Saturday, February 14, 2015

Seri mimpi Lucu : Resital Melayang

               Lola suka sekali bermian piano. Sejak kelas 1 SD Lola sudah kursus piano di sekolah musik ‘Kusukamusik’.  Diusianya yang menginjak 10 Tahun, Lola bersama teman-temannya diberi kesempatan oleh pihak sekolah musik untuk mengikuti resital anak. Kesempatan ini diberikan untuk murid yang mendapat nilai baik saat ujian. Lola sangat senang bisa mengikuti resital anak. Ia bersemangat untuk berlatih, karena kali pertama Lola mempersembahkan lagu favorit pada sebuah resital. Setiap hari Lola berlatih baik di sekolah musik maupun di rumah. Mama Lola bangga melihat Lola tekun berlatih. Kelak saat besar nanti Lola ingin menjadi seorang pianis seperti Kakek. Dia ingin bisa bermian piano di gedung pertunjukan megah.  
               Saat kecil Lola sering melihat Kakek berlatih maupun mengajar piano. Kakek Lola seorang pianis, beberapa kali Lola juga diajak kedua orang tuanya untuk menonton Kakek pada resital musik. Lola sangat senang bisa diberikan kesempatan tampil di resital. Ia tidak sabar menunggu saat resital anak berlangsung.  Ia giat berlatih agar dapat menunjukkan kemampuan terbaik bermian piano.
Saking bersemangat berlatih Lola sampai lupa tidur siang, sehingga membuatnya mengantuk pada sore hari.  Sore hari Mama ingin mengajak Lola menjenguk Tante Mila di rumah sakit. Ternyata Lola tertidur di sofa ruang tengah. Mama melihat Lola tampak lelah karena sejak siang berlatih piano. Akhirnya Mama pergi sendirian.
               Hari yang ditunggu pun datang. Lola deg-degan tapi tidak sabar memainkan lagu favoritnya. Secara bergantian murid-murid terpilih mempersembahkan permianan musik. Tibalah saatnya Lola beraksi. Pemandu acara resital segera mempersilakan Lola tampil,
               “ Selanjutnya kita tampilkan solo piano dari Lolita.”
Semua penonton memberikan tepuk tangan semangat untuk Lola. Lola tampak gugup namun setelah mengatur nafas, Lola mulai menjentikkan jari pada tuts piano dan memiankan sebuah lagu.  Lola dapat membawakan lagu dengan baik, meskipun tersedia partitur di depannya. Ia terbawa alunan melodi sehingga membuat kepala dan badan bergerak mengikuti irama.
           Lola semakin terbawa alunan lagunya, kepala dan badannya terus bergerak seperti penari.  Tiba-tiba terjadi hal yang aneh, perlahan grand piano yang dimainkan Lola terangkat, Lola pun ikut terangkat. Semakin lama grand piano dan Lola terangkat tinggi dan melayang. Para penonton, kursi penonton, dan benda-benda diskeitar ikut melayang. Semua bergerak mengikuti alunan riang yang dimainkan oleh Lola. Lola takjub melihat dirinya melayang dan grand piano itu berdenting tanpa disentuh. Lola melihat Mama, Papa, dan penonton ikut melayang dan bergoyang mengikuti irama lagu. Lola merasa seperti sedang mengadakan resital di luar angkasa. Lagu terus mengalun. Lola tidak hanya melihat para penonton, dua boneka kesayangannya si Beno Kelinci  dan Teki ikut bergoyang melayang.  Cukup panjang lagu yang dibawakan Lola bersama grand piano melayang itu, tanpa terasa lagu pun hampir habis. Alunan pun mulai melambat. Perlahan para penonton, kursi, dan beberapa bneda mendarat ke tempat semula. Lola dan piano besar itu pun perlahan mendarat ke panggung. Namun pendaratan Lola tidak mulus. Lola tidak kembali ke tempat duduknya tetapi tersungkur jatuh di lantai panggung.  
               “ Aduuh...”, keluh Lola sambil mengelus pinggang.
               Lola heran melihat dirinya di lantai. Namun yang membuatnya semakain heran saat Lola melihat sekelilingnya, berbeda tidak seperti di aula resital. Kini ia melihat buku, krayon, dan partitur lagu berantakan di meja ruang tengah. Si Beno dan Teki berserakan di lantai. Ternyata Lola sangat menantikan hari resitalnya sampai terbawa mimpi dan membuatnya jatuh dari sofa. Lola menceritakan mimpinya pada Mama dan Papa. Mereka tertawa saat mendengar mimpi lucu itu. Papa senang melihat Lola bersemangat latihan. Papa berpesan agar Lola tetap menjaga kesehatannya dengan makan dan istirahat yang cukup.
              Lola berpikir jika mimpinya menjadi kenyataan pasti menyenangkan sekali ya, bisa bermian piano sambil melayanng dan bergerak mengikuti alunan musik. Lola sampai tertawa sendiri jika mengingat mimpinya itu.

