala prasmanan masakan rumahan. Di sana masakan sudah disajikan terlebih dahulu sehingga pengunjung tidak perlu menunggu masakan diolah terlebih dahulu. Pengunjung masuk dan bisa langusng memilih masakan yang telah tersedia. Mulai dari masakan khas jepang sampai khas padang. Mau chicken katsu  sampai telur balado bisa dipilih. Gue bukan mau membahas tentang makanan tapi tentang konsep restoran cepat saji itu memberikan banyak pilihan makanan dan bisa langsung pilih.  
Life is like that. Banyak pilihan yang bisa kita ambil, sesuai dengan tujuan kita sendiri. Kalau kita datang ke restoran cepat saji karena sangat kelaparan, kita mungkin tidak peduli masakan apa, pokoknya makan dan kenyang. Lain hal kalau kita lapar tapi lagi ‘ngidam’ makanan tertentu, kita akan lebih pilih restoran atau makanan yang diinginkan. Hidup juga begitu. Kita  dihadapkan banyak pilihan-pilihan.
Saat seorang siswa lulus SMA, dia bisa memilih mau kerja dulu atau meneruskan pendidikan ke jenjang universitas. Kadang karena tuntutan sosial setelah lulus ya kuliah. Tapi ada juga kok orang-orang yang memilih cari uang. Banyak alasan untuk memilih.

Naik satu strata lagi, saat lulus kuliah mau kerja atau menikah? Itu pun pilihan. sebenarnya tidak perlu menunggu lulus kuliah pun bisa menikah. Tapi karena tuntutan sosial apa yang ingin kita pilih jadi buyar. Misalnya setelah lulus kuliah ingin melanjutkan pendidikan di jenjang magister, tapi tuntutan soisal meminta kita memilih untuk menikah. Mungkin bisa saja terjadi jika pasangan sudah ada jika belum ada apa mau dikata? Terima dijodohkan? Pilihan mu itu.

Setelah menikah, juga dihadapkan pula dengan pilihan hidup lain, mau punya anak atau menunda. Jika memilih ingin punya anak, memilih berapa anak. Semua pilihan.
Dan mungkin dengan contoh peristiwa hidup lainnya.

Menentukan dan menjalani pilihan hidup itu semesetinya hak individu bukan tergantung dari tuntutan sosial, kecuali Tuhan yang meminta. Mestinya menjalani hidup dengan begitu banyak pilihan itu bisa membuat seseorang bahagia atas apa yang dipilihnya.  Ketika seseorang memtuskan pilihan jalan hidup tertetntu atas dirinya sendiri mungkin dia akan merasa lebih bahagia. Tapi lain persoalan jika ternyata pilihannya itu salah mungkin akan membuat si individu itu nelangsa. Kalau individu itu sadar bahwa pilihannya salah dan ingin berubah baik, dia bisa belajar dari kesalahannya. Dibanding menjalani pilihan dari orang lain. Kalau pilihan dari orang lai itu tidak sesuai bisa dibahayangkan apakah orang itu bahagia? Mungkin ya mungkin tidak. Jika pilihan orang lain itu salah, apakah si individu bahagia? Atau semkain nelangsa? Bisa ya bisa tidak.  

Menjadi bahagia itu pilihan. Bahagia untuk siapa? Tergantung individu itu memilih. Dia mau bahagia untuk dirinya sendiri atau karena tuntutan orang lain.  

Saat kita mempunyai pilihan baik untuk membawa bahagia bisa pula terbentur dengan tuntutan. Kadang seseorang kalah dengan tuntutan. Kenapa bisa kalah? Bisa karena budaya atau norma sosial misalnya seorang anak yang memilih untuk masuk perguruan tinggi dengan bidang yang ia minati namun orang tuanya menuntut bidang tertentu. Dia mengalah untuk memilih pilihan orang tuanya. Bahagia kah? Tergantung. Jika tidak bahagia itu yang bahaya.  Kalau orang yang sudah mantap dengan pilihannya dan ternyata terbentur dengan tuntutan sosial, mungkin bisa tidak bahagia. Lain persoalan jika seseorang tidak mantap dengan pilihannya, peran orang lian dibutuhkan.untuk mengarahkan bukan menjatuhkan.  
Itu segelintir contoh bagiamana pilihan dan tuntutan saling beradu. Kita mungkin perlu menjadi pemberontak untuk jadi bahagia.

Kalau kita sadar bahwa bahagia itu pilihan untuk diri sedniri, ya gapailah, perjuangkanlah, dan tetap konsisten untuk menggapainya. Kalau ternyata pilihan kita salah belajarlah dan jangan sampai jatuh di lubang yang sama.

Hidup itu pilihan, demikian pula dengan bahagia atau nelangsa. Tergantung kita mau memilih yang mana. Tapi ingat ada yang mengatur pilihan itu, Tuhan. Tapi Tuhan itu baik pasti memberikan pilihan baik pula.  


(19 agustus 2014)  

Friday, August 22, 2014

Kacamata Miss Picky : Undangan Nikah atau Simposium?


Semua orang tentu pernah mendapat undangan pernikahan dari kerabat atau kolega. Apa saja yang terdapat di undangan nikah? Tentu nama kedua mempelai, keluarga, waktu, dan tempat acara pernikahan. Tapi pernah kah kita lihat beberapa undangan yang mencantumkan gelar pendidikan di belakang nama mempelai? Bahkan gelarnya amat panjang. Ini acara pernikahan atau seminar kesehatan? 
Beberapa hari lalu gue membaca sebuah undangan pernikahan teman. Di undangan kedua mempelai mencantumkan gelar pendidikan. Tetiba gue berpikir, bertanya dan tergugah untuk menuliskan tulisan ini. Mungkin terkesan gue kurang kerjaan buang-buang waktu, tapi entah kenapa cukup menyita pikiran.  
Sebenarnya gelar pendidikan itu apakah perlu dicantumkan pada undangan nikah? Dilihat dari judulnya saja ‘Undangan Pernikahan’ tentulah acara yang diselenggarakan adalah pesta pernikahan. Apakah acara pernikahan berkaitan dengan perbincangan ilmiah, tentulah tidak.  Jika dibandingkan dengan undangan simposium atau seminar, pihak penyelnggara tentu mencantumkan nama pembicara lengkap dengan gelar pendidkan atau gelar lainnya. Tentu ada gunanya. Peserta seminar atau simposium berhak mengetahui kualifikasi pembicara apakah layak dan sesuai membawakan topik terkait. Lalu bagaimana dengan acara pernikahan? apakah empu hajat pernikahan mencantumkan gelar supaya saat acara dibahas kajian ilmiah berdasarkan gelar mereka ? tentu tidak sama sekali.

