Friday, August 22, 2014

Kacamata Miss Picky : Undangan Nikah atau Simposium?


Semua orang tentu pernah mendapat undangan pernikahan dari kerabat atau kolega. Apa saja yang terdapat di undangan nikah? Tentu nama kedua mempelai, keluarga, waktu, dan tempat acara pernikahan. Tapi pernah kah kita lihat beberapa undangan yang mencantumkan gelar pendidikan di belakang nama mempelai? Bahkan gelarnya amat panjang. Ini acara pernikahan atau seminar kesehatan? 
Beberapa hari lalu gue membaca sebuah undangan pernikahan teman. Di undangan kedua mempelai mencantumkan gelar pendidikan. Tetiba gue berpikir, bertanya dan tergugah untuk menuliskan tulisan ini. Mungkin terkesan gue kurang kerjaan buang-buang waktu, tapi entah kenapa cukup menyita pikiran.  
Sebenarnya gelar pendidikan itu apakah perlu dicantumkan pada undangan nikah? Dilihat dari judulnya saja ‘Undangan Pernikahan’ tentulah acara yang diselenggarakan adalah pesta pernikahan. Apakah acara pernikahan berkaitan dengan perbincangan ilmiah, tentulah tidak.  Jika dibandingkan dengan undangan simposium atau seminar, pihak penyelnggara tentu mencantumkan nama pembicara lengkap dengan gelar pendidkan atau gelar lainnya. Tentu ada gunanya. Peserta seminar atau simposium berhak mengetahui kualifikasi pembicara apakah layak dan sesuai membawakan topik terkait. Lalu bagaimana dengan acara pernikahan? apakah empu hajat pernikahan mencantumkan gelar supaya saat acara dibahas kajian ilmiah berdasarkan gelar mereka ? tentu tidak sama sekali.

Perlu atau tidaknya gelar pendidikan di undangan nikah dikembalikan lagi pada Empu hajat pernikahan. Mereka pasti punya tujuan masing-masing. Gue mencoba menelaah alasan mengapa gelar perlu dicantumkan pada undangan nikah, namun menurut gue pribadi tidak dicantunmkan pun tidak salah. 

Tujuan penghargaan diri. Adanya gelar sang empu hajat ingin menunjukkan bahwa mereka berasal dari keluarga berpendidikan, dipandang dari keluarga berada, keedua mempelai sudah mapan membangun kehidupan baru, pihak orang tua berhasil membuat anak-anak mereka sukses di dunia pendidikan tinggi, dan sebagainya.

Itu kalau kedua belah pihak sama-sama mempunyai gelar pendidikan setara, misalnya sama-sama sudah mendapat gelar sarjana. Namun jika salah satu pasangan tidak mempunyai gelar pendidikan apapun atau gelarnya berbeda, misalnya pasangan yang satu hanya lulusan SMA/diploma sedangkan pasangannya bergelar doktor atau bahkan punya gelar yang lebih panjang.  Lagi-lagi menurut gue, agak jomplang ya atau terkesan pasangan/keluarga pasangan yang satu ingin terlihat lebih unggul. Bukannya acara pernikahan itu adalah acara kedua mempelai? Tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi. Akan lebih baik gelar itu tidak dicantumkan daripada malah jadi gunjingan dan terkesan kedua keluarga tidak kompak.

Ada pula Empu hajat pernikahan yang berlatar belakang keluarga intelektual dan terpandang, tidak menggunakan embel-embel gelar pendidikan dan lainnya dalam undangan nikah anaknya. Gue lebih salut dengan hal ini. Kesan bersahaja lebih ditampilkan dengan saling menjaga kekompakan keluarga. Faktanya pun ada Gue pernah membaca sebuah undangan pernikahan kolega orang tua gue, mereka berasal dari keluarga intelektual, keluarga sangat terpadang, bahkan mempelainya pun berlatar pendidikan tinggi (lebih dari sarjana). Dalam undangan mereka tidak mencantumkan gelar pendidikan atau lainnya. Penghargaan diri dari luar sudah tertanam dengan baik karena kehidupan keluarga mereka yang bersahaja.  

Pandangan gue tentang undangan nikah tanpa gelar atau dengan mencantumkan gelar itu kembali pada pilihan pasangan atau Empu hajat acara pernikahan. Apalah arti gelar pendidikan atau lainnya yang tercantum di undangan nikah, yang terpenting kan kekompakan kedua pasangan dan keluarga. Bibit bebet bobot penting. Kematangan mental dan kesederhanaan hati juga penting.
Undangan nikah bukan undangan simposium, yang harus melampirkan sederet gelar panjang J


(19 Juni 2014)  

No comments:

Post a Comment