Sunday, October 2, 2011
Wednesday, September 14, 2011
Abu-abu
Lampu pijar terbesar sedang enggan bersinar liar
energinya meredup mengatup
di bawahnya menari siluet-siluet malam yang membuat sang aspal menghitam
Langkah tertatih berusaha mendekat siluet memikat, tak peduli hitam malam semakin pekat
Secercah sinar pijar membaurkan hitam menjadi gradasi
sehingga tak lagi kelam namun tak seputih sinar yang benderang
Langkah terus mendekat mencari siluet memikat
Tepatlah dia terjebak dalam redup, sendu, dan abu-abu
tak ada putih yang berpijar liar namun hitam kelam pun tak tampak pekat
Seakan tersangkut dalam pukat, bimbang ikut mencuat
benar sudah langkah ini telah memasuki zona redup,
‘Zona Abu-abu’
hanya kelu yang terang berpijar menguasai akar pikiran
Sang waktu seakan ikut duduk termangu sendu
tak bisa mengganti si abu-abu dengan si kelam atau si terang
Zona melingkar, berputar, dan membuat semua terbuyar
hanya sesosok siluet yang terus berkelakar
Seperti terkunci, langkah kaki tak mampu diajak berlari dari redup yang menyita hati
hanya sepasang sayap harapan yang terbang tak tahu mau kemana
sementara raga tetap terjaga di dalam zona
Seperti ada pijar kecil yang menyangkut di dahi, sepucuk tanya menari
dalam penantian, apakah kelamnya hitam atau putihnya terang yang akan terpijak ?
atau tetap pada zona abu-abu yang membawa rasa biru ?
Hanya sang waktu yang membantu menuju zona baru
entah merah muda atau ungu asal tidak kembali pada abu-abu kelu
By : Angelina Ratih Devanti August, 19th 2011 00:22
Wednesday, July 13, 2011
Resital Kertas
![]() |
Add caption |
Saturday, June 25, 2011
LEPAS
Dulu kisah klasik terus mengusik,
membidik, bahkan menarik sampai aku tercekik
Tahu-tahu kau bertalu untuk menghalau rasa biru itu
Kisah klasik tak lagi mengusik karena
Kini kau yang terbidik sampai ku tergelitik
Pilu seakan menjadi batu
Ronamu membuat ku malu
Sketsamu mengalihkan yang lalu
dan membuat rindu berseru
Setengah waktu berlalu si biru pun menderu
Asa pun berpadu sampai membuatku duduk termangu
Ternyata sudah banyak rasa yang bicara
Sampai aku hilang kata-kata untuk menyapa
Nafas pun ikut terlena dalam asa
Kini…
aku hanya ingin kembali
menikmati damainya hati
Biarkan aku bebas menari
seperti merpati atau pun kelinci
Biarkan nafasku lepas bernyanyi
layaknya nafiri
Sudah lelah aku bersama rasa yang tak biasa
yang telah kubawa ketika berjumpa
Rasa yang tidak pernah ada habisnya berbisik didalam doa
Satu pinta…
Aku hanya mau kamu,
berlalu.
Jangan membuat ku kelu
Tapi bantu aku,
Keluar dari zona abu-abu menuju harapanku
By : Angelina RD June 24th 2011, 01:01
I’ll move from The shadow on The Wall (you)
Sajak U(ntukmu)
Wednesday, May 18, 2011
Sara Bareilles - Love Song
nice to listen..
like her performance with grand piano
i like it..
i love piano
Tuesday, May 17, 2011
Dentingan Angan
Berbalut gaun ungu kesayanganku, aku masuk ke dalam sebuah hall kecil tempat kami memadu nada dan irama. Suasana yang tidak begitu ricuh, mendukungku untuk sejenak menarikan kawanan jari diatas barisan tuts hitam-putih. Dari arah pintu satu persatu kawan-kawanku masuk untuk berolah nada dan suara. Perlahan aku menjentikkan si telunjuk yang kemarin nyaris tertusuk. Kemudian kawanan jari lainnya menyusul seperti kakak yang tiba-tiba menyusul untuk bersamaku.
