Ceritaku
Bersama Teman Spesial
#4
Mirel Suka Matematika
Waktu
istirahat telah usai, saatnya semua murid kembali ke kelas. Kelas ‘Berhitung Asyik’
bersama Pak Ade akan dimulai. Mirel tampak lemas saat masuk kelas. Sita, teman
sebangkunya heran menatap Mirel. Ia tampak tak bersemangat. Apa yang membuatnya
tak bersemangat ya ?
Saat
Pak Ade meminta semua murid mengeluarkan PR Matematika, wajah Mirel semakin
muram. Sita mengira Mirel sakit.
“
Mirel, kamu sakit ya ?”, tanya Sita.
“
Tidak. “, jawab Mirel pelan.
Pak
Ade berkeliling memastikan semua murid membawa PR matematika.
“
Semua membawa PR matematika ?”, tanya Pak Ade.
Iya,
Pak.”, jawab semua murid serentak.
Pak
Ade mengajak membahas PR bersama. Pak Ade mengeluarkan kartu warna-warni dari “Keranjang Rahasia” , kemudian membagikan kepada
semua murid. Ada kartu warna: merah jambu, biru, kuning, hijau, merah, oranye,
dan hitam. Wah untuk apa ya kartu warna-warni itu? Semua murid menatap heran
kartu itu. Murid yang mendapat kartu hitam diminta mengerjakan soal di depan. Namun
mereka bebas memilih soal yang akan dikerjakan. Sedangkan murid yang mendapat
kartu warna lain bertugas untuk mengoreksi jawaban.
Satu
persatu murid maju, namun Pak Ade heran, mengapa yang maju ke depan hanya 4
orang, padahal PR matematika berjumlah 5 soal.
“
Siapa lagi, yang mendapat kartu hitam?”, tanya Pak Ade.
Mirel
maju dengan ragu-ragu. Lisa, Doni, Sari, dan Nana sudah memilih soal. Mirel
terpaksa mengerjakan soal yang tersisa. Ia terdiam kaku melihat soal nomor 4.
Dia ragu-ragu karena belum mengerjakan soal nomor 4. Wajahnya pucat saat hendak
menuliskan di papan tulis. Tangannya bergetar memegang buku dan spidol. Keempat
temannya telah selesai menuliskan jawaban PR. Mirel masih berdiri di depan. Satupun
jawaban belum dia tulis.
“
Mirel, lama nih, cepetan dong! “, terdengar ucapan seorang kawan dari belakang
Mirel
masih menunduk menatap buku PR-nya. Tangannya bergetar. Buku PR Mirel terjatuh.
Saat Mirel mengambil buku, suasana kelas semakin ramai.
“Mirel
lama nih !”, ujar Todi.
“Cepetan
Mirel, aku mau tahu jawabannya !”, ujar Lisa.
Pak
Ade menghampiri Mirel dan melihat soal nomor 4 masih kosong. Mirel menjadi
takut dan menangis di depan kelas.
“
Kok nangis, ih.. cengeng!”, ujar Bobo.
“ Mirel, payah! ”, ujar Andi.
“
Mirel cengeng, Mirel payah !”, ujar teman lainnya.
Pak
Ade menepuk pudak Mirel supaya tenang. Ia pun diminta untuk kembali ke tempat
dududknya. Sita memberikan sapu tangan untuk menyeka air mata mirel.
“
Jangan nangis, nanti kita kerjain bersama, ya.”, ujar Sita.
“
Aku belum bisa, takut dimarahin Pak Ade”, bisiknya terisak.
“
Tidak apa-apa, kalau belum bisa, nanti kita belajar lagi ya. ”, ucap Pak Ade
sambil menepuk pundak Mirel.
Pak
Ade memberi pengertian kepada teman-temannya bahwa Mirel memang belum mengerti
materi penjumlahan. Suara ramai pun mereda. Akhirnya Pak Ade mengajari kembali penjumlahan
pada PR matematika itu. Soal nomor 4 tertulis ‘ 2 + 3 =…’ Pak Ade mengeluarkan bola merah dan meminta
semua murid menghitung jumlah bola tersebut. Bola merah berjumlah 2 buah.
Kemudian Pak Ade mengeluarkan bola biru,
“
Mirel, bola biru ada berapa?”, tanya Pak Ade.
“
satu..dua..tiga.. tiga, Pak ?”, jawab Mirel.
Pak
Ade menggabungkan semua bola dan meminta murid-murid menghitung jumlah semua
bola. Semua murid mencoba menghitung bola-bola itu. 2 bola merah di tambah 3
bola biru menjadi 5 bola. Akhirnya soal nomor 4 dapat terjawab.
Pak
Ade mengajari Mirel penjumlahan dengan menggunakan bola warna-warni itu.
Sedikit demi sedikit Mirel pun dapat mengerti. Sita ikut membantu Mirel dalam mengerjakan
soal penjumlahan lain dengan benda lainnya. Mirel menjadi senang dan
bersemangat mengerjakan soal matematika dengan cara asyik. Teman-teman Mirel
akhirnya mengerti bahwa Mirel butuh banyak belajar. Mereka tidak lagi meledek
Mirel, tetapi membantu Mirel mengerjakan soal mateamtika seperti cara Pak Ade. Mirel
tidak takut lagi belajar matematika.
(Angelina
Ratih Devanti, 20 Mei 2014)
No comments:
Post a Comment