Perlu atau tidaknya gelar pendidikan di undangan nikah dikembalikan lagi pada Empu hajat pernikahan. Mereka pasti punya tujuan masing-masing. Gue mencoba menelaah alasan mengapa gelar perlu dicantumkan pada undangan nikah, namun menurut gue pribadi tidak dicantunmkan pun tidak salah. 

Tujuan penghargaan diri. Adanya gelar sang empu hajat ingin menunjukkan bahwa mereka berasal dari keluarga berpendidikan, dipandang dari keluarga berada, keedua mempelai sudah mapan membangun kehidupan baru, pihak orang tua berhasil membuat anak-anak mereka sukses di dunia pendidikan tinggi, dan sebagainya.

Itu kalau kedua belah pihak sama-sama mempunyai gelar pendidikan setara, misalnya sama-sama sudah mendapat gelar sarjana. Namun jika salah satu pasangan tidak mempunyai gelar pendidikan apapun atau gelarnya berbeda, misalnya pasangan yang satu hanya lulusan SMA/diploma sedangkan pasangannya bergelar doktor atau bahkan punya gelar yang lebih panjang.  Lagi-lagi menurut gue, agak jomplang ya atau terkesan pasangan/keluarga pasangan yang satu ingin terlihat lebih unggul. Bukannya acara pernikahan itu adalah acara kedua mempelai? Tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi. Akan lebih baik gelar itu tidak dicantumkan daripada malah jadi gunjingan dan terkesan kedua keluarga tidak kompak.

Ada pula Empu hajat pernikahan yang berlatar belakang keluarga intelektual dan terpandang, tidak menggunakan embel-embel gelar pendidikan dan lainnya dalam undangan nikah anaknya. Gue lebih salut dengan hal ini. Kesan bersahaja lebih ditampilkan dengan saling menjaga kekompakan keluarga. Faktanya pun ada Gue pernah membaca sebuah undangan pernikahan kolega orang tua gue, mereka berasal dari keluarga intelektual, keluarga sangat terpadang, bahkan mempelainya pun berlatar pendidikan tinggi (lebih dari sarjana). Dalam undangan mereka tidak mencantumkan gelar pendidikan atau lainnya. Penghargaan diri dari luar sudah tertanam dengan baik karena kehidupan keluarga mereka yang bersahaja.  

Pandangan gue tentang undangan nikah tanpa gelar atau dengan mencantumkan gelar itu kembali pada pilihan pasangan atau Empu hajat acara pernikahan. Apalah arti gelar pendidikan atau lainnya yang tercantum di undangan nikah, yang terpenting kan kekompakan kedua pasangan dan keluarga. Bibit bebet bobot penting. Kematangan mental dan kesederhanaan hati juga penting.
Undangan nikah bukan undangan simposium, yang harus melampirkan sederet gelar panjang J


(19 Juni 2014)  

Kacamata Miss Picky : Perjalanan Dua Dekade


Entah ini bisa dibilang kecintaan atau passion atau sekedar hobi belaka.
Tapi jika ditelusuri ke belakang mungkin hampir mendekati seperempat abad, gue bermain dengan coretan kata.
Ini adalah perjalanan bermain bersama kata dan media partnernya seperti kertas, pensil, pulpen, bahkan komputer.

Berawal dari suka coret-coret saat gue sudah mandiri untuk memegang pensil, mengenal huruf, lancar membaca, dan menulis kalimat sederhana. Sejak TK besar Nyokap sudah mengajari gue baca tulis. Sehingga saat masuk SD gue sudah lancar membaca dan menulis.

Apa yang gue tulis sejak SD ? pada jaman itu buku kecil yang sering disapa ‘diary’ sedang booming. Semua anak pasti punya. Apa sih yang dilakukan anak SD dengan diary? Apa sudah menuliskan keluh kesah, curhat galau seperti ABG atau orang dewasa ? tidak seberat itu. Kala itu diary berisi coretan tulisan dari teman-teman sebaya. Mereka saling bertukar diary menulis biodata.  Uniknya pada jaman itu, setiap teman yang sedang mengisi diary pasti diawali sapaan,
“ hallo, numpang buang tinta ya!”
Kemudian mereka menulis biodata dan membuat humor. Humor yang ditulis bukanlah lelucon seperti para comedian, tapi singkatan nama, contoh ratih R= ratih namanya, A = Anaknya manis, T= tikus binatang yang ditakutinya, I= ikan binatang peliharaannya, H= hantuu takut.. misalnnya begitu. Setelah itu ada yang tidak kalah unik untuk sapaan penutup,
S
A
L
A
Manis
          E
          L
          A
          L
          Untukmu
Begitualh kitra-kira apa yang tertulis di diary anak SD pada jaman gue. Apakah sekarang anak-anak SD masih punya diary dan masih melakukan hal yang sama seperti gue dan teman-teman sekitar 20an tahun yang lalu?