Berkat kemampuan penerawangan nada yang ku punya, alunan nada pun terjaga oleh si telinga. Aku tak menduga aku bisa. Aku pun terlena dengan mereka dalam irama dan nada. Ternyata ada sepasang mata terkesima. Aku bisa menerawang nada-nada ini namun aku tak bisa menerawang sepasang mata yang terkesima itu. Beberapa detik aku melirik, ternyata kamu yang membidik. Aku tak berkutik dan terus asik bersama barisan tuts musik.
Kakak yang ku harap tetap menjadi kakak, mendadak tiba di sisiku. Dia tak melakukan gerakan yang berarti. Jarinya pun tak melakukan akrobatik nada seperti pada resitalnya. Hanya nafasnya yang sayup ku dengar. Aku tetap asik dengan musik yang mengusik. Alunan untuk bait terakhir akan segara usai dan ‘ting’ itulah denting terakhir. Sekejap tangan tegap kakak bergerak dan mengelus helaian rambut yang telah ku tata sedemikian rupa. Aku sejenak melihat kearahnya sambil melempar senyum dan berkata,“Aku bisa memainkannya” ibu jarinya ikut tersenyum, dan tanpa sadar tanganku memeluknya.
Ketika sadarku tiba, aku teringat sepasang mata yang tadi sejenak terkesima, ya itu matamu yang diam-diam membidikku. Ternyata kamu masih di situ dan kini tatapanmu mendadak penuh pilu dan bibirmu berubah menjadi kelu. Kakiku seakan ingin bergerak kearahmu dan sejenak berseru, “kamu ?” namun pelukan yang tak sadar terlontar terbalas dengan pelukan yang semakin erat dari kakak. Dan sekali lagi aku curi tatapan untukmu, kau masih kelu.
Di waktu lain aku pun senang berada disitu untuk beradu menjajal penerawangan nadaku. Alunan dari pemetik favorit mampu ku gubah bersama barisan tuts mewah. Tiba-tiba masuk satu demi satu kawan-kawanku. Mereka hanya berlalu dan tak mengusikku. Mataku menangkap kamu(lagi) berdiri tegap sambil menatap. Aku masih beradu bersama media yang ada di depanku. Aku sejenak mencuri pandang kearahmu, tak ada tatapan sendu seperti yang lalu. Aku hanya bisa berseru dalam senyum untukmu. Ternyata kau pun sama seperti kakak yang suka mendadak hinggap tiba-tiba di sisku. Peraduan jariku terhenti karena kamu. Dan terlontar tatapan heranmu. Mendadak wajahku senada dengan kain yang membalut tubuhku, merah merona. Satu tanya terlontar darimu, “kenapa ?” aku menghela nafas malu dan kembali beradu bersama barisan tuts di depanku. Gubahan nada dari sang pemetik terbaik dapat aku bidik dan, “Aku bisa !”. Tanpa ku sadari sebuah tangan persahabatan hinggap diatas pundak dan senyumku pun tersontak diikuti sebuah peluk untukmu.
Dalam sebuah angan ada sebuah pelukan erat dari kakak yang melindungi dengan tangan tegapnya, darimu ada sebuah tepukan semangat yang selalu hinggap, dan ada sebuah dentingan yang ingin ku dendangkan.
By : Angelina RD, May 17th 2011, 22:11
Inspired by : dentingan dalam sebuah angan dan sebuah kebersamaan.
Kamu tahu ?
Di dalam sebuah renung ada tanya yang ingin bersua…
Kamu tahu,
dia ?
dia yang banyak berkata tentang banyak rasa padamu ?
dia yang tak segan berseru dalam sendu padamu ?
dia yang menjadi haru karena kelu melihatmu ?
dia yang berbagi tawa dalam hampa ?
Kamu tahu,
dia berusaha melihatmu dari jarak tak tentu ?
dia berusaha menyapamu dalam kalbu,
namun kadang kau tak berseru ?
Kamu tahu,
dia pernah pilu karena kau membeku ?
dia pernah beradu tentangmu, tentang rasa biru yang menjadi abu-abu ?
