Monday, April 14, 2014

Ceritaku Bersama Teman Spesial: #3 Alit Anak Baik

Ceritaku Bersama Teman Spesial
#3  Alit Anak Baik

Setelah Kelas ‘Berhitung Asyik’ selesai bel sekolah pun berbunyi,
“kriiiiing……kriiiing…!!” . Waktunya istirahat.
Semua anak berlarian keluar kelas. Ada anak yang duduk di depan kelas untuk menikmati bekal. Ada yang bermain petak umpat. Ada yang bermain lompat tali.
Alit, Mega, Sasa, dan Bima sedang asyik bermain di bak pasir. Mereka berempat membuat berbagai bentuk. Alit  dan Sasa sangat suka membuat istana pasir. Mega membuat beruang. Sedangkan Bima lebih suka membuat kura-kura.
Saat Alit ingin menuang pasir ke dalam ember, ia bingung mencari sekop. Ia melihat ketiga temannya menggunakan sekop namun ia tak punya. Ia melihat ternyata hanya ada 3 sekop. Alit meminta ijin kepada teman-temannya,
“ Aku boleh pinjam sekop ?”, tanya Alit sambil menatap ketiga temannya.
“ Aku sedang pakai.”, jawab Mega.
“ Tunggu ya, aku mau selesaikan kura-kuraku dulu.”, jawab Bima.
“ Ini.”, ujar Sasa sambil menyerahkan sekop kepada Alit. Alit mengambil sekop dari Sasa, namun karena terlalu cepat mengambil sekop dari tangan Sasa, Alit tidak sengaja mencakar tangan Sasa. Sasa merintih kesakitan.
“ Aduuh, Alit, kok mencakar tanganku sih !”, ujar Sasa kesal.
“Aku nggak sengaja.”, jawab Alit ketakutan.
Mega dan Bima segera melihat keadaan Sasa. Mereka melihat tangan Sasa yang merah karena tercakar kuku Alit.
“ Tangannya Sasa merah.”, seru Mega.
“ Aku nggak sengaja, aku mau ambil sekop kok.”, ujar Alit.
“ Alit nakal, aku udah kasih sekop tapi dicakar”, ujar Sasa terisak.
Bima segera berlari mencari Ibu Sisi. Ibu Ssisi adalah guru kelas mereka. Sementara Mega dan Sasa masih bersama Alit. Sasa dan Mega menjadi kesal pada Alit. Sebenarnya Alit tidak bermaksud mencakar Sasa, tetapi Sasa dan Mega sudah menyalahkan Alit dan terus menyatakan bahwa Alit nakal.
“ besok Aku nggak mau main lagi, Alit nakal”, ujar Sasa terisak dan kesal.
“ iya, aku juga, Alit nakal, aku nggak mau temen.”, ujar mega ketus.
“ Aku nggak nakal, aku nggak sengaja,”, ujar Alit ketakutan.
Ibu Sisi segera datang dan menanyakan kejadian yang terjadi. Alit menceritakan kejadian yang terjadi demikian  pula Sasa. Ibu Sisi akhirnya mengerti. Alit memang tidak sengaja mencakar Sasa karena Alit masih sulit untuk mengontrol gerakannnya. Alit tidak bermaksud mencakar Sasa. Bahkan sebelumnya Alit pernah jatuh di bak pasir karena tidak bisa berhenti saat lari dari kelas menuju bak pasir. Ibu Sisi pernah dipukul oleh Alit, padahal Alit ingin menyentuh tangan Ibu Sisi untuk minta diajari berhitung.
Ibu sisi berusaha memberi pengertian kepada Sasa dan teman-teman Alit bahwa Alit memang tidak sengaja mencakar tangan Sasa. Ibu Sisi juga berkata bahwa Alit juga anak baik, ia tidak nakal. Ia mencakar atau memukul karena Alit belum dapat menggerakkan tangannya dengan baik dan membutuhkan bantuan Ibu Sisi dan teman-temannya.
“ Alit nggak nakal kok, Alit kurang hati-hati saat mengambil sekop dari Sasa”, ujar Ibu Sisi.
 “ Tapi sakit, Bu Sisi, tuh merah kan tanganku !”, keluh Sasa.
“ Aku nggak sengaja Sasa, maaf ya “, Alit meminta maaf karena dia merasa bersalah telah mencakar Sasa.  
“ Iya, Alit lain kali hati-hati ya, kalau mua ambil sesuatu dari teman pelan-pelan ya.”, ujar Ibu Sisi.
Setelah Alit dan Sasa saling bersalaman. Mereka bermain bersama kembali di bak pasir. Ibu Sisi pun ikut serta bermain bersama mereka. Ibu Sisi mengajak Alit bermain pasir dengan meremas-remas pasir agar ototnya lemas sehingga  Alit dapat belajar mengontrol gerakannya. Alit diajak untuk mengambil dan menuang pasir ke ember dengan tangannya.
  Akhirnya Teman-teman Alit mengerti keadaan Alit. Alit juga bukan anak nakal. Alit selalu baik terhadap teman-temannya karena selalu terburu-buru saja sehingga Alit terkadang melukai dirinya dan orang lain.
Mereka pun dapat bermain bersama kembali. Terkadang teman-teman Alit ikut mengingatkan Alit saat terburu-buru berlari atau menerima barang dari orang lain.   Yuk kita bantu Alit supaya Alit bisa pelan-pelan saat berjalan, berlari, dan saat mengambil sesuatu. Alit anak yang baik, ya teman-teman.  