Masih pada masa SD tapi sudah naik tingkat. Menuju remaja tapi belum dibilang remaja. Diary mulai digunkan untuk curhat ala anak SD, bukan seputar permasalahan  berat seperti ABG jaman sekarang tapi lebiih cerita iseng. Gue pun masih menyimpan diary kelas 5 SD. Isisnya masih hal-hal lucu mulai dari rasa senang ada teman baru yang baru pindah ditengah-tengah cawu (dulu cawu sekarang semester)  atau rasa kesel dapat nilai jelek. Masalah anak jaman itu masih simple, jika dibandingkan jaman sekarang.  

Masuk masa berikutnya. Mulai masuk masa remaja. Buku diary berkembang, bukan lagi buku kecil tapi bertansformasi menjadi binder. Jaman SMP sedang ngehits, yang namanya binder. Binder berisi kertas yang bolong dibagian pinggir. Dulu kita anak-anak SMP jaman itu menyebutnya ‘kertas file’ Wujudnya si kertas file tidak selalu kertas putih bergaris, tapi juga terdapat background gambar lucu. Tren saat itu cewek-cewek suka tukeran kertas file.   

Gue mengikuti tren itu juga. Gue punya binder berisi beragam kertas file bergamabar. Tapi lama-lama gue bosan dan menggunkanan binder untuk coret-coret.  Coretan tulisan sudah berkembang tidak seperti jaman SD. Coretan berisi curhat. Nah disini mulai menuliskan catatan harian, meskipun tidak setiap hari menulis. Apa yang biasa gue tulis ? luapan rasa. Rasa senang atau sedih atau lagi suka sama gebetan, dll. Semenjak SMP kan hidup gue udah mulai kompleks tuh. (nggak mau dibahas karena bakal panjang).

Selain curhatan pribadi, gue si tukang ngayal mulai mencoba nulis ide-ide cerita fiksi. Gue menulis kadang di binder tapi juga di buku tulis. So stock buku tulis yang tadinya untuk buku catatan pelajaran atau PR mungkin bisa habis seketika. Cerita apa yang gue tulis? Cerita seputar anak sekolah, kehidupan remaja, kisah cinta-cintaan, dan kadang idenya pun juga dapet dari lingkungan sekolah, mislanya saat gue lagi nulis tiba-tiba disekolah ada gossip guru A dan B, nah bisa aja tuh isu gue masukin kedalam cerita gue. Sepanjang kehidupan sekolah masa SMP lah masa gue punya khayalan gila dan masa badung, tapi nggak badung-bandung amat. Cuma ngeledekin guru A sama B yang digosipin pacaran, sampai-sampai si guru itu jadi bete (sorry, pak, eheheh)

Menulis cerita dengan tulis tangan di buku berlanjut sampai SMA. Masuk SMA makin suka bikin cerita fiksi,. Ada aja idenya. Saat lagi gossip seru via telepon sama temen dekat, tiba-tiba, “ eh bisa tuh dibuat cerita”, akhirnya gue tulis dibuku.  Saat itu belum menggunakan media elektronik untuk nulis (komputer). Gue bisa nulis sampai berbuku-buku karena saking nggak jelas mau dibawa kemana itu cerita. Ibarat penulis skenario sinetron stripping deh, nggak jelas ujungnya gimana. Lama-lama cerita gantung juga dan gue mulai lelah nulis pakai tangan. Akhirnya menulis pakai komputer. Gue mulai bikin cerita pendek yang udah jelas endingnya mau gimana. Tapi namanya juga gue, bikin cerpen pun kepanjangan.  

 Saat itu juga mencoba masukin naskah ke lomba cerpen, tapi tidak berjodoh. Mirisnya cerpen untuk lomba itu pun hilang karena virus. Terus mencoba menulis sampai punya keinginan bikin novel. Jadi keinginan bikin novel sejak SMA tapi belum kesampaian sampai detik ini.   

Lepas masa SMA, memasuki dunia yang semakin kompleks dan absurd. Kecemplung di psikologi. Memasuki masa kuliah yang awalnya gue nggak tahu bakal seberat ini. Ya di psikologi memang berat dan bakal dibahas di tulisan lain kenapa gue kecemplung.  Memasuki masa kuliah, hobi nulis cerpen mulai berkurang. gue malah bikin satu cerpen untuk beberapa semester. 3 semester hanya menghasilkan 1 sampai 2 cerpen. Kenapa begitu ? karena gue sibuk dnegan tugas yang menggila. Tapi mulai aktif menulis lagi secara intens itu sekitar tahun 2008-2009 gue merubah genre tulisan. Mungkin karena padatnya jadwal dan tidak bisa menulis cerita panjang, akhirnya gue mencoba menulis puisi dan prosa. Prosa semacam cerita yang kepuisisian.  Ide menulis semkain yahud. Gue bisa terinspirasi dari temen gue sendiri, dari friendzone gue (cieeeh si kokoh)  

Dulu waktu jaman sekolah, gue paling tidak bisa menulis puisi atau sajak. Tapi kecemplung di psikologi semkain kompleks, semakin berat hidup gue, dan itu yang membuat gue banyak merenung. Hasil perenungan-perenungan itu menjadi bahan tulisan puisi dan prosa.
Masa kuliah bertemu orang-orang baru, ikut komunitas baru, mengenal orang-orang ispiratif salah duanya temen deket gue yang jadi friendzone (cieeeh minta dibahas banget sih sama si kokoh) dan temen gue yang amat talented di bidang musik (kokoh juga nih eheem), karena dia gue banyak nulis puisi dan prosa berkaitan dengan musik, mungkin bisa dilihat di blog gue beberapa tulisan pasti bertema musik atau menggunakan istilah musik yang dianalogikan dengan kehidupan.  