Kamu tahu,
dia ingin terus bersahabat untuk melihatmu hebat ?
dia ingin terus memberi senyum dikala kau manyun ?
dia ingin terus bersorak agar kau semangat ?
Kamu tahu,
ada secuil rasa yang tak terucap ?
ada sebongkah harap yang tak bisa disulap untuk dia lahap ?
ada setitik tangis saat hatinya teriris ?
Dan kamu tahu,
secuil rasa apa yang pernah dia bawa ?
sebongkah harap apa yang tak mampu disulapnya ?
setitik tangis apa yang membuatnya miris ?
Dia ingin kamu tahu,
ada secuil rasa kasih tanpa pamrih yang tak ingin dia tagih
ada sebongkah harap yang tak ingin dia sulap
ada setitik haru yang menderu karena kamu
Apakah sekarang kamu tahu ?
apa yang pernah dia rasakan,
apa yang pernah dia pikirkan,
apa yang pernah dia lakukan
untukmu ?
Jika kamu tahu, seberapa besar kamu tahu ?
ataukah kamu benar-benar tidak tahu ? bahkan tidak mau tahu ?
Sekarang dia hanya ingin bertutur agar kamu tahu,
“ Aku sahabatmu, ingin berseru tentang semua itu “
By : Angelina RD, May 14th 2011 (edited : May 16th 2011 )
Inspired by : secuil rasa ‘berbeda’ yang pernah dicuri dari hati seorang sahabat
Dedicate to : my beloved friend
Wednesday, May 4, 2011
Friday, April 29, 2011
Lantunkan Lagumu !
Kamu selalu ceria berpadu bersama lagu
Ekspresimu membuat aku terpukau seakan lagu itu menyatu dengan jiwamu
Alunan kata dan irama seakan menyihirmu untuk beradu dengan mereka
Aku hanya mampu menatap bangga karenamu, karena ceriamu bersama mereka
Saat itu,
Kamu pernah beradu berasamaku dalam sebuah pilu,
kamu rindu bersenandung bersama lagu
Kamu mengadu padaku,
“ aku ingin melantunkan lagu”
“ aku ingin berpadu dengan lagu”
“ aku ingin menyatu dengan lagu”
Itulah angan-anganmu
Angan-angan yang selalu ingin kau gapai dan selalu kuingat untuk mengingatkanmu
Dikala aku menatapmu dari jarak yang tak tentu, kau bersenandung, dan terloncatlah senyum-senyum semangatku untukmu, wahai pelantun lagu
Ya, pelantun lagu itulah kamu dan angan-anganmu
Kini aku masih tetap menatapmu dan lagu saling bercengkerama disetiap waktumu
Harapku kamu tidak melantun dengan angan-angamu
tapi kamu melantun dengan senandung yang selama ini kamu angankan
Dan nanti ketika kita masuk ke dalam waktu yang baru, aku ingin melihatmu memukau bersama lagumu, lagu yang kau lantunkan bersama jiwamu
U will be a great singer, my beloved friend !
By : Angelina RD April 14th 2011
Dedicate to : sobat pelantun lagu (happy belated birthday, April 3rd 2011)
Sunday, March 27, 2011
Mozart - Turkish March.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Mozart - Turkish March.mp3
Mozart - Turkish March.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/JifaUm3k/Mozart_-_Turkish_March.html" target="_blank">Mozart - Turkish March.mp3</a>
Tuts Hitam-Putih
Dalam sebuah ruang yang samar-samar kulihat, sebuah grand piano putih berdiri anggun. Siluet tubuh ramping berbalut sutra putih terduduk disana. Telunjuknya menyentuh lembut tuts putih dan “ting” terdengarlah si denting. Para jari lainnya bermunculan, berpadu, dan turut menari bersama melodi.