(Angelina Ratih Devanti, 10 Februari 2015)


Kacamata Miss Picky : Patah Gigi Patah Hati


“ Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati ini.”
Pernah mendengar penggalan lirik tersebut, kan. Lirik itu menunjuk pada sebuah perbandingan rasa sakit. Lirik yang sering dipakai untuk guyonan atau pada adegan drama (baik drama lebai maupun drama komedi) dimana tokoh sedang patah hati muncul penggalan lagu tersebut sebagai pemanis adegan. Orang diharapkan memilih untuk sakit gigi daripada merasakan sakit hati. Seakan sakit gigi tidak ada apa-apanya dibanding sakit hati. Tapi kenapa sakit hati tidak dibandingkan dengan sakit lainnya? sakit gigi lebih memang pamor dalam lirik dibanding sakit perut, sakit pinggang atau sakit lainnya. Jangan salah sakit gigi juga menyakitkan seperti sakit hati. Yang namanya sakit mana ada yang enak.    
Saat seseorang mengalami brokenheart, seakan badan ‘lupa’ merasakan saat salah satu organ sakit, ya seperti penggalan lirik lagu tadi, gigi sudah bengkak tapi karena patah hati seakan rasa nyut-nyutan itu nggak ada rasanya. Seperi mati rasa fisik. Hebat ya pikiran manusia bisa memblokade, mentolerir rasa sakit fisik dari patah hati.  
Sebenarnya sakit gigi pun bisa membuat seseorang sakit hati. Saat seseorang sedang sakit gigi, merasakan gusi berdenyut sampai kepala juga ikut berdenyut. Orang sering menyebut, “cenat-cenut” atau “ gigiku nyut-nyutan”. Coba bayangkan jika kita sedang merasakan ‘nyut-nyutan’ di gusi dan kepala, saat itu kita juga sedang melakukan sesuatu hal, mungkin konsentrasi terganggu, mungkin peluang melakukan kesalahan lebih besar, efeknya apa yang dikerjakan tidak total. Atau merasa tidak percaya diri karena gusi bengkak seperti orang sedang ‘mengemut’ permen. Gigi patah, bisa membuat seseorang ‘patah hati’. Gigi seri depan patah, membuat penampakan diri seperti lansia. Kalalu kejadiannya terjadi pada lansia mungkin dianggap wajar, gigi sudah banyak yang tanggal. Bagaimana jika kejadiannya terjadi pada anak muda? Mungkin saja akan merasa tidak percaya diri. Pasti ada keresahan bagaimana ya jika bertemu pacar, bagaimana kalau berdiskusi dengan klien, dan segala macam keresahan. Saat berhadapan dengan orang lain, mungkin akan merasa risih karena giginya ‘ompong’.  Belum lagi jika ke’ompong’an itu dipertanyakan lawan bicara. Rasanya, ya mungkin seperi patah hati. (mungkin) Patah gigi juga bisa membuat hati ‘ciut’ kan. Patah gigi juga memicu sakit lain, jadi susah makan, jadi malas makan, asupan makan berkurang dan akhirnya sakit perut..
Bisa dikatakan yang namanya sakit apapun itu baik fisik maupun psikis tidak enak. Sakit gigi tidak lebih baik dari sakit hati. Sakit hati tidak lebih baik dari sakit gigi. Demikian juga sakit perut, sakit pinggang, dan sakit lainnya.
Bukan “Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati”
Karena sama menyakitkan, “cenat-cenut” dan “nyut-nyutan” 
Tapi, Lebih baik SEHAT J


 (Angelina Ratih Devanti, 8 Februari 2015) 

Monday, January 5, 2015

Cerita Katak


Hujan sudah turun berbulan-bulan, bahkan angin ikut beraksi. Matahari seperti dipaksa hibernasi. Manusia menjadi enggan pergi jika tak ada yang pasti. Entah bagaimana asal mulanya atau mungkin aku sudah tercipta sedemikian rupa bisa menikmati fenomena alam ini.

Saat sebagian langit meredup kelabu, aku dan kawan-kawan siap berpesta pora layakanya manusia yang sedang berbahagia mendapatkan sesuatu yang istimewa.

Satu, dua, bahkan tak terhingga titik air jatuh membuatku gaduh. Seperti deretan musik perkusi ditabuh, Aku dan kawan-kawan siap berpesta tanpa jenuh. 

Menikmati hujan berarti menikmati kebahagiaan dan kebebasan. Ini hanya berlaku untukku dan kawan-kawan. Mungkin ada segelintir manusia atau spesies lain dapat menikmatinya.
Pernah ku lihat manusia berlarian sambil merentangkan tangan seperti burung yang siap berkelana. Begitu ceria membiarkan badannya kuyup terguyur semesta. Rasanya aku ingin mengajaknya berpesta bersama.

Tapi, tidak ! dia bisa menjerit terbirit-birit, atau memukulku dengan kayu. Namun bisa lebih tragis, melindasku dengan sepatu. Jadi biarkanlah dia sendirian bergaduh.

Guyuran semesta menghilang, aku harus menghilang. Jika tidak mungkin nyawaku melayang. Diterkam mangsa yang mabuk kepayang atau terjebak dalam kotak para bocah yang beraksi layaknya pawang.
Bersembunyi dibalik dedaunan, dipinggir kolam atau di kolong selokan lumayan aman. Namun saat mata-mata jeli membongkar tak ada pilihan, menjadi tawanan atau santapan. Menjadi santapan, karena kami memang bagian dari rantai makanan. Menjadi tawanan, Kami juga bagian dari penelitian.

Bersenandung tentang alam,
Melompat bebas,
Bersembunyi di balik batu dan dedaunan,
Menidurkan berudu-berudu di teratai,
Bercengkerama dengan semesta.
Itulah cerita si penikmat hujan.


 (Angelina Ratih Devanti, 2 Januari 2015, terinspirasi dari hujan dan seekor katak di teras rumah)