Karena musik itu juga sempat mendapat ide dan sudah tertulis beberapa cerpen bertema pemusik. Gue semkain cinta dengan musik meskipun gue bukan pemusik. Ya gue hanya penikmat musik.  
Kecemplung di psikologi, masuk peminatan pendidikan membahas seputar anak-anak dan dunia pendidikan, juga menjadi ide menulis. Bicara soal peminatan dan menulis, ini awal tercetusnya pemikiran menulis skripsi tentang anak-anak dan musik. Dari rasa suka itulah gue angkat untuk tulisan ilmiah.  Namun perjalanan menulis ilmiah gue juga terjal banget. Hubungan gue dan pembimbing yang gue harapkan bisa asik karena dia seorang  musisi pun cuma harapan. kita selalu miss understanding sampai gue mau maju sidang pun berasa bergerak sendiri.  Gue mencari mentor seorang teman yang ya cukup lah memahami apa yang ingin gue tulis. Disini saya nekat daftar siding meskipun pembimbing setengah hati merestui tapi akhirnya bisa sidang dan lulus.

Akhirnya gue bisa melewati perjalananan terjal. Lepas lulus, gue tidak mau berhenti menulis. Ada hikmahnya gue kecemplung di psikologi, gue semakin mendapat ide menulis seputar kehidupan dan anak-anak. Gue mencoba membuat cerita anak-anak. Buku-buku teks yang menumpuk di kamar sengaja tidak masuk gerobak tukang loak. Gue berpikir buku ini pasti akan berguna untuk kebutuhan menulis. Ternyata benar. Mencoba menulis certia anak itu tidak mudah, apalagi sekarang gue mencoba menulis cerita dengan tema anak berkebutuhan khusus. Adanya buku-buku itu membantu gue untuk riset dan mencari fakta-fakta seputar anak. Buat gue menulis fiksi juga membutuhkan wawasan dan fakta-fakta pendukung. Tidak hanya modal mengkhayal semata.

Gue  nggak tahu mau berhenti sampai kapan untuk menulis, mungkin tidak.
Gue mensyukuri perjalanan ini, rasa cinta gue sama nulis meskpiun gue harus banyak belajar dalam mengolah kata, kalimat, EYD, editing tulisan. (karena gue terkenal dengan miss typo hohoho)
Perjalanan hidup, bekal ilmu, dan segala minat, menjadi sumber ide dalam menulis. Gue sangat bersyukur hampir 20 tahun gue bisa mengkhayal, merenung, berpikir, dan meluapkan menjadi tulisan. Gue masih punya mimpi melalui dunia tulis ini. Apa ? buku. Ya buku, gue ingin punya buku sendiri. Harapan gue adalah gue bisa  percaya diri dan tidak kemakan rasa takut sehingga gue bisa mencoba apapun untuk mewujudkan mimpi itu.

Jadi mimpinya cuma ingin punya buku sendiri? Oh.. tidak, gue bisa terus mengembangkan diri melalui menulis dan melalui apapun yang bisa lalukan. Tuhan menciptakan gue bukan cuma sebagai sampah, begitu selesai terus dibuang, kan. Gue yakin Tuhan punya sesuatu melalui diri gue, yang seperti ini: yang doyan ngayal, doyan nulis,  kepo ini itu, tukang mikir, kadang sok filosofis, open minded, dan sebagainya. Sekarang gue hanya ingin terus konsisten, fokus, displin, dan berserah.  

20 tahun terus konsisten dengan menulis, tidak mau berhenti belajar, dan tetap menulis.
Gue ingin hidup untuk menulis dan menghidupi hidup melalui menulis,
Semoga Tuhan terus membimbing gue sampai menetas. Amin

 “writing is a way of life, it’s not just something I do, but it’s who I am.”-anonymous
 Yeaah, writing is who I am !  


(26 Mei 2014) 

Kacamata Miss Picky : Cita-cita


Anak TK jaman dulu kalau ditanya, “cita-citanya mau jadi apa?” jawabannya dokter. Entah kenapa dulu profesi dokter paling hits untuk jawaban cita-cita. Sampai gue SMP pun gitu biar cepet kalau ditanya soal cita-cita jawabannya dokter. Coba yang dulu masih TK ditanya cita-cita jadi dokter sekarang  mungkin nggak semua jadi dokter. Ada yang jadi dokter tapi mungkin juga ada yang jadi istrinya dokter. Apan sih.

Itu  jawbaban anak TK jaman dulu. Kalau anak TK jaman sekarang, kalau ditanya cita-cita mau jadi apa? Atau kalau udah besar mau jadi apa?, beberapa anak TK perempuan pasti menjawab “ aku mau jadi princess”.  Ini  gara-gara entah teralu di doktrin film-film kartun tentang putri-putri cantik atau karena anak kecil dewasa sebelum waktunya, keseringan nonton yang bukan tontonannya, misalnya meniru gaya si artis yang pengen di panggil princess.  Nggak usah gue sebutlah dia itu siapa.

Bicara soal cita-cita, apa sih cita-cita ? Menurut KBBI cita-cita mempunyai arti: 1. keinginan (kehendak) yang selalu ada dipikiran, 2. Tujuan yang sempurna (tujuan yang akan dicapai/dilaksanakan). Gue coba mengolah arti cita-cita dari KBBI itu berarti keinginan yang selalu dipikirkan dan ingin dicapai, ya meskipun jalannya tidak sempurna dan hasilnya juga tidak sempurna. Kan kata orang yang sempurna itu Tuhan. Kalau kita ya mendekati semprna lah.  

Dari penegrtian itu gue mau lebih luas lagi ngomongin cia-cita. Biasanya ditanya cita-cita mau jadi apa, itu kan berarti merujuk pada sebuah profesi, ‘mau jadi apa?’ kalau buat gue cita-cita itu luas. Cita-cita bisa berkaitan dengan profesi, bisa juga keinginan yang berkaitan dengan hal lain, misalnya gue ingin bisa menerbitkan buku, sepanjang gue hobi nulis, ya kira-kira hampir 20 tahun lah suka yang nanamya ngayal dan nulis, gue pengen nerbitin buku (masih berproses kesana)  nah cita-cita gue itu nggak berkaitan gue mau jadi apa kan. Bisa juga cita-cita itu berkaitan sama keinginan lu di masa depan, mau kehidupan seperti apa. Bukan berarti lu milih-milih dan nego sama Tuhan, pengen hidup enak seperti di Surga. Selama lu masih hidup sih lu pasti bakalan  nemuin surga dan neraka dunia. Mungkin seperti ini, kepengen membangun keluarga yang bahagia, bisa aja kan dibilang cita-cita.  Atau cita-cita pengen ke suatu tempat/negara favorit, misalnya gue, pengen ke Viena, Austria, kenapa karena Viena itu dibilang negara teraman dan pusat seni.