Dengan pandangan samar-samar aku terus melihatnya memadukan melodi dengan chord menjadi lantunan nada. Sesekali kepalanya bergerak mengikuti irama. Lantunan riang sedang ia dendangkan. Seakan aku ingin berada disna untuk ikut berpadu bersama tuts hitam-putih. Jariku ingin menyentuh dan mendentingkan tuts-tuts hitam putih tapi aku tidak bisa beranjak dari tempatku berpijak. Aku tidak dapat mendekat dan melihatnya dengan seksama. Tapi aku merasa jiwaku ada disana jiwa yang berbalut sutra berdenting bersama nada.
Kini aku melihat dengan seksama rupaku yang telah kembali pada dunia nyata. Sekian lama aku terhanyut dalam cerita pendek tidurku, merasakan jiwaku bercengkerama bersama nada dan tuts hitam putih. Dan sang harapan pun bertengger, harapan dari para jari yang ingin menyentuh, berpadu, dan menari diatas sebuah grand piano putih. Sang benak pun berbisik, “ aku ingin berdenting bersama tuts hitam-putih” meskipun nyatanya para jari renta untuk mendentingnya. Hanya telinga dan mata yang mampu membawa harapan para jari untuk tetap memainkan dengan rasa setiap tuts yang berdenting.
i’m not a pianist but piano has helped me to make things better…
I love piano
By: Angelina RD, 26 maret 2011, dini hari menjelang pagi
Inspired by : Si Aku dan lantunan si Tuts Hitam-putih
Tuesday, March 22, 2011
This is My Father's World - Philip Keveren
from my beloved sistaa, mba indrii
thx sist
big hug for u
GBU
Sunday, March 20, 2011
Hanya Senandungmu
Waktu itu aku mampu melihat dan mendengar paduanmu bersama lagu
Waktu itu rasaku pun ikut terlena bersama mereka
Waktu itu aku tersihir kedalam karismamu
Waktu itu aku seperti anak kecil yang mendapat belasan bahkan ribuan permen jika mampu berada bersamamu
Tapi kini,
Sang waktu membatasi sang mata untuk melihatmu
Sebuah karang tajam tidak mampu menembus ombak sapaanku
Hanya sebuah rasa kagum yang masih hinggap di dasar benak
Rupa indahmu hanya menjadi sebuah siluet
Hanya senandungmu yang bisa kudengar bersama nafas
Hanya senandungmu yang mampu menahan rasa kagum yang luar biasa
Dan Hanya ada sebuah harapku,
Telingaku tetap terjaga mendengar semua rasa dari senandungmu
Senyumku dapat terlontar padamu meskipun kau tak sekalipun melirik kesana
By : Angelina R D
March, 16th, 2011 21:09
Inspiredby : sebuah senandung dan pelantunnya
Bohemian Rhapsody by Jubing
thx very much, sist
big hug for youuu..
Monday, March 14, 2011
Sahabat dan Piano
(By.Angelina RD,13maret'11, inspiredby: voice of piano
Monday, March 7, 2011
Jubing Kristianto - Waiting For Sunset.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Jubing Kristianto - Waiting For Sunset.mp3
salah satu lagu dari beratus-ratus lagu dalam playlist pribadi yang selalu menemani ketika membuat guratan-gurtaan sederhana, meskipun sudah diputar beratus kali tetap saja membuat telinga terinspirasi
Tuesday, February 8, 2011
Datar
Dua kaki jenjangnya terseok pada debu pasir. Kedua tangan gemulainya sudah mulai lunglai. Mata sayunya hampir tertutup sendu. Berkali-kali nafasnya berhembus seperti ingin mengeluarkan beban yang ada di paru-parunya. Kemudian Van terduduk dengan mata sayu menatap kosong. Dia menatap dunia pikirnya sambil sesekali menghembuskan nafasnya panjang. Sejenak mata sayunya terpejam, hanya suasana gelap yang dilihatnya.
“ kenapa” hanya terucap sebuah kata itu saja dari bibirnya namun berjuta kalimat mendekam di dalam batinnya yang seakan tidak mampu keluar untuk melengkapi ucapannya, ”kenapa”
Tepat disebelah kanannya terdapat sebatang pena berwarna merah yang ikut terdiam. Di sebelah kirinya masih tertutup buku saku yang selalu dibawa kemana ide itu ada. Kepalanya yang penat mulai berbelok kearah dua benda itu dan sekejap ia meraih benda-benda itu. Jari lentiknya mulai beraksi dengan benda-benda itu.