(Angelina Ratih Devanti, 9 April 2014)





Ceritaku Bersama Teman Spesial: #2 Gia Suka Melompat

Ceritaku bersama Teman Spesial
#2  Gia Suka Melompat  

Kelas Prakarya sudah dimulai. Ibu Tata mengajak murid-murid membuat lukisan kolase Kelinci. Seperti apa itu ? Ibu Tata menjelaskan cara membuatnya. Sketsa Kelinci akan ditempel dengan potongan-potongan kertas warna. Ibu Tata membagikan bahan-bahan, seperti: gambar sketsa kelinci, potongan kertas warna-warni, lem, dan stik es krim.  
“ Ibu, Ibu, kita mau buat apa ?”, tanya Lala.
“ Kita akan buat lukisan kolase kelinci.”, jawab Ibu Tata.
Saat Ibu Tata membagikan bahan-bahan ke tiap meja, tiba-tiba terdengar suara dari belakang,
“ Gedebuuuk!”
Semua murid menoleh ke arah belakang. Ibu Tata segera melihat apa yang terjadi. Beberapa murid pun mengikuti Ibu Tata.
Ternyata Gia jatuh. Gia tersandung kaki Dito saat melompat-lompat. Di kelas Gia suka sekali melompat-lompat bahkan berlarian. Saat Ibu Tata membagikan bahan prakarya, Gia terlihat berjalan-jalan bahkan melompat-lompat. Gia mengajak Dito melompat tetapi Dito tidak mau. Gia terus melompat dan tak sengaja menginjak kertas Dito yang terjatuh. Karena kesal Dito mengayunkan kakinya supaya saat Gia melompat, dia terjatuh.
“ Aduuuh!”, ucap Gia mengelus dengkulnya yang sakit.
“ Sukurin!”, umpat Dito.
“ Gia, coba Bu Tata, lihat.”, ujar Ibu Tata sambil membantu Gia berdiri.
“ Gia, nggak bisa diam sih, Bu.”, ujar Dito kesal.
“ Aku kan mau kasih liat lompat kelinci.”, ujar Gia.
Sambil membantu Gia, Ibu Tata pun berpesan pada Dito agar tidak mengulangi perbuatan menyelengkat kaki teman. Ibu Tata tahu bahwa Dito kesal atas perbuatan Gia. Ibu Tata berusaha memberi pengertian pada kedua muridnya.
“ Gia, boleh lompat-lompat tapi coba tebak dimana, kalau lagi belajar di kelas boleh nggak ?”,
“ Tapi, aku mau kasih liat lompat kayak kelinci itu. ”, ujar Gia sambil menunjuk gambar kelinci.
“ Tapi kan aku nggak mau, tuh liat kertasku  kotor kan  !”, sahut Dito ketus.
“ Dito, kalau Dito ngasih tahu Gia dengan  marah-marah terus diselengkat, Gia nya ngerti nggak?”, tanya Ibu Tata. Dito terdiam beberapa saat dan menggeleng.
“ Jadi kalau mau lompat-lompat nanti ya, Gia, Dito juga yang baik ngasih tahu Gia, yuk kita salaman dulu, terus kita buat lukisan kelinci bersama.”, ajak Ibu Tata.
Gia dan Dito bersalaman untuk saling memaafkan. Sementara itu Ibu Tata duduk disebelah Gia agar Gia bisa fokus mengerjakan prakarya. Beberapa murid yang mendekati Gia kembali ke tempat duduk masing-masing. Semua tampak asyik menempel potongan kertas warna-warni pada gambar kelinci.