Jadi buat gue cita-cita nggak hanya berkaitan sama profesi lu mau jadi apa, tapi bagaimana keinginan/harapan lu terhadap apapun yang pengen lu raih.   


(24 mei 2014) 

Wednesday, August 20, 2014

Toto Chan - Gadis Cilik di Jendela




Judul Asli : Toto Chan – The Little Girl at The Window
Judul Terjemahan : Toto Chan – Gadis Cilik di Jendela
Pengarang : Tetsuko Kuroyanagi
Alih Bahasa : Widya Kirana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 272 halaman
Cetakan dan tahun terbit : Cetakan kedua Juli 2003, Cetakan ketiga, September 2003

Buku ini menceritakan seorang Toto Chan, Gadis cilik yang mempunyai rasa ingin tahu besar terhadap apapun. Toto Chan sering melalukan hal-hal yang tidak biasa. Orang lain sering menganggap Toto Chan aneh bahkan dianggap nakal.  Saat ia baru mulai sekolah, Guru kelasnya mengadu kepada Ibunya bahwa ia suka  membuat keributan dan mengganggu aktivitas pembelajaran di kelas. Semua tingkah laku Toto Chan membuat sang guru jengkel. Akhirnya Toto Chan dikeluarkan dari sekolah. Toto Chan melakukan berbagai tindakan aneh karena ia ingin membuktikan rasa penasarannya.  
Toto Chan dimasukkan ke sebuah sekolah unik, Tomoe Gakuen. Sekolah ini unik karena bangunan sekolah berupa gerbong kereta api bekas. Sistem pembelajaran yang diberikan pun unik Semua siswa bebas menentukan apa yang ingin dipelajari. Murid-murid belajar dari kehidupan sehari-hari. Toto Chan sangat senang bersekolah di sana.
Toto Chan menyukai sekolah itu sejak pertama kali datang bersama Mama. Toto Chan diterima dengan baik di Tomoe Gakuen. Sang Kepala Sekolah, Pak Sasoku Kobayashi sangat menyukai Toto Chan, karena ia memiliki rasa ingin tahu yang besar. Selama sekolah di Tomoe Gakuen, Toto Chan mendapat banyak pengalaman menarik. Ia bertemu dengan teman-teman yang memiliki keunikan masing-masing. Pak Kobayashi memberikan materi ajar dengan mempraktekkan langsung. Toto Chan dan teman-temannya bebas mengenal dan mengeskplorasi rasa ingin tahu. Selain pengalaman menarik di sekolah, Toto Chan juga mendapat pengalaman dan pembelajaran dari kegiatan sehari-hari, seperti saat bermian dengan anjing kesayangan, saat berangkat sekolah, saat mengikuti karya wisata di luar sekolah, dan kegiatan lainnya. ia dapat memperoleh hal baru setiap hari.
Novel  setebal  272 halmaan ini dapat dinikmati oleh semua kalangan, baik anak-anak, orang tua, pendidik, dan pemerhati anak. Novel ini berisi pengalaman belajar dari seorang anak dengan rasa ingin tahu besar. Rasa ingin tahu tersebut didukung pula oleh orang-orang dewasa. Di ceritakan bagaimana seorang kepala sekolah, Pak Kobayashi dan Mama Toto Chan membimbing Toto Chan dengan cara yang menarik. Cerita dikemas secara ringan. Meskipun novel terjemahan, Penerjemah menggunakan pilihan kata dan bahasa sederhana sehingga alur cerita dapat dipahami. Novel ini berlatar belakang masyarakat jepang, tidak dipungkiri ada beberapa istilah dalam bahasa jepang yang digunakan. Penulis tetap membawakan cerita secara ringan dan memberi penjelasan melalui narasi cerita.
Saya menyukai dunia anak-anak dan pendidikan. Setelah membaca buku ini, banyak hal yang dapat dipelajari. Media belajar  kreatif membuat anak dapat mengembangkan rasa ingin tahu mereka. Proses belajar tidak hanya diperoleh dengan teori-teori di sekolah. Anak-anak dapat belajar  dari kegiatan yang dilakukan. Teori itu memang penting tetapi mengaplikasikan kedalam kehidupan nyata  jauh lebih penting.
Satu hal lagi yang saya dapat dari novel ini. Saat anak bertingkah laku tidak wajar, terkadang orang dewasa, baik guru maupun orang tua, cepat sekali memberi label negatif. Anak dilabel nakal, bodoh, dan sebagainya. Padahal anak-anak pada masa itu sedang memiliki rasa ingin tahu besar terhadap apapun. Sebaiknya orang dewasa dapat memahami kondisi anak. Jangan sampai label negatif membuat anak tidak percaya diri dan menggangu proses perkembangan belajar mereka. 
5 stars out of 5 for Toto Chan – Gadis Cilik di Jendela
(oleh : @ratihred)

