Saturday, March 13, 2010

Sebuah Sapaan dalam Keheningan


Kuberjalan menyusuri dinginnya pagi, dimana masih banyak orang-orang yang terlelap mencharger tenaga untuk beraktivitas beberapa jam kemudian, tetapi aku sudah terlihat segar kembali dan menaruh charger-an tenagaku walau hanya beberapa jam saja aku menchaerger tenaga tapi Tuhan sungguh baik memberikan tenaga lebih sehingga aku dapat kembali ke alam realita dan dapat menyusuri hawa embun dan kabut . dengan sandal jepit merah yang ya tidak baru sih tapi masih bagus, aku berjalan menanjak menuju sebuah tempat dimana semua orang yang datang kesana tidak diperkenankan untuk berisik.. tempat dimana semua orang berhak menuturkan segala curahan hati kepada Sang Ilahi, tempat yang semua orang berhak untuk meneteskan airmata karena duka atau pun haru dari kehidupan yang dialami. Aku berjalan menanjak ya jalannya menanjak, agak licin karena sejak malam diguyur hujan. Sambil terus berjalan aku menikmati Susana tenang di pagi yang masih gelap, dimana mataharinya masih men-charger tenaganya untuk siang hari, mataharinya masih terlelepa dibalik selimut awan. Aku terus berjalan menenjak dengan langkah santai menggunakan sandal jepit merahku. Dikanan dan kiri ilalang bergoyang perlahan seakan mereka lagi mengigau saat bermimpi. Aroma embun yang basah yang bercampur tanah dan daun terasa segar udara dikala itu pun benar-benar terasa dingin yang menyegarkan seperti ketika aku menghabiskan sebotol minuman ringan namun berat dikala siang menyengat. Ketika aku sudah mencapai puncak, dimana tempat yang akan kutuju, aku segera masuk kesana, sebuah tempat yang benar-benar tenang meskipun siang hari atau pun banyak orang yang berkunjung kesana, tetap saja diharapkan ketenangan. Aku berjalan menuju sebuah batu besar namun tidak sebesar patung spinx yang ada di mesir atau sebesar menara pisa yang ada di itali, atau tidak sebesar candi Borobudur yang ada di jogja. Batu besar itu kira-kira sebesar??sebesar apa ya, ya pokoknya lebih besar dariku namun tak sebesar dari bangunan-bangunan yang kusebutkan tadi. Aku duduk bersila dibawah batu besar itu. Aku memfokuskan pandanganku kearah batu besar itu. Apa yang menyebabkan aku ingin memfokuskan pandanganku kearah batu besar itu? Apa yang membuat batu besar itu istimewa sampai-sampai aku terus memenadang batu besar itu? Sebongkas batu besar, teapatnya adalah bongkahan batu-batu yang disusun menjadi sebuah rangkaian batu besar, disana berteduhlah seorang wanita cantik dalam rupa sebuah patung. Aku terfokus kebatu besar itu karena ada seorang wanita yang berteduh didalamny. Yaa seorang wanita cantik nan rupawan yang berteduh didalam batu besar itu dengan kedua telapak tangan yang saling berhadapan dan menyatu dengan sebuah kalung dengan 58 butir batu keramik dan sebuah tanda Kememnagan Kristus. Aku dudk bersila seperti seorang pertapa yang ingin bertapa, atau seperti peserta kelas yoga yang sedang melakukan relaksasi dalam kelas yoganya. Dengan posisi duduk bersila dan kedua tangan berada didepan dada aku terus menetap wajah wanita cantik itu. Dlam hati aku mulai menyapanya, dengan sapaan “ Selamat Pagi, Bunda” ya itulah permulaan dari sapaanku, kalau dalam pidato para petinggi Negara atau petinggi kelurahan, RT, RW, atau orang yang dihormati, kata sambutan, kata pembukaan. Setelah aku terlebih dahulu meyapanya, aku mengucapkan apa yang ingin kuucapkan padanya pada saat itu, segala ucapan-ucapan tentang segala syukur, rasa bersalah, dan, meminta bantuannya untuk hadir dalam hidupku. Aku terus menyapanya dalam hati sambil terus memandangnya. Dia tetap dalam senyumannya dan memandangku, namun dia tak terlihat dengan mata lahiriah membuka mulutnya untuk menjawab atau merespon sapaanku, namun dia membuka mulutnya, menyentuh kepalaku, membuatku yakin bahwa dia pun merespon segala sapaanku dengan desiran angin segar yang tiba-tiba berhembus, ya memang tidak bisa dilihat dengan mata lahir jawaban dan responnya terhadap sapaanku, tapi aku bisa melihat mulutnya menjawab dan merespon sapaanku, tangannya bergerak menyentuh dan mengelus kepalaku dengan mata batin dengan iman, dan pengharapan. Saat itulah aku benar-benar merasakan bahwa dia hadir. Dihadapnku memang sebuah batu besar dan rupa dirinya dalam sebuah patung, tapi aku tidak berbiacara dengan patungnya tapi aku berbicara, aku menyapa, aku mengucap syukur dengan sosok yang ku imani. Dengan begitu aku tidak merasa sia-sia untuk menyapanya setiap waktu terutama saat itu. Setelah aku menikmati segarnya hembusan dan belaiannya dalam desiran angin suara-suara jangkrik, dan kesnyian, aku mengucapkan kembali sapaan untuknya, “ Aku sanat bersyukur atas iman yang anakkMu berikan dan teladanMu kepadaku untuk hidup dlaam Iman kepada Kristus, karena dnegan begitu aku tidaklah merasa sia-sia dalam hiduku, terimakasih Bunda atas pagi ini, atas keterbukaan tanganmu menyamutku ditempat ini, dan memeberikan sejenak waktu untuk berbincang-bincang denganku, sekarang aku akan kembali melakukan aktivitasku yang lain, hadirlah dalam diriku dimanapun aku berada sehingga aku semakin teguh pada iman dan pengharapan kaan Dikau dan PutraMu yang Tunggal, yang selalu menjadi SAHABATKU, amin Salam Maria Penuh Rahmat Tuhan SertaMu Terpujilah Engkau diantara wanita dan terpujilah Buah TUbuhMu Yesus Santa Maria Bunda Allah doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati, amin..” sejenak aku menutup mata masih dalam posisi duduk bersila dan sekarang kedua tangnku kuletakkan diatas dengkul yang menyilang tadi, aku merasakan suara-suara jangkrink yang masih bernyanyi, desiran angin yang teus berhembus, suara deras air sungai yang mengalir, dedaunan yang terseret ditanah, dan segala suara-suara yang ada disekitarku, aku merasakan bahwa seorang wanita yang tadi kusapa seakan hadir bersama anaknya, yang merupakan Sahabatku. Dalam ketenangan aku terus merasakan apa yang ada disekitarku dan sejenak hati dan jiwaku pun merasakan ketenangan pula.

By : me (rathz)@myroom 2:00 ‘subuh’, 25th june 09

Thx to : My Lord, My Mother Mary ( My inspiration ), My instrumental piano, my “ stupid laptop “ , a cup of coffe, 2 pcs snack

No comments:

Post a Comment