(Angelina Ratih Devanti, 5 April 2014)  

Ceritaku Bersama Teman Spesial: #1 Mila Bukan Adik Bayi

Ceritaku bersama Teman Spesial
#1 Mila Bukan Adik Bayi

Suasana Kelas Matahari begitu ramai. Murid-murid yang sudah selesai mengerjakan tugas diperbolehkan bermain apapun di kelas. Pingki, Mila, dan Caca bermain bersama. Mereka bermain masak-masakan. Pingki berperan sebagai tukang masak sedangkan Mila dan Caca sebagai pengunjung restoran. Beberapa murid laki-laki seperti Bobo, Kiki, dan  Andi bermain perang-perangan menggunakan lego. Ibu Novi sangat senang melihat murid-muridnya dapat bermain bersama.
Baru saja Ibu Novi merasa senang melihat murid-muridnya dapat bermain bersama, tiba-tiba suasana kelas berubah. Apa yang terjadi di kelas Matahari ?
“ Milaaa, namaku bukan bing, Ping-ki, Pingki!”, seru Pingki ketus.
“ Bing, mau hatu ya, mau hatu”, ujar Mila tidak menggubris ucapan Pingky.
“iiiih, milaaa! Namaku pingki, ping, bukan bing tauuu !”, suara Pingki semakin meninggi.
“ aku nggak mau main lagi sama kamu kalau kamu manggilnya bing bing terus aah!!”, serunya lagi.
Ibu Novi segera menghampiri Mila, Pingki dan Caca. Ibu Novi heran, sejak tadi mereka terlihat bermain dengan baik, namun tiba-tiba suara Pingki terdengar keras. Pingki marah terhadap Mila karena Mila tidak bisa mengucapkan namanya dengan benar. Mila memang mengalami keterlambatan bicara sehingga  Mila tidak dapat menyebutkan kata sesuai pelafalan.  
“ Mila masih bayi ya ?”, ujar Caca.
“ Mila kayak adik Doni, masih bayii !”, seru Pingki kesal.
“ Pingki, Caca, Mila bukan bayi, Mila kan sama dengan kalian, coba lihat badannya sudah besar sama kan seperti pingki, Caca.”, ujar Ibu Novi penuh kelembutan.  
“ Tapi kan, dia ngomongnya kayak adik Doni, aku sebel dipanggil bing bing! ”, Pingki masih kesal.
Sambil meragkul mereka bertiga Ibu Novi bercerita. Ibu Novi bertanya kepada Pingki dan Caca, apa saja yang bisa dilakukan oleh adik bayi. Mereka berdua berpikir untuk menyebutkan kemampuan apa saja yang dilakukan oeh adik bayi.
“ Kalau Adik Doni, bisanya nangis, terus.”, ucap Pingki sambil terus berpikir.
“ Aku nggak punya adik, Bu Novi.”, ucap Caca.
Mila berusaha ikut menjawab dengan mengarahkan tangannya ke mulut menunjukkan kalau dia ingin menjawab, adik bayi minum susu.  
“ Iya, sukanya minum susu “, sahut Pingki.
“ Kalau Adik bayi sudah bisa jalan belum ?”, tanya Ibu novi. Pingki hanya menggeleng.
“Adik bayi sudah bisa menggambar belum ?”, tanya Ibu Novi lagi.
“ Beum..beum..”, Mila berusaha mejawab.
Akhirnya Ibu Novi memberitahu bahwa Mila bukan Adik bayi seperti yang dikatakan Pingki dan Caca. Mila belum lancar bicara namun Mila sudah bisa belajar dan bermain bersama. Mila merasa senang bisa bermain bersama teman-temannya. Ibu Novi mengajak Pingki, Caca, dan semua  murid-muridnya untuk bisa bermain bersama Mila. Jika Mila belum lancar mengucapkan kata, teman-teman Mila boleh membantunya. Ibu Novi sangat sayang kepada semua muridnya tetapi Ibu Novi juga ingin semua muridnya juga saling menyayangi, belajar dan bermain bersama.  


(Angelina Ratih Devanti, 4 April 2014, terinspirasi dari: ‘Kakak Mia’ yang suka menggambar)