Saturday, August 16, 2014

#LetterstoAubrey from Onty Ratih - Dongeng Semangat untuk Ubii

Dongeng Semangat untuk Ubii..
Hai Ubii, kenalin aku onty Ratih, aku seneng deh bisa kenal sama Mommy Ubii, Mommy Ges. Mommy Ubi keren dan selalu cinta banget sama Ubii. Ubii, Onty mau kasih cerita untuk Ubii, Onty suka banget nulis cerita dan bercerita. Inspirasi cerita ini datang dari Ubii loh. Melalui cerita ini Onty pengen kasih semangat buat Ubii. Ubii anak yang kuat. Kelak saat Ubii  sudah sekolah, Ubii banyak bertemu dengan teman baru yang beraneka ragam. Ubii jangan pernah takut yaa, selalu sayang sama semua orang. Mungkin suatu saat nanti Ubii bertemu dnegan teman-teman yang belum mengerti Ubii, mereka suka mengejek atau menggap remeh Ubii. Ubii tetetp semangat dan jangan pernah minder. Ubii tunjukin segala hal yang Ubii bisa. Tuhan sayang banget sama Ubii, Tuhan pasti memberi bakat luar biasa untuk Ubii. Semoga lewat cerita onty ini Ubii bisa terus semangat dan menjadi Ubii yang Kaya Cinta, Ubii yang mendapatkan banyak cinta dari semua yang sayang sama Ubii dan berikan juga cinta Ubii kepada semua orang  melalui bakat, talenta, dan karya. Terus menjadi Ubii yang menginspirasi dan membanggakan untuk Mommy, Daddy, & semua orang.
Love you, Ubii :*
Selamat menikmati cerita dari Onty ya, Ubii J

Ceritaku Bersama Teman Spesial
Medi Si Penari

Sabtu sore adalah hari paling ditunggu beberapa murid Sekolah Pelangi. Ada apa di sabtu sore? Ada Kelas ‘Tari Ceria’.  Sekolah Pelangi membuka kelas bebas untuk murid-muridnya, salah satunya kelas tari. Siapapun boleh mengikuti kelas itu, baik murid perempuan maupun laki-laki. Kak Tasya dan Kak Fifi yang mengajar. Mereka bisa membuat tarian kreatif sehingga bisa diikuti semua murid.  
Kali ini Kak Tasya mengajak murid-murid bercerita melalui tarian, yaitu Tarian Angsa. Tarian itu akan dibawakan dalam pertunjukan hari ulang tahun sekolah. Wah pasti menyenangkan sekali ya.
“ Kak Tasya, nanti aku yang jadi angsanya, ya?”, pinta Anti.
“ Jangan kak, Anti jadi pohon saja hahaha..”, goda Kiko.
“ Aku saja, kak, dia kan nggak bisa berputar seperti ini”, seru Monik sambil memutar badannya seperti balerina. Kak Tasya hanya tersenyum melihat murid-muridnya senang dan bersemangat.
Saat mereka berlatih, Kak Fifi datang bersama Medi. Hari ini Medi baru mengikuti latihan di Kelas Tari Ceria. Medi baru tiga hari pindah ke Sekolah Pelangi. Kak Fifi mengenalkan Medi pada teman-temannya di Kelas Tari Ceria.
“ Teman-teman, ini Medi, dia baru ikut latihan hari ini.”, ujar Kak Fifi.
“ Kak, emang Medi bisa nari?”, bisik Anti pada Kak Tasya.
“ Kita belajar sama-sama, ya”, ujar Kak Tasya.
Anti berbisik pada Monik dan Nina. Mereka adalah teman sekelas Medi di kelas 2. Mereka tidak percaya bahwa Medi bisa mengikuti kelas menari. Kemarin saat pelajaran matematika Medi tidak bisa mengikuti pelajaran karena alat bantu dengarnya rusak. Akhirnya Ibu Rina mendampinginya saat belajar.     
Monik dan Anti terus berbisik membicarakan Medi. Mereka menganggap Medi tidak bisa apa-apa tanpa alat bantu dengar.
“Kamu kok bisik-bisik, dia kan nggak dengar.”, ujar Anti.
“ Kak Tasya, dia kan nggak bisa dengar, nanti  kalau salah gimana?”, bisik Monik.
“ Medi sudah pakai alat bantu dengar, Monik, jadi Medi terbantu.”, ujar Kak Tasya.
 “Medi seperti kakekku saja, bolot, nggak bisa dengar.”, celetuk Kiko.
“Ssst! Kiko, Medi masih bisa dengar kok, kan ada alat bantu dengar. Kalau alatnya rusak, kita yang membantunya, ya.”, sahut Kak Fifi.
“ Maaf, tapi benar, Kak, kakekku itu ‘bolot’ tidak bisa dengar.”, ucap Kiko pelan.
Kak Tasya dan Kak Fifi mengerti bahwa Medi harus dibantu alat bantu dengar. Ketika masih kecil Medi sakit menyebabkan  badannya kaku dan telinganya terganggu.Namun Kak Tasya dan Kak Fifi tetap menerima Medi untuk belajar tari bersama di Kelas Tari Ceria.  
“ Alat bantu dengarku sudah betul, kok. kalau rusak lagi, aku bisa melihat gerakan Kak Taya, jadi aku masih bisa belajar menari.”,  ujar Medi.
Akhirnya semua murid kelas tari berlatih, Tarian Angsa. Medi ikut menari sebagai angsa. Gerakan Medi luwes bahkan lebih baik dari teman-temannya. Semua teman menatap heran, termasuk Kak Fifi dan Kak Tasya. Ternyata sejak kecil Medi selalu dilatih Ibunya gerak dan tari agar badannya tidak kaku. Medi suka sekali menari. Meskipun Medi tidak bisa mendengar, Medi masih bisa melakukan banyak hal seperti teman-teman. Kak Fifi meminta agar semua teman-teman Medi juga belajar menari bersama. Medi juga tidak sungkan membantu teman lain. Anti dan Monik merasa bersalah menganggap Medi tidak bisa apa-apa. Mereka pun belajar menari bersama Medi. Kak Tasya memilih Medi menjadi penari angsa utama untuk pertunjukan.

