Tuesday, February 8, 2011

Datar

Dua kaki jenjangnya terseok pada debu pasir. Kedua tangan gemulainya sudah mulai lunglai. Mata sayunya hampir tertutup sendu. Berkali-kali nafasnya berhembus seperti ingin mengeluarkan beban yang ada di paru-parunya. Kemudian Van terduduk dengan mata sayu menatap kosong. Dia menatap dunia pikirnya sambil sesekali menghembuskan nafasnya panjang. Sejenak mata sayunya terpejam, hanya suasana gelap yang dilihatnya.

kenapa” hanya terucap sebuah kata itu saja dari bibirnya namun berjuta kalimat mendekam di dalam batinnya yang seakan tidak mampu keluar untuk melengkapi ucapannya, ”kenapa”

Tepat disebelah kanannya terdapat sebatang pena berwarna merah yang ikut terdiam. Di sebelah kirinya masih tertutup buku saku yang selalu dibawa kemana ide itu ada. Kepalanya yang penat mulai berbelok kearah dua benda itu dan sekejap ia meraih benda-benda itu. Jari lentiknya mulai beraksi dengan benda-benda itu.

Kenapa”

Ia mulai mengguratkan kata itu pada halaman baru buku saku merahnya.. tiba-tiba tangannya terhenti nafasnya pun kembali berhembus panjang. Ia mengguratkan lagi kata selanjutnya bahkan kalimat panjang yang sempat terbungkam dalam batinnya. Kalimat-kalimat pertanyaan dirnya tentang apa yang terjadi pada dirinya saat itu. Satu lembar kertas usang itu akhirnya penuh dengan luapan tanya. Luapan tanya tentang apa yang terjadi saat ia berjalan, terseok, lunglai, tersayu, dan akhirnya terduduk kosong dalam dunia pikirnya, serta semua yang terpendam dalam batinnya.

Sesaat setelah semua goresan pena itu penuh, terdengar kembali suara sayunya dengan ekspresi penuh harapan atas berbagai tanya itu

baiklah !”

fiuuuuhhh…’

Ia pun menutup buku saku merahnya dan segera beranjak untuk melangkah bersama sepatu datarnya menuju sebuah pintu pengharapan.


By Angelina R D

January, 25th 2011



No comments:

Post a Comment