“ Kenapa”
Ia mulai mengguratkan kata itu pada halaman baru buku saku merahnya.. tiba-tiba tangannya terhenti nafasnya pun kembali berhembus panjang. Ia mengguratkan lagi kata selanjutnya bahkan kalimat panjang yang sempat terbungkam dalam batinnya. Kalimat-kalimat pertanyaan dirnya tentang apa yang terjadi pada dirinya saat itu. Satu lembar kertas usang itu akhirnya penuh dengan luapan tanya. Luapan tanya tentang apa yang terjadi saat ia berjalan, terseok, lunglai, tersayu, dan akhirnya terduduk kosong dalam dunia pikirnya, serta semua yang terpendam dalam batinnya.
Sesaat setelah semua goresan pena itu penuh, terdengar kembali suara sayunya dengan ekspresi penuh harapan atas berbagai tanya itu
“ baiklah !”
‘ fiuuuuhhh…’
Ia pun menutup buku saku merahnya dan segera beranjak untuk melangkah bersama sepatu datarnya menuju sebuah pintu pengharapan.
By Angelina R D
January, 25th 2011
Alur Pujangga Kecil
Seorang pujangga kecil duduk termenung di bawah pohon rambutan bersama media karyanya. Sudah satu jam buku dan penannya terdiam. Di lembar kertas yang hampir lapuk, hanya tertulis beberapa rangkaian kata dengan kisah yang belum berakhir. Sesekali dia mengangkat si pena dan memutar-mutarnya searah jarum jam.
Beberapa detik dia mematung…
hembusan nafas bingung pun mencuat dari rongga mulutnya…
“ hmm… alur yang sulit di rangkai, bagaimana caranya merangkai sebuah alur dengan untaian kata-kata ini ?”.
Sejenak dia mematung kembali dan dalam alam pikirnya dia bergumam tentang seorang pujangga besar,
“ Dia, seorang pujangga besar mampu merangkai alur-alur berjuta kisah dari berjuta tokoh dan alur-alur yang dibuatnya sangat unik satu”, gumamnya kagum.
“ tapi aku…”
“…sebuah alur saja sulit kurangkai dengan kata-kata ini”, rasa kecil hatinya ikut melompat keluar.
Kini media karyanya terhempas di atas rumput. Matanya mulai sayu, dengan pasrah dia bersandar pada si batang rambutan.
Kini dia tengah berada di dunia khayal yang lain dan masih tetap berpikir tentang sebuah alur dalam dongeng yang akan dirangkai. Tiba-tiba mata sayunya terbelalak seperti disilaukan oleh teriknya sang fajar. Kotak idenya seperti terisi penuh kembali dengan butiran-butiran ide.
Segera raganya bangkit dengan mata yang berbinar riang dan
“ Hmm.. mungkin alur dari bebrapa kehidupan mereka bisa kujadikan alur dalam dongengku ini”
“ Aku harus banyak beljaar untuk merangkai alur-alur ini dan meresapi alur hidupku yang telah dirangkai oleh Sang Pujangga Besar sebagai sebuah berkat dan ide bagi media karyaku”
“ Pujangga Besar yang hebat, merangkai setiap alur dari berjuta kepala bahkan dengan alur yang sangat unik untuk tiap kepala.“
“ bahkan Dia membuat alur yang sangat unik untuk kisah hidupku”
Tangan mungil si pujangga kecil kini siap mengadu tinta pena bersama buku inspirasinya untuk merangkai dongengnya.
Inilah pembelajaran si Pujangga Kecil bersama Sang Pujangga Besar untuk melihat alur hidup untuk dirangkai pada alur dongengnya. Alur hidup yang diciptakan oleh Sang Pujangga Besar mampu masuk ke dalam kotak-kotak ide setiap tokoh, terutama tokoh yang sedang belajar membuat tokoh dalam dongengnya.
Thx to Jesus Christ
Angelina R D , January, 28th 2011 21:23