(Angelina Ratih Devanti, 9 Agustus 2014, Untuk: Ubii & Mommy Ges)

#LetterstoAubrey ini adalah kado ulang tahun Ubii yang ke- 2 
Dongeng Semangat dari Onty Ratih untuk Aubrey Naiym Kayacinta :)
Terimakasih untuk Ubii & Mommy Ges yang telah memberi inspirasi



Ceritaku Bersama Teman Spesial: #5 Todi Juara Lari

Ceritaku Bersama Teman Spesial
#5 Todi Juara Lari
Pagi yang cerah Pak Edi mengajak murid-murid Kelas Asteroid bermian di lapangan sekolah. Sari, sang ketua kelas memimpin barisan. Mereka semua berjalan menuju lapangan dengan riang. Setibanya di lapangan Sari merasa ada yang kurang saat melihat barisan teman-temannya.
“ Pak Edi, Todi nggak masuk.”, ujar Sari.
“ Nah, itu dia”, ujar Pak Edi sambil menunjuk Todi yang baru muncul. Ia tertinggal. Pak Edi membantu Todi untuk bergabung. Teman-teman Todi menatap heran. Ada yang berbeda dari Todi.
“ Kaki kayunya mana, Todi ?”, tanya Beno si badan besar.
“ Patah.”, jawab Todi.
“ Nggak bisa jalan dong ?”, ujar Tika.
“ Bisa. Kan pakai kursi roda.”, jawab Todi.
“Sekarang kakinya Todi roda ya hihihi.”, bisik Tika pada Beno.
Biasannya Todi memakai tongkat untuk berjalan. Sejak kecil kaki Todi sakit, tidak bisa bergerak. Hari ini Todi menggunakan kursi roda. Meskipun Todi duduk di kursi roda, ia tetap ingin mengikuti olah raga bersama teman-teman.  
Hari ini Pak Edi mengajak bermain “Lari Ambil Harta Karun”. Wah asyik sekali mengambil harta karun. Harta karun apa ya ? Pak Edi memasukkan bendera-bendera ke dalam ember biru. Semua murid diminta untuk mengambil  bendera dengan cara berlari dan membawa kembali pada tempat semula.
Beno, si badan besar bersiap di barisan depan. Peluit dibunyikan oleh Pak Edi. Secara bergantian murid-murid berlari mengambil bendera dan kembali ke tempat semula. Ada murid yang berlari cepat namun ditengah jalan terjatuh, seperti Sari, Beno, dan Rafa. Namun ada pula yang malah berjalan karena takut terjatuh. Pada barisan paling belakang, tinggalah Todi.
“ Todi, mau coba juga ?”, tanya Pak Edi.
“ Iya.”, jawabnya mantab.
“ Memang, Todi bisa ?”, ujar Beno ragu.
Todi berusaha menggerakkan kursi roda dengan cepat. Ia mengambil bendera di ember biru kemudian berbalik menuju tempatnya semula. Suasana semakin ramai. Semua murid bersorak. Pak Ade ikut memberi semangat pada Todi.
“ Wah, Todi bisa cepat mengambil bendera. ”, puji Sari.
“Kalau pakai kaki kayu, pasti nggak bisa cepat.”, Beno mencibir.
“ Kaki kayu itu apa, Ben?’, Tiba-tiba Pak Edi mendekati Beno.
“Kakinya Todi, Pak, kan Todi jalannya pakai tongkat.”, ujar Beno sambil tertawa. Beberapa teman lain ikut tertawa.
“Tapi sekarang Todi jalannya pakai roda.”, sahut Momo.
Pak Edi memberi pengertian pada Beno dan teman-teman bahwa Todi masih mempunyai kaki seperti mereka. Meskipun kaki Todi tidak bisa untuk berjalan, Todi masih bisa bergerak dengan tongkat maupun kursi roda. Todi tampak bersemangat untuk bermain bersama teman-temannya. Pak Edi meminta agar murid-muridnya dapat membantu Todi saat mengalami kesulitan.
Tiba-tiba Pak Edi mempunyai ide.
“ Sekarang kita lomba, ya !”, seru Pak Edi bersemangat.
Semua murid sangat senang. Mereka mengajukan diri jadi peserta. Pak Edi meminta 3 orang untuk jadi peserta babak pertama, sementara murid lain menunggu giliran.  
“ Tiga orang dulu ya, nanti gantian, siapa mau jadi peserta babak pertama ?”, tanya Pak Edi.
Beno mengajukan diri. Rafa si kurus tidak mau kalah. Sudah ada 2 peserta, lalu siapa lagi ya ?
“ Saya, Pak.”, seru Todi sambil mendorong kursi rodanya.
Beno dan Rafa menatap heran. Apakah Todi bisa menang melawan mereka. Teman lainnya pun ragu. Pak Edi justru bangga pada Todi karena Todi bersemangat mau  ikut lomba lari.
Beno, Rafa, dan Todi bersiap  pada posisi masing-masing. Peluit segera dibunyikan oleh Pak Edi. Mereka berlari menuju ember-ember berisi bendera. Beno si badan besar berlari sekuat tenaga mencapai ember. Rafa tak mau kalah dengan Beno. Bagaimana dengan Todi? Todi mendorong kursi rodanya agar dapat menyusul Beno dan Rafa. Mereka bertiga berhasil mengambil bendera dalam ember.
Saat kembali ke tempat semula, Beno berhenti sejenak di tengah lintasan lari karena lelah. Rafa berusaha sekuat tenaga berlari mengalahkan Beno. Tiba-tiba sepatu Momo terlepas dan terlempar ke dalam semak-semak. Rafa malah mengejar sepatunya. Todi terus berusaha mendorong kursii roda. Todi melewati Beno. Akhirnya pada babak pertama Todi menjadi juara. Semua teman-teman tepuk tangan untuk Todi. Semua bersorak gembira saat Todi telah kembali membawa bendera.
“ Wah, Todi kuat, padahal harus menggerakkan kursi roda.”, Puji Sari.
“ Huuh…huuh.. iya.. Kamu hebat, aku cepat lelah jadi kalah deh.”, ujar Beno dengan nafas terengah-engah. Todi hanya tersenyum. 
“ Kamu hebat Todi, kalau ada lomba lari lagi, kamu ikut ya.”, ujar Pak Edi bangga.
“ Iya, Pak !”, jawab Todi mantab.
Pak Edi memberitahu kepada semua murid bahwa Todi tetap bisa beraktivitas seperti mereka walaupun harus dibantu kursi roda atau tongkat. Teman-teman Todi  bangga dan tidak lagi meledek Todi dengan sebutan ‘ Si Kaki Kayu’ atau ‘ Si Kaki Roda ‘ .


