Monday, April 19, 2010

Merpati Pos


Disini tidak ada seorang pak pos yang bisa mengantarkan banyak berita, mulai dari surat, paket cantik, ataupun sebuah wesel dengan sepeda ontelnya, karena Pak pos yang renta tengah tergolek renta dalam tidurnya. ..

Disini tidak ada kabel-kabel kecil dan besar, satelit-satelit canggih yang mampu mengirimkan ribuan, jutaan, bahkan triliunan kabar dari seorang sahabat pena kepada sahabat pena lainnya yang tinggal saling berjauhan, bak antar bumi dan langit, kutub utara-kutub selatan...

Disini hanya ada pengantar kabar sederhana dalam rupa yang sederhana. Seekor Merpati Pos yang tak mengharapkan kau bayar dengan kepingan dan berlembar uangmu. Dia hanya mengharapkan sebutir ya hanya sebutir jagung yang Ibumu beli di pasar sewaktu sang mentari masih sayup-sayup membuka matanya…

Merpati Pos dengan bulu-bulu yang sudah bebrapa kali rontok karena hantaman angin saat ia harus terbang kesana kemari mengantarkan kicauan kabar indah maupun duka cita pada mereka yang mengharapkan kicauan itu datang

Aku pun sama seperti mereka yang berharap datangnya sebuah kicauan kabar, entah apakah itu kicauan manis ataukah pahit, sepahit pare yang dimasak ibu dalam membuat hidangan sederhana untuk Ayah. Aku tidak peduli si merpati pos akan membawa kicauan kabar apa, yang kuharapkan si merpati pos dapat kulihat, kudengar kicauannya…

Kicauan yang terus kunanti setiap pagi, saat aku akan beranjak pada tempat peraduan nasibku, saat ku sejenak ‘leyeh-leyeh’ menyeruput satu buah kelapa muda segar, saat aku termenung mencari inspirasi di teras rumah sembari melihat mentari mulai sayup-sayup mengantuk, aku terduduk dan terus memanti kicauan merpati pos…

Aku telah memberikan suatu kicauan kabar manis nan sederhana dalam rupa segala ide dan perenungan pada sebuah negri salju. Suatu keyakinan dan harapan merpati pos datang dan hinggap kembali bersama ku, memberikan kicauannya baik itu kicauan merdunya atau kicauan risaunya karena sempat beku dalam negri salju itu…

Tiba saatnya pada penghujung sore yang tampak redup, mungkin sang mentari sudah menyelimuti diri dengan anak-anak awan, aku masih terduduk di teras rumah dengan menduduki kursi rotan yang usianya melebihi usiaku. Aku terduduk, berpikir, merenung, dan tetap berharap merpati pos hinggap di atap rumahku atau hinggap di depan jendela kamarku, dan memberikan kicauannya. Tapi sesekali yang hinggap adalah pikiran gelap bak seekor gagak hitam yang hinggap…

Merpati pos, sang pembawa kicauan kabar masih aku tunggu dengan segala rasa, asa, dan doa . dan aku tidak peduli jika ia datang dengan kicauan macam apa, jika dia datang hinggap dan berkicau merdu aku tidak hanya memberikan sebutir tapi satu buah jagung ini namun jika ia datang dengan kicauan risaunya atau kicauan mengigilnya karena dinginnya salju itu, aku tetap akan tetap memberikan jagung ini namun akan ku tambahkan dengan segenggam doa untuknya…

merpati pos, kau telah membantuku menebarkan kicauanku yang mungkin jauh dari merdu kicauanmu kepada sang penikmat kicauan merdu itu, namun kembalilah dan hinggaplah bersama ku dalam santai sore ini dan berikan aku sebuah kicauan yang kau dapat darinya.”..

Sekarang aku masih berdiam, duduk, termenung, berpikir, dan mengadu kepada Sang Pembuat Kicauan Agung bagaimana aku bisa mendengar kicauan yang kau bawa dari sebuah negeri salju. Aku hanya mengharapkan sedikit kicauan entah itu kicauan manis atau pahit, entah kicauan itu pelan ataukah nyaring…


By : me April 14th 2010 , 02: 28

Sampai tertulisnya sebuah kicauan yang jauh dari merdu ini, masih tetap menantikan merpati pos datang dan hinggap membawa kicauannya dari sebuah negri salju yang sulit dan tidak akan pernah tersentuh oleh pijakan rasa.


No comments:

Post a Comment