(Angelina Ratih Devanti, 23 Mei 2014) 

Ceritaku Bersama Teman Spesial: #4 Mirel Suka Matematika

Ceritaku Bersama Teman Spesial
#4 Mirel Suka Matematika
Waktu istirahat telah usai, saatnya semua murid kembali ke kelas. Kelas ‘Berhitung Asyik’ bersama Pak Ade akan dimulai. Mirel tampak lemas saat masuk kelas. Sita, teman sebangkunya heran menatap Mirel. Ia tampak tak bersemangat. Apa yang membuatnya tak bersemangat ya ?
Saat Pak Ade meminta semua murid mengeluarkan PR Matematika, wajah Mirel semakin muram. Sita mengira Mirel sakit.
“ Mirel, kamu sakit ya ?”, tanya Sita.
“ Tidak. “, jawab Mirel pelan.
Pak Ade berkeliling memastikan semua murid membawa PR matematika.
“ Semua membawa PR matematika ?”, tanya Pak Ade.
Iya, Pak.”, jawab semua murid serentak.
Pak Ade mengajak membahas PR bersama. Pak Ade mengeluarkan kartu warna-warni dari  “Keranjang Rahasia” , kemudian membagikan kepada semua murid. Ada kartu warna: merah jambu, biru, kuning, hijau, merah, oranye, dan hitam. Wah untuk apa ya kartu warna-warni itu? Semua murid menatap heran kartu itu. Murid yang mendapat kartu hitam diminta mengerjakan soal di depan. Namun mereka bebas memilih soal yang akan dikerjakan. Sedangkan murid yang mendapat kartu warna lain bertugas untuk mengoreksi jawaban.  
Satu persatu murid maju, namun Pak Ade heran, mengapa yang maju ke depan hanya 4 orang, padahal PR matematika berjumlah 5 soal.
“ Siapa lagi, yang mendapat kartu hitam?”, tanya Pak Ade.  
Mirel maju dengan ragu-ragu. Lisa, Doni, Sari, dan Nana sudah memilih soal. Mirel terpaksa mengerjakan soal yang tersisa. Ia terdiam kaku melihat soal nomor 4. Dia ragu-ragu karena belum mengerjakan soal nomor 4. Wajahnya pucat saat hendak menuliskan di papan tulis. Tangannya bergetar memegang buku dan spidol. Keempat temannya telah selesai menuliskan jawaban PR. Mirel masih berdiri di depan. Satupun jawaban belum dia tulis.
“ Mirel, lama nih, cepetan dong! “, terdengar ucapan seorang kawan dari belakang
Mirel masih menunduk menatap buku PR-nya. Tangannya bergetar. Buku PR Mirel terjatuh. Saat Mirel mengambil buku, suasana kelas semakin ramai.
“Mirel lama nih !”, ujar Todi.
“Cepetan Mirel, aku mau tahu jawabannya !”, ujar Lisa.
Pak Ade menghampiri Mirel dan melihat soal nomor 4 masih kosong. Mirel menjadi takut dan menangis di depan kelas.
“ Kok nangis, ih.. cengeng!”, ujar Bobo.
 “ Mirel, payah! ”, ujar Andi.
“ Mirel cengeng, Mirel payah !”, ujar teman lainnya.
Pak Ade menepuk pudak Mirel supaya tenang. Ia pun diminta untuk kembali ke tempat dududknya. Sita memberikan sapu tangan untuk menyeka air mata mirel.
“ Jangan nangis, nanti kita kerjain bersama, ya.”, ujar Sita.
“ Aku belum bisa, takut dimarahin Pak Ade”, bisiknya terisak.
“ Tidak apa-apa, kalau belum bisa, nanti kita belajar lagi ya. ”, ucap Pak Ade sambil menepuk pundak Mirel.
Pak Ade memberi pengertian kepada teman-temannya bahwa Mirel memang belum mengerti materi penjumlahan. Suara ramai pun mereda. Akhirnya Pak Ade mengajari kembali penjumlahan pada PR matematika itu. Soal nomor 4 tertulis ‘ 2 + 3 =…’  Pak Ade mengeluarkan bola merah dan meminta semua murid menghitung jumlah bola tersebut. Bola merah berjumlah 2 buah. Kemudian Pak Ade mengeluarkan bola biru,
“ Mirel, bola biru ada berapa?”, tanya Pak Ade.
“ satu..dua..tiga.. tiga, Pak ?”, jawab Mirel. 
Pak Ade menggabungkan semua bola dan meminta murid-murid menghitung jumlah semua bola. Semua murid mencoba menghitung bola-bola itu. 2 bola merah di tambah 3 bola biru menjadi 5 bola. Akhirnya soal nomor 4 dapat terjawab.
Pak Ade mengajari Mirel penjumlahan dengan menggunakan bola warna-warni itu. Sedikit demi sedikit Mirel pun dapat mengerti. Sita ikut membantu Mirel dalam mengerjakan soal penjumlahan lain dengan benda lainnya. Mirel menjadi senang dan bersemangat mengerjakan soal matematika dengan cara asyik. Teman-teman Mirel akhirnya mengerti bahwa Mirel butuh banyak belajar. Mereka tidak lagi meledek Mirel, tetapi membantu Mirel mengerjakan soal mateamtika seperti cara Pak Ade. Mirel tidak takut lagi belajar matematika.  


(Angelina Ratih Devanti, 20 